Pukul sepuluh pagi, Mila telah selesai membuat tahu walik lima puluh biji dan es buah dalam rantang stainless yang sangat segar. Setelah menyiapkan semua makanan yang dibuatnya sejak Prima berangkat kerja, Mila memutuskan untuk membawa makanan itu ke kantor Prima. Ia ingin memastikan perempuan mana yang dibawa sang suaminya ke motel siang-siang kemarin.
Mira mengganti pakaiannya dengan tunik warna ungu dan celana panjang warna hitam, ia memadukannya dengan kerudung warna hitam yang membuat wajah putihnya semakin bersinar.
Meski ucapan Prima tadi pagi masih terngiang jelas di telinganya, Mira tak peduli. Ia tak mau duduk diam menunggu dan berpura-pura bodoh. Sudah cukup ia mengalami kesakitan selama ini, kini ia akan berjuang membuktikan bahwa dirinya bukan patung yang bisa sekenanya saja orang permainkan dengan hinaan atau perlakuan tak menyenangkan lainnya.
"Mbak Mira, cantik sekali, mau ke mana?" tanya salah satu teman kostnya, bernama bu Tarmi. Bu Tarmi ngekost dengan suaminya sudah lima tahun di sana, mereka terpaksa keluar dari desa setelah sawah milik keluarga dijual dan dibagi rata sesama saudara. Sayang, uang itu tak cukup untuk menghidupi tiga orang anaknya di Desa, jadi pasangan itu nekat ke Surabaya dan berjualan sate madura ketika malam hari.
"Mau ke kantor suami, bu. Tadi kebetulan beli tahu murah cukup banyak, saya buat gorengan dan mau bagikan ke teman-teman suami di kantornya," jawab Mira.
"Ya udah, hati-hati, ingat lagi hamil," kata bu Tarmi.
"Njeh, bu," jawab Mira dengan senyuman.
Mira berlalu dari sana dan masuk ke dalam taksi online yang telah dipesannya. Taksi tersebut melesat langsung ke sorum di mana sang suami bekerja. Sampai di sana, Mira disambut ramah oleh satpam, bahkan makanan serta minumannya dibantu dibawakan. Rupanya hari itu, banyak pelanggan yang juga sedang service mobil mereka.
"Pasti sepi ya, banyak sales yang keluar kalau siang gini, kan?" tanya Mira pada satpam ketika mereka berjalan masuk ke dalam.
"Nggak juga, masih ada beberapa sales di dalam, kebetulan banyak pelanggan yang langsung beli hari ini," kata satpam tersebut kepada Mira.
"Syukurlah, jadi bisa dicicipi gorengan sederhana saya," jawab Mira.
"Bisa saja ibu Mira ini, kemarin aja kuenya enak sekali, apalagi lumpianya. Wow juara," kata satpam tersebut kembali. Mira tersenyum. Saat mereka memasuki sorum tersebut, langkah kaki Mira langsung terhenti saat matanya menangkap Prima sedang berbicara dengan perempuan yang sama seperti yang dilihatnya kemarin. Sebenarnya mereka tak berdua saja, Prima sedang berbicara soal penjualan pada lima orang sales di hadapannya. Tapi sosok perempuan yang membuat Mira patah hati itu kini juga sukses membuat d**a Mira berdebar-debar sampai-sampai ia tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh satpam di sebelahnya.
Mira pikir, ia akan kuat menghadapi perempuan yang dikencani suaminya diam-diam itu, nyatanya kakinya gemetaran dan ia merasa akan jatuh tak lama lagi.
"Sayang, kamu kok di sini?" wajah Prima yang kaget itu dan sudah berdiri di hadapannya membuat Mira menoleh patah-patah ke arahnya. Mira memaksakan diri untuk tersenyum ke arah suaminya. Mira berusaha menguatkan diri.
"Aku lelah, mas, mau duduk," jawab Mira. Prima gegas membawanya duduk di salah satu sofa yang dekat dengan beberapa mobil yang dipajang.
"Mir," panggil Prima kembali. Perasaan Prima tak karuan saat ini, ia ingin sekali marah kepada Mira karena telah melanggar apa yang telah ia perintahkan sebelumnya.
"Ada penjual tahu murah di depan kost, aku kasihan karena tahunya masih banyak, jadi aku beli cukup banyak. Lalu aku bikin tahu walik dan es buah. Kamu tahu kan banyak buah yang kamu beli di supermarket lusa kemarin. Kamu kurang suka buah, dan aku tak sanggup menghabiskannya, jadi dari pada mubarzir, aku membuat es buah dan dibagi-bagikan ke semua penghuni kost. Masih sisa banyak, akhirnya kubawa ke sini," jelas Mira.
"Tapi kamu sedang hamil," kata Prima beralasan.
"Pak, bagikan makanannya buat mereka, mumpung masih anget," kata Mira pada pak satpam yang mengangguk senang, lantas bergegas menuju beberapa sales yang sedang berkumpul.
Kebetulan sorum dimana Prima bekerja sangat besar dan luas, selain dilengkapi dengan bengkel resmi, ada coffee shop dan mini market, ada juga taman bermain anak-anak, taman bermain yang difungsikan untuk pelanggan yang sedang service mobil dan membawa anak-anak mereka. Kantor pegawai ada di di lantai atas.
Melihat beberapa rekan Prima senang dengan apa yang dibuat oleh Mira, Mira menoleh ke arah suaminya yang tampak gelisah, "kamu gak berniat ngenalin aku ke rekan-rekanmu, mas?" tanya Mira. Wajah Prima tampak bingung dan terkejut. Prima menoleh ke arah rekan-rekan kerjanya sejenak, ia kesal karena July tak juga pergi dari tempatnya, malah terlihat enjoy menikmati gorengan dari Mira. Padahal Prima sekarang ini sudah ketakutan setengah mati, ia sungguh takut sekali kalau hubungan gelapnya terendus Mira.
"Mas," tegur Mira lagi.
"Apa gak sebaiknya kamu langsung pulang saja? Katanya kamu lelah? Aku bisa ijin bentar buat keluar ngantar kamu balik ke kost," kata Prima.
"Nggak lah mas, seenggaknya kamu harus kenalin aku dulu sama mereka," kata Mira. Wajah Prima makin kalut mendengarkan ucapan sang istri.
"Tapi,"
"Mereka ke sini, mas," kata Mira senang, iq berdiri menyambut teman-teman Prima.
"Makasih bu, dari kemarin kita dapat camilan enak," salah satu sales laki-laki memulai bicara."Kita belum kenalan, loh, kita kenalan ya, biar makin akrab," kata Mira seraya mengulurkan tangannya dan disambut hormat serta segan oleh rekan-rekan Prima. Mira menyebutkan namanya ketika ia menyalami rekan-rekan Prima satu per satu, mereka juga menyebutkan namanya saat menjabat tangan Mira. Tiba saatnya Mira mengulurkan tangan di hadapan July. July hanya memandang Mira yang tersenyum ke arahnya, ia ragu menjabat tangan Mira di udara, perasaannya tak menentu sama sekali sekarang ini. Ia melirik sekilas ke arah Prima yang mengangguk ke arahnya. Setelahnya July menyambut uluran tangan Mira seraya menyebutkan namanya.
"Namanya cantik, kayak orangnya," puji Mira basa basi. July hanya tersenyum tipis dan menunduk sejenak. Ada gelanyar aneh yang ia rasakan sekarang, berhadapan langsung dengan istri sah pujaan hatinya, tak pernah dibayangkan oleh July kalau Mira akan memperkenalkan diri seperti ini kepadanya. Luar biasa gugup dirinya sekarang ini.
Prima kemudian meminta istrinya duduk, rekan-rekan Prima juga menyusul duduk di sekitar mereka, membuat Prima kesal bukan main.
"Pasti susah ya bu di Surabaya, jauh dari saudara, apalagi pak Prima kerja pulang sore, hanya sabtu minggu saja bisa dirumah," kata lelaki yang lainnya.
"Sering lembur di hari sabtu dan minggu, sama aja," kata Mira.
"Lembur? Pak Prima dan ibu punya usaha sampingan? Kok lembur saat weekend?" tanya lelaki itu lagi. d**a Prima dan July berdebar hebat, mereka takut ketahuan.
"Iya, mas Prima sering keluar kota, kan? Meeting dan lain-lain," kata Mira. Wajah para rekan Mira heran membuat Mira yakin kalau selama ini sang suami sering membohonginya.