30. Mendatangi Rumah Lama Sarah

1941 Kata
Lee memandang keluar jendela, sudah hampir pagi, kemudian mengotak ngatik di ponselnya. " Ya hello.." jawab seseorang di hujung sana, suara gadis itu masih terdengar serak karena baru bangun tidur. " Abi.. maaf ganggu kamu.." ucap pria itu serba salah. " Abi, aku mau bilang kalau nanti, bisa tidak kalau kamu saja yang menemui Mr Nando.." " Kenapa.." " Aku ada urusan mendadak, Abi.." Gadis itu tampak menghela nafas sebelum berkata-kata. " Okay.." Lee memutar tubuhnya dan melihat Cristal yang tertidur di atas ranjangnya. Kata kata Nick tadi malam terus berputar dalam fikirannya, benarkah Nick mengenali gadis itu? " Aku harus menyelidiki siapa gadis ini sebenarnya!" *** Dylan dan Sarah sudah sampai di markas sebaik saja turun dari mobil Sarah tampak terus memeluk lengan Dylan. Dia takut pada pria itu, namun juga takut keadaan sekitarnya, dimana pengawal disana memandang tajam padanya. " Tuan.." Sarah semakin memeluk erat lengan Dylan membuat langkah pria itu menjadi aneh dan sangat pelan. " Kenapa mereka menatapku seperti itu.." Dylan hanya menghela nafas tanpa menjawab. Sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan, Sarah yang sejak tadi sudah ketakutan bertambah ketakutan melihat pintu itu berwarna gelap. " Argh!" Teriak kesakitan seseorang yang entah berasal dari mana, suara tariakan itu saling bersahutan. Sarah menjauhi Dylan karena pria itu sudah memandangnya dengan tajam saat ini. " Masuk ke dalam.." Sarah menggelengkan kepala karena mengira suara itu berasal dari dalam sana. " Saya mau ikut tuan saja.." jawab Sarah dan kembali memeluk pria itu. " Benar kau mau ikut ke ruang penyiksaan.." Dykan tersenyum sinis pada gadis itu. Gadis itu hanya menatapnya tanpa kata kata. " Pengawal jaga dia.." Dylan sedikit menolak tubuh gadis itu lalu melangkah pergi. " Tuan—" " Ayo masuk Nona.." kata seorang pengawal sambil menunjuk kearah ruangan yang ingin di hindari gadis itu. Dan yang satu lagi pengawal membuka pintu ruangan itu. " Silakan Nona.." Dengan kaki yang sudah seperti jeli karena gementaran takut, Sarah memutar tubuh melihat ruangan itu. " Ini kamar?" *** Brian tersenyum melihat pria yang sudah terikat tak perdaya itu. Semantara itu, pria yang terikat itu memandangnya heran dan bingung, apa kesalahannya sebenarnya? " Brian Samuel.." kata pria itu yang merupakan adalah Luis Wiliam. " Apa maksudmu melakukan ini.." Brian tertawa sinis, berani sekali pria itu berpura pura tidak tahu. " Hanya mempunyai markas dan pangkat seperti ini, bangga.." ejek Brian sambil mengambil foto keluarga pria di atas meja. " Ini istrimu.." " Jangan apa apa kan mereka.." pria itu berontak dari ikatannya. " Lepaskan.." Brian kembali tertawa, lalu mendekati pria itu. " Aku tak akan apa apa kan sesiapa kalo tidak ada yang berani mengangguku lebih dulu.." Dan detik itu juga Luis Wiliam seperti menyadari sesuatu. Ya, karena rencana untuk menangkap gadis itu gagal, pasti pria yang sudah membayarnya itu terasa terancam, dan dia ingin di melenyapkan. " Sepertinya kau sudah sadar kesalahanmu.." Ejek Brian sambil menjauhi pria itu. " Pintar juga dia dengan menjadikan aku kambing hitamnya. Brian mengerutkan keningnya mendengar kata pria itu, apa maksudnya? " Selama bertahun tahun, mafia paling berpengaruh seperti kalian, berhasil di tipu! Lemah...!!" Brian mengepalkan tangan mendengar hinaan itu. " Sial... Gantung dia.." " Hahaha... Mafia bodoh...!!" Teriaknya kemudian tertawa terbahak bahak. " Lepaskan aku.." Dia berontak lagi saat dia di paksa untuk berdiri. " Lepaskan aku, sialan..!" Brian tertawa kecil, saat leher pria itu sudah berada di tengah tengah tali yang tergantung di atasnya semantara di hujung sana sudah ada dua orang pengawal bersedia menarik tali tersebut. " Selamat tinggal, Luis Wiliam.." Brian tertawa mengejek sambil melambaikan tangan. " Setelah kematianku, maka kebusukan orang itu akan terkubur selamanya.." Brian terdiam sambil memberi isyarat, agar dua pengawal itu tak menarik tali tersebut. Dia mendekati pria itu dengan rahang mengeras, dia geram dengan pria itu seperti sengaja ingin bermain main dengannya, namun di saat yang sama setiap kata yang keluar dari mulut Luis Wiliam seperti sebuah kode, Apa maksudnya? " Apa maksudmu sialan.." Brian mencengkam kerah kemeja Luis Wiliam dengan kasar. Luis Wiliam tertawa pelan lalu berkata. " Terkadang orang yang paling dekat dengan kita.. itulah penjahat yang sebenarnya.." Brian mengerutkan keningnya, tak faham. " Hey sialan.. apa maksudmu.." " Dia ingin membalas dendam karena kalian sudah membuat adi—" Kata kata pria itu tertahan saat matanya menangkap sosok seseorang dari jendela, pria itu berhoodie hitam, dan jelas Luis Wiliam melihat pria itu sedang tersenyum mengejek kearahnya. Brian yang menyadari Luis Wiliam sedang berbalas pandang dengan seseorang menoleh belakang. Namun belum sempat dia melihat pria itu dengan jelas, tiba tiba sebuah peluru pistol melayang menuju kearahnya. Brian terus mundur beberapa langkah ke samping sehingga peluru itu tak mengenainya. Namun sebaliknya peluru itu mengenai orang lain. " Argh!" Teriak Luis Wiliam kesakitan. Dan orang di luar sana memang sasaran bukan Brian melainkan Luis Wiliam, Pria itu sudah hampir membuka rahsianya. " Kejar orang itu.." teriak Brian dan menghampiri Luis Wiliam yang terluka parah. " Hey! Bangun.." dengan tak berperasaan Brian menarik kerah kemeja pria itu lagi. Luis Wiliam terbatuk batuk, darah terus mengalir keluar dari mulutnya, dan luka tembak di lehernya juga terus mengeluarkan darah. " Tolong jangan apa apa kan keluargaku, mereka tak mengetahui apa apa.." kata Luis Wiliam dengan suara terputus putus. " Dendam masa lalu.." kata Luis Wiliam dengan suara tak jelas. " Tiga belas tahun lalu.." Brian terus menanti kata kata yang keluar dari mulut pria itu dengan sabar. " Dia ingin membalas kematian di bayar kematian.." Luis Wiliam terbatuk batuk lagi. " Hey!" Menyadari Luis Wiliam sudah meninggal Brian melepaskan begitu saja. " Tiga belas tahun lalu? Kematian harus di bayar kematian?" " Tuan.." dua orang pria dengan nafas terputus putus menghampiri Brian. " Orang itu berhasil melarikan diri." Brian tak menjawab karena masih sibuk dengan fikirannya sendiri. " Tiga belas tahun lalu? Sebentar!" Brian terus memandang ke depan. " Sonya!" Brian menggelengkan kepala tak percaya. " Berarti orang itu adalah..." " Tidak mungkin.." Ponselnya yang berbunyi di dalam saku celananya, membuat pria itu tersadar dari lamunannya. Dia merogoh ponsel dalam saku celananya dan melihat layar ponselnya. 'Dave' " Ada apa, Dave.." " Saya sudah menemukan keluarga angkat gadis itu, tuan.. tapi sepertinya kita terlambat, berapa hari yang lalu, keluarga itu dibunuh oleh perompak.." *** Sarah terduduk di hujung ranjang sambil memainkan jarinya, dia tampak ketakutan berada dalam kamar itu. Hingga kemudian pintu kamar itu terbuka dari luar. " Kalian pergilah.." kata seseorang di depan pintu. Sarah sangat mengenal suara itu, dia terus beranjak dari duduknya dan berlari ke pojok dekat meja lampu. Dylan dengan wajah di penuhi darah, bahkan sampai di atas kepala pria itu terdapat banyak sekali potong potongan daging kecil. Dia memandang Sarah yang sedang memandang ketakutan kearahnya. " Hey gadis kecil.." Sarah mundur ke belakang bahkan belakang gadis itu sudah menempel di dinding. " Sini.." Sarah masih tak beranjak dari duduknya, dia sangat takut melihat Dylan yang di penuhi darah, untung saja pria itu berpakaian warna hitam sehingga darah tak kelihatan di kemeja yang dia kenakan, namun pakaian pria itu basah! Sarah memandang tangan pria itu dan jari jemari pria itu yang mengeluarkan darah, namun Sarah tahu itu bukan darah Dylan. Kira kira berapa orang yang dibunuh pria itu tadi subuh. " Aku tak akan berbuat kasar padamu, sekiranya kau jadi gadis penurut." Sarah beranjak dari duduknya, dan menghampiri pria itu dengan langkah berat. Dylan yang berdiri tak jauh dari gadis itu, merasa puas melihat ketakutan Sarah. " Buka.." Sarah mendongak memandang pria itu, kedua alisnya sampai berkerut karena tak faham. " Jasnya, tuan.." Dylan hanya diam, namun dia mengangguk mengiyakan. Sarah dengan teliti membuka jas tersebut, karena tak mau menerima hukuman dari Dylan. " Sudah tuan.." " Buang saja jasnya.." Sarah melangkah menghampiri tong sampah dan membuang jas mahal itu. " Ayo!" Sarah menoleh dan melihat pria itu sedang menunggunya depan pintu kamar mandi. " Kemana, tuan.." Dylan tak menjawab, mau tak mau Sarah harus mengikuti pria itu. " Buka pakaianmu.." Sarah terdiam seketika, namun detik kemudian dia tetap membuka pakaiannya, hingga tersisa bra dan celana dalam saja. Dylan yang berdiri di bawa shower menatap gadis itu dan tersenyum. " Kemarilah.." Sarah menurut, Dylan membawa tangan gadis itu ke dadanya. Faham apa yang di inginkan pria itu, perlahan Sarah membuka butang kemeja Dylan satu persatu. Ketika semua butang sudah terbuka, Sarah mendongak, dan pandangan tertuju pada jakun pria itu yang bergerak karena meneguk salivanya. " Kenapa.." Sarah terus menggelengkan kepala. " Sudah, tuan.." Dylan membuka sendiri kemejanya lalu di buang dengan asal. " Celana saya lagi.." " Celana?" " Iya kenapa? Kau menolak?" Dengan cepat Sarah menggelengkan kepala, lalu berjongkok di bawa pria itu. Dylan sampai menahan nafas saat tangan gadis itu menyentuh benda sensitifnya. " Kaki anda, tuan.." Dylan mengangkat sebelah kakinya, dan Sarah terus melorotkan celana pria itu. " Apa saya sudah bisa keluar, Tuan.." Gadis itu memilin milin jarinya dengan cemas, takut pria tertingkah lagi. Dylan melihat kegugupan dan ketakutan bersamaan di wajah gadis itu. " Temani saya mandi.." **** Natasha menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman sumringah. Bahkan sampai melompat keatas tubuh pria itu, untung saja Brian dengan cepat menangkapnya. " Aku sangat merinduimu.." Natasha mencium muka pria itu berkali kali. Brian tertawa pelan sambil berjalan menuju ranjang. Dan membaringkan tubuh Natasha di ranjang yang menempel ditubuh seperti koala. " Bae.." Natasya merengek manja, dan menarik pria itu lagi. " Aku mandi dulu ya.." Natasha tak menjawab, namun bibir wanita itu maju ke depan, dia sedang merajuk. " Okay okay.." Brian mengalah dan merebahkan tubuh di sebelah istrinya. Natasha terus masuk di pelukan Brian, dan mengedus aroma dari tubuh pria itu. Brian berdeham, sebenarnya tujuan pulang lebih awal itu karena ingin meminta izin dari istrinya, dan berharap wanita itu mengizinkan. Dia ingin mendatangi kediaman keluarga Sarah, sekalipun keluarga gadis itu sudah meninggal namun, siapa tahu kalau langsung mendatangi rumah itu, dia akan mendapat petunjuk. " Kenapa, Bae." " Aku mau minta izin kalo boleh aku mau—" " Aku tidak izinkan.." sela Natasha sambil memberi tatapan maut kearah suaminya. Brian sudah menduga itu. " Sayang.. aku fikir gadis tawanan Dylan bukan—" " Aku sudah menduga kamu menyukainya dalam diam.." lagi lagi wanita itu memotong kata kata Brian. " Kamu salah faham, honey.." Natasha berontak dalam pelukan Brian, dia berniat ingin melepaskan diri, tega sekali Brian berani membela tawanan Dylan di hadapannya. " Okay.. Okay.. ayo tidur .." Brian mengeratkan pelukannya di tubuh isterinya. " Tega sekali kamu ." Isak wanita itu. Brian menghela nafas berat. " Maafkan aku, sayang.." Brian sengaja mengalah walaupun tak faham kenapa wanita itu tiba tiba malah menangis. Kepala Natasha yang ada di bawa dagu pria itu mencoba mendongak, namun terus di halang Brian. " Tidur ya.." bujuk pria sambil memberikan kecupan di kepala wanita itu beberapa kali. " I love you.." " I love you too, Sayang.." Natasha membalas pelukan Brian sambil mencium aroma tubuh pria itu. Tak berselang lama, kuping telinga Brian mendengar dengkuran halus dari bibir wanita itu. Brian perlahan bangun, dan mengecup lagi dahi wanita itu. " Aku merasa semua masalah yang datang saling berkaitan.." gumam pria itu. " Aku harus ke tempat itu.." **** " Tuan, ada berita penting.." lapor seorang pengawal pada pria paruh baya yang saat ini sedang sarapan. " Apa?" " Tuan Brian.. ingin mendatangi rumah keluarga angkat gadis itu." " Biarkan saja, bukankah, teman pengkhianat mereka itu sudah membereskan keluarga angkat gadis itu.." " Tapi tuan Brian peka dalam segala hal, bahkan sejak awal dia adalah satu satunya orang tak begitu percaya pada gadis itu, bawa dia adalah anak anda.." Pria paruh baya itu terdiam, benar juga! " Lagipula, tuan .. dia sendirian mendatangi rumah itu, karena tak ingin di ketahui teman temannya.." Pria itu tersenyum sinis. " Bagus! Siapkan mobil.." ~ Bersambung ~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN