Surat tanpa pengirim

1999 Kata
Catatan: Glosarium/Footnote ada di bagian akhir cerita. Tulisan bold sekaligus italic menandakan kata tersebut ada di Glosarium/Footnote. Contohnya: Hepatoma Paris Constenteu Apartment, 9 pagi... Seperti biasa, kedua mata Derau menatap keluar, menyaksikan keindahan alam sebelum malaikat pencabut nyawa merenggut sukmanya. Jantungnya berdebar-debar, seirama dengan detak jarum jam di kamar kecilnya. Cahaya tipis menyoroti wajahnya yang tengah berlara. Ia tersenyum lirih sambil berlinang air mata, karena tak sangka hidupnya tinggal beberapa saat lagi. Sebenarnya, kondisi fisiknya sudah mulai menurun sejak sebulan yang lalu. Saat itu, Derau mencoba memeriksa kondisi kesehatannya di laboratorium pusat, dengan peralatan medis yang sangat lengkap. Setelah pemeriksaan intensif, ternyata organ dalamnya telah terinfeksi virus, sehingga ia terdeteksi telah mengidap penyakit ganas tersebut. Hari itu, setelah divonis menderita hepatoma kehidupannya berbalik menjadi suram. Cahaya yang awalnya berpijar terang, kini semakin redup, dan lambat laun akhirnya lenyap. Begitu pula sinar kegemilangan yang telah diraih olehnya, kini yang tersisa hanyalah puing-puing masa kejayaan yang telah runtuh. Hatinya benar-benar gulita, pancaran wajahnya pun kian menggelap. Tampaknya kini ia telah berpijak di tepian asa, di pesisir jurang kehidupan yang memisahkan akal sehat dengan raganya. Derau lantas tegak, beranjak dari bangku yang lekat padanya sejak dua puluh menit lalu. Perasaannya bergejolak sekejap, dan kadar emosinya mendadak meningkat. Lesat saja ia berlari ke balkon kamar apartemennya, berniat untuk mengakhiri hidupnya secara singkat, karena tak mampu lagi bertumpu pada tiang-tiang harapan. Sekejap waktu, kedua katup matanya tertutup rapat. Kemudian ia mulai menarik nafas, bersiap diri terjun dari lantai atas, lantai ke tujuh, lantai kamarnya. Entah apa yang merasuki pikirannya, namun di benaknya tidak muncul jalan lain. Ia memang berniat ingin mengakhiri hidupnya di apartemen ini. Di tempat yang setahun ini menjadi saksi percintaan antara dia dan Aunette. Karena sesungguhnya, tempat ini adalah rumah yang rencananya akan dijadikan tempat tinggal bagi mereka berdua. Namun ternyata takdir berkata lain. Kini, setiap sudut ruangan hanya membisu, menjadi saksi kehidupannya yang penuh derita. "Sekarang, inilah saatnya bagiku untuk mengakhiri segalanya." sesal Derau yang tengah melakukan posisi hendak melompat. Suara deringan bel mendadak menghentikan aksinya. Secara kilat ia lekas membuka pintu rumahnya, lalu menjumpai seorang tukang pos yang hendak mengantarkan kiriman. Tangan Derau menyentuh lirih surat yang dikirimkan untuknya. Namun, di amplop itu ia tidak mendapati nama pengirim, sehingga membuat benaknya mulai disergap akan pertanyaan-pertanyaan aneh. "Siapa yang mengirim surat ini?" tanya Derau heran. "Maaf, saya tak tahu, tapi surat ini dikirim dari Orleans." tukas tukang pos cepat. "Orleans? Tapi, aku tak punya kerabat atau kenalan dari sana. Lalu, siapa yang mengirim?" batin Derau penuh tanda tanya. Tukang pos hanya tersenyum tipis, lalu ia pergi menyisakan sejuta rasa heran bagi Derau. Jari-jemari Derau menyibak pelan surat itu, ia pun menjumpai selembar brosur dengan judul FullHope. FullHope? Tempat macam apa itu?, pikirnya. Disana terlukis sebuah bangunan besar yang sekilas tampak seperti sebuah universitas, tapi sebenarnya adalah sebuah organisasi kemanusiaan. Matanya menyoroti setiap kalimat yang tertera disana, di bawahnya tergores lembut suatu kalimat yang penuh arti, "Tak peduli seberapa banyak waktu yang kita dimiliki, yang harus dipedulikan ialah seberapa banyak kita melakukan kebaikan terhadap waktu." Semenit kemudian, akhirnya ia mulai memahami apa yang dimaksud FullHope. FullHope adalah suatu tempat di penghujung asa, yang berada di bawah naungan Nevau Corporation. Semua orang yang tinggal di tempat itu kemungkinan akan segera meninggal. Sebagian besar dari mereka adalah pengidap penyakit mematikan, orang-orang yang berputus asa, dan ada pula yang mempelajari ilmu tentang esensi kehidupan. Mereka berkumpul disana bukan untuk mati bersama, namun ingin mengakhiri hidup penuh dengan makna, dan berharap akan menciptakan sesuatu hal berguna sebelum gugur usia. Nevau Corporation, sebuah perusahaan raksasa yang bergerak dalam bidang kemanusiaan, akan menjadikan anggota tim ini sebagai manusia yang bermanfaat. Perusahaan ini menyediakan fasilitas, motivasi diri, dan pelatihan kepada anggota tim. Untuk bergabung dalam organisasi semacam ini, mereka semua tidak dipungut biaya apapun. Bahkan bila anggota tim ingin melakukan penelitian, perusahaan siap untuk melimpahkan kucuran dana. Hati Derau bergetar hebat, jiwanya kembali bangkit kala mengetahui kabar baik itu. Batinnya yang semula redup kini kembali bersinar, berpijar cerah menerangi sekujur ceruk hatinya. Membuat jantungnya berdecak kencang, dan ia putuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan penuh kegemilangan. Lantas ia melontarkan suatu janji, dan janji itu disaksikan oleh secarik surat dan sang senja. Satu janjinya, takkan pernah mengulangi perbuatan bodoh itu, melakukan percobaan bunuh diri. Karena sejatinya, tindakan bunuh diri merupakan hal yang penuh akan kesia-siaan. *** Detik demi detik telah berlalu, tak banyak pula waktu yang dimiliki oleh Derau. Lantas ia pindahkan semua barang berharganya ke dalam mobil. Yang tersisa di ruang kecilnya hanyalah benda-benda tak berguna, benda yang mengantarkan angannya ke masa lalu yang kelam. Bahkan, bingkai indah yang terpampang di dinding-dinding kini telah usang. Ia ingin memulai lembaran kisahnya yang baru, tanpa ada bayang-bayang kelam yang membebani pikirannya. Ini adalah langkah awalnya, bergabung dengan FullHope dan melakukan semua perbuatan baik sebelum lenyap usia. FullHope Institute, 11.08 pagi... Hari ini Derau pergi ke FullHope, tempat yang berpijak di sebuah kota kecil di pesisir laut selatan perancis. Suatu tempat yang nyaman dan juga layak bila dijadikan pelatihan kemanusiaan, karena selain suasananya yang sejuk, hawanya juga dapat mempengaruhi kinerja otak menjadi lebih rileks. Dari kejauhan, mata Derau memandang luas sebuah bangunan yang tampak seperti universitas. Bangunan besar yang megah, berbentuk segi tujuh, dan di setiap sudutnya berdiri tegak menara-menara pancang bumi yang mengelilingi konstruksi, layaknya benteng. Pemandangan yang memukau memaksa jiwa Derau untuk tiba lebih awal. Ia juga sudah tak sabar untuk segera mendekati kawasan unik tersebut. Mata Derau terlucuti pandang, pada setiap popohonan hijau yang bertapak asri di sepanjang pesisir jalan. Sepoi angin tipis masuk ke dalam jendela mobil yang terbuka, menyegarkan kulit Derau yang terlihat kusam. Tampaknya ia sudah mulai memasuki wajah depan FullHope. Mobilnya melaju perlahan, saat melintasi sebuah gerbang megah yang menyambut ramah para manusia yang datang. Gerbang itu melambai-lambaikan tangannya, mempersilahkan Derau memasuki daerah itu. Derau menghentikan laju mobilnya, lalu turun dari sana. Sekejap waktu, ia disambut hangat oleh seorang wanita muda. Ia berpakaian rapi dengan menggunakan syal berwarna merah. Mata Derau sempat melirik, dan lesat menyoroti beberapa orang yang lalu-lalang, berjalan tak tentu di sepanjang area depan. Mereka semua menggunakan syal, namun dengan warna yang berbeda-beda. Sepertinya mereka semua adalah anggota resmi FullHope, dan diwajibkan mengenakan busana seperti itu. "Tiens, bonjour! Perkenalkan, nama saya De Laulé, panggil saja De La," sambil berjabat tangan dengan Derau, "Saya adalah pegawai disini, jika anda ingin bertanya-tanya mengenai FullHope, atau bahkan ingin bergabung. Kami siap membantu!" ujar De Laulé secara tangkas. "Ya, sebenarnya saya ingin bergabung dengan FullHope." ucap Derau langsung ke arah pembicaraan. "Baiklah, jika begitu mari saya tunjukan tempat pendaftarannya." Mereka berdua mengayunkan langkah ke arah selatan, hendak menuju front office. Tak jarang selama perjalanan, mereka berbincang-bincang mengenai kehidupan pribadi. Derau melirik pelan wajah De La, ia heran mengapa wanita itu terlihat akrab dengannya. Derau berdecak hati sekejap, ia berharap wanita berkacamata itu adalah 'orang dari masa lampau', seorang gadis kecil yang dulu pernah ia kenal. "Benarkah? Jadi kau dokter terkenal itu, Jean Derau?" paras De La terperangah buncah. "Ya, aku Jean Derau. Maaf, apakah kita pernah berjumpa sebelumnya?" tanya Derau penasaran. "Kita? Sepertinya belum. Ini untuk pertamakalinya kita berjumpa. Aku pernah melihatmu di acara kesehatan talkshow TV. Suatu kehormatan bagiku bisa berjumpa denganmu," tutur wanita itu, lalu matanya menunjuk ke arah depan, "Disini tempat pendaftarannya. Mari kita masuk." Lekas mereka masuk ke dalam, kepada sebuah ruang yang terpampang banyak bingkai yang menguasai hamparan dinding. Bingkai-bingkai itu terlukis cantik, di dalamnya termuat ayat kalimat yang memotivasi diri. Sorot mata Derau lesat menuju bingkai foto yang terpaku di sudut dinding. Rupanya ia mengenali wajah seseorang yang tengah tersenyum disana, menyapa Derau dengan raut wajah ramah, meski ia hanyalah sebuah foto biasa. "Bukankah dia adalah Michael N? Atlit basket internasional." ujar Derau berdecak kagum. "Tentu saja, setahun yang lalu ia bergabung dengan kami. Namun sebulan silam ia telah meninggal dunia. Ia pergi membawa senyuman pada dunia, dan meninggalkan banyak harapan bagi kami semua." jelas De La yang memasang paras kagum terhadap Michael N. "Hmm... pantas saja selama ini ia tak muncul di pemberitaan. Mengapa ia datang kemari? Apakah ia putus asa, atau yang lainnya?" ujar Derau. "Dia sama seperti anggota FullHope lainnya, menderita suatu penyakit mematikan. Namun ia memiliki semangat juang yang tinggi. Ia memang sudah mati, tetapi semangatnya masih hidup hingga kini, di dalam hati kami semua." tangan De La ditaruh di dadanya, seakan menggenggam hatinya, "Dia juga telah menyumbangkan banyak dana untuk tim basketnya. Terlebih, sebelum meninggal ia berjuang mati-matian demi timnya. Lihatlah sekarang, tim mereka semakin kuat." "Maaf, bagaimana jika anda isi pendaftarannya terlebih dahulu." sela De La di tengah pembicaraan yang telah terajut sejak tadi. Tak selang lama, Derau pun mengisi sebuah formulir pendaftaran. Sambil menulis biodata diri, terkadang mata nakalnya menoleh ke kiri, menatap wajah De La dengan lebih tajam. "Andai saja kau Juli.." bisik Derau dalam hati, sembari menyorot paras De La kembali. Beberapa saat kemudian, ia selesai dengan kertas milik itu, lalu menyerahkannya kepada seorang wanita yang duduk di balik meja front office. "Sekarang kita harus mengecek kesehatanmu. Ini akan berguna jika sesuatu hal terjadi padamu. Seburuk apapun kondisimu, kami akan mengetahui penyebabnya dari data record." ulas De La singkat. De La memandu Derau memasuki suatu ruangan. Sebuah tempat yang dilengkapi dengan peralatan medis yang mumpuni. Peralatan berteknologi nano sengaja disediakan demi menunjang pemeriksaaan yang optimal. Disana, tangan Derau di tusuk robot jarum suntik otomatis, dan hasilnya dilaporkan berupa grafik dalam display monitor. Tak hanya itu, tubuhnya juga dideteksi dengan menggunakan scanner-medical. Sementara De La menunggu di luar, sambil berdoa agar hasilnya menunjukkan bahwa Derau tak mengidap penyakit apapun. Hasil laporan itu tidak dibocorkan kepada para pegawai, akan disimpan di dalam micro-chip nano pada computer server, dan file record-nya hanya boleh dibaca oleh satu orang saja. Setelah usai pemeriksaan, De La menyambut Derau yang baru saja keluar dari tempat itu. "Hei, apakah aku akan mendapatkan laporan pemeriksaan tadi?" "Oh maaf! Bahkan anggota yang dicek kesehatannya pun tidak akan diberitahukan hasilnya, agar ia tidak larut dalam penyakit itu. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah sebagai record bila sewaktu-waktu penderita mengalami gejala terburuk, sehingga masalah tersebut akan mampu diatasi dengan baik nantinya." jelas De La panjang lebar. "Begitu rupanya. Tapi siapa yang akan membaca data record tersebut nantinya?" tanya Derau memancing perkataan De La. De La menghampiri Derau teramat dekat, lalu bibir basahnya mulai membisikan suatu kalimat, "Akan aku beritahu, tapi kau harus berjanji untuk merahasiakannya. Oke?" "Aku janji!" sahut Derau menyakinkannya. "Dia adalah dokter utama, namanya Jake Willnev!" bisik De La pelan, agar tidak ada satupun orang yang menyadapnya, "Baiklah, sekarang saya akan mengantar anda ke dalam bangunan FullHope." ucap De La mengakhiri percakapan ini sekejap. Dela menggiring Derau masuk jauh ke dalam, melintasi lorong-lorong yang tidak biasa. Di setiap ujung lorong, terdapat pintu yang membatasi laju jalan mereka. Ada pula CCTV yang bertengger di setiap sudut, menjaga situasi agar selalu aman. Tampaknya tempat ini benar-benar dijaga ketat, tak boleh sembarangan orang boleh masuk kesana. Terbesit sebuah pemikiran yang mencuat dalam benak Derau. Pikirannya tiba-tiba saja melaju ke waktu silam. Surat itu, bagaimana bisa surat itu dikirim tepat ketika ia tengah berputus asa. Siapakah yang mengirimnya? Apakah surat itu berasal dari tim FullHope? Tanpa berpikir panjang, ia lekas mencaritahu jawabannya. "De La, apakah FullHope mengirimkan surat kepada setiap orang yang berputus asa?" "Ya, kami melakukan hal tersebut demi kebaikan. Kami memiliki tim khusus untuk mencari orang-orang semacam itu. Lalu, akan kami kirimkan surat yang berisi brosur FullHope. Semoga saja jiwa mereka terpanggil, dan segera bergabung dengan kami, demi kepentingan dunia." Kini Derau menganggap semua kejadian ini sebagai suratan takdir. Seberapa besar dorongannya untuk bunuh diri, sang takdir takkan pernah diam. Dia akan menjulurkan tangan-tangan pertolongan kepada orang-orang yang tepat. Disini, di FullHope, Derau akan menjalankan tekadnya sesuai dengan yang diimpi-impikan selama ini. Waktunya tak banyak, ia hanya memiliki beberapa butir satuan bulan. Namun niatnya sangatlah tulus, merubah waktu yang singkat ini menjadi amat berarti, penuh satuan makna. Glosarium/Footnote: Hepatoma: Kanker hati primer yang diakibatkan dari sel-sel di dalam hati. Tiens, bonjour: Ucapan salam dalam Bahasa Perancis, artinya 'Hai, selamat pagi..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN