Cobaan Apa Lagi?

741 Kata
            Dengan senyuman merekah Bela menyambut kedatangan Gadis yang baru masuk ke dalam kelas. “Selamat pagi” sapa Bela menggerakan tangannya kearah Gadis.             Gadis membalas senyuman Bela, ia menaruh tasnya ke atas meja. “Ada apa dengan senyumanmu hari ini?” tanya Gadis curiga, semenjak kejadian di Mall waktu itu rasa respect Gadis pada Bela berkurang. Sampai saat ini Gadis bertanya-tanya kenapa Bela harus berbohong padanya?             “Astaga, kenapa kamu berpikiran seperti itu? Aku sedang senang, karena sekolah kita masuk ke babak semi final” cerita Bela. “Ya, aku berhasil! Huft ... akhirnya aku akan mendapatkan hadiah” ceplosnya membuat Gadis memicingkan mata.             “Papamu akan memberikan hadiah?” tanya Gadis, tanpa sadar Bela mengangguk. “Jadi sekarang dia tidak memarahimu lagi?”             “Bu-bu-bukan dari papaku tapi dari mama, huh ... papaku itu kan galak sekali, mana mungkin dia melakukan hal itu untukku?” Bela mencoba meyakinkan.             Gadis membuang wajahnya, namun ia teringat sesuatu lalu kembali bangkit. “Aku ke perpustakaan dulu, jika nanti Bu Linda mencariku tolong beritahu jika aku sedang mencari buku ya” pinta Gadis pada Bela.             Dengan segera Gadis berlari menuju perpustakaan, ia lupa jika Bu Linda menyuruhnya untuk memfoto copy buku Sejarah yang ada di perpustakaan.             Bela melirik ponsel Gadis, terlihat ada sebuah pesan untuknya. Tertulis nama Papa yang mengirimkan pesan, kini Bela sangat ingin tau ia mulai meraih ponsel Gadis secara perlahan namun sosok Bianca yang berjalan tanpa sengaja menyenggol tubuhnya membuat ponsel Gadis terjatuh tepat di kakinya.             Bianca melirik Bela, ia segera mengambil ponsel Gadis dan membaca pesannya. “Apa? Gadis akan punya adik? Hahaha gila, ayah Gadis memang seorang hypersex” kekeh Bianca. Bela segera merebut ponsel dari tangan Bianca dan kembali menyimpannya di tempat semula.             Sepuluh menit berlalu, Gadis kembali ke dalam kelas. Namun sangat mengejutkan, Bu Linda malah memarahi dan melarang ikut pelajarannya.             Gadis benar-benar merasa kesal, akibat terlambat masuk ke dalam kelas di pelajaran sejarah kini dirinya harus rela berdiri di depan kelas tanpa diizinkan untuk mengikuti pelajaran. “Apa Bela tidak bilang jika aku berada di perpustakaan?” batin Gadis.             Selama empat puluh lima menit Gadis berdiri di depan kelas, hingga akhirnya bel pelajaran pertama selesai dan ia bisa kembali masuk ke dalam. Dengan wajah kecut Gadis duduk disamping Bela tanpa mengucapkan sepatah katapun.             “Aku sudah beritahu Bu Linda, tapi dia tidak perduli” ucap Bela sedikit berbisik.             “Ah sudahlah” Gadis mengeluarkan bukunya. ***             Terdengar kericuhan dari koridor sekolah, beberapa pasang mata malah terus melihat perkelahian antara dua wanita yang saling menjambak rambut lawannya. Perkelahian ini terlihat sangat sengit tanpa ada yang mau mengalah.             “Dasar Gadis gila!” teriak Bianca kembali menjambak rambut Gadis.             “Kali ini aku tidak akan diam!” balas Gadis berteriak dan tanpa ampun mengunakan kedua tangannya untuk merusak rambut Bianca.             Langit yang baru turun dari lantai dua melihat kejadian ini segera melerainya. “Ada apa ini? Kenapa tidak ada yang memisahkannya?” teriak Langit pada kerumunan yang hanya menonton. “Gadis hentikan!!” perintah Langit namun sama sekali tidak ia perdulikan. “Gadis hentikan!!” teriaknya lagi.             Akhirnya Gadis melepaskan rambut Bianca, meskipun ada beberapa helai yang tersangkut ditangannya.             “Gadis gila! Seharusnya kamu tidak sekolah disini! Kamu menyeramkan!” pekik Bianca, “Aku akan melaporkannya ke ruang BK” ancam Bianca, membalikkan tubuhnya dan meninggalkan Gadis.             “Kalian semua bubar! Tidak ada gunanya!” ucap Langit gusar. “Apa yang terjadi?” tanya Langit pelan. Namun Gadis tidak menjawabnya, ia malah berjalan begitu cepat tanpa sedikitpun menoleh Langit.             “Apa yang terjadi?” tanya Langit pada Susi yang berdiri tak jauh dari posisinya.             “Aku juga kurang paham, yang aku dengar Bianca bicara mengenai mama Gadis yang sudah tua. Aku sepertinya mendengar Bianca juga membahas soal adik” cerita Susi.             Langit penuh kebingungan, bertanya pada Susi juga tidak memberikan informasi yang akurat. “Terimakasih” ucap Langit langsung berlari mengejar Gadis. “Aku baru lihat dia semarah itu, apa Bianca membahas masalah keluarga Gadis? Atau jangan-jangan Bianca itu yang memasang berita di mading?” gumam Langit sambil terus berlari mengejar Gadis keluar sekolah.             Setelah jarak mereka sudah dekat, dengan cepat Langit menarik lengan Gadis berusaha menghentikan langkah kakinya. Langit memeluk tubuh Gadis erat, sedangkan Gadis sudah tidak mampu lagi menahan air matanya. “Ada aku, tenanglah” ucap Langit.             Gadis menangis dalam pelukan Langit, “Aku tidak pernah peduli jika mereka mengejekku atau papa, tapi jika ada yang mengejek mamaku itu sama sekali tidak dapat aku maafkan” cerita Gadis sambil terisak-isak.             “Tenanglah, ayo kita pulang saja” ujar Langit, melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Gadis. “Jika kamu menangis di area terbuka seperti ini akan ketahuan jika sebenarnya kamu ini cengeng” Langit mencolek ujung hidung Gadis. “Tunggu di sini, aku akan membawa motor dulu” pesan Langit diangguk Gadis. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN