08. Trauma

1381 Kata
Natalie melihat kepergian Dylan yang hanya bertelanjang d**a, dengan kedua tangannya yang masih di penuhi darah, sebaik saja sosok Dylan hilang dari pandangannya, dia bergegas masuk ke ruangan penyiksaan. Seperti yang ada dalam fikiran Natalie sejak tadi, kini benar benar terjadi, ia terperangah melihat gadis tawanan Dylan berlumuran darah, organ organ manusia juga di atas tubuh gadis malang itu. " Dylan sudah membunuhnya." Gumam Natalie tak percaya. Tapi detik kemudian, dia melihat d**a telanjang gadis itu naik turun, tanda dia masih hidup. " Oh tuhan.." Natalie terus berlari mendekati gadis itu dan menyingkirkan yang ada atas perut dan d**a gadis itu. Natalie buru buru melepaskan jaketnya dan di pakaikan ke tubuh gadis malang itu. Dia melihat ke sebelah gadis itu, dan melihat perut pria malang itu yang robek, Natalie menggelengkan kepala, Dylan benar benar psikopat! " Nata.. ayo kembali ke rumah utama.." kata Nick yang memasuki ruangan itu. " Kenapa gadis itu? Dylan sudah membunuhnya?" Tanyanya kaget melihat keadaan gadis itu yang bukan saja kacau tapi juga berlumuran darah. " Dylan benar benar keterlaluan.." geram Natalie tiba tiba mengasihi nasib gadis malang itu. " Nick, angkat dia.." " Kenapa harus aku?" Tanya Nick sama sekali tak merasa kasihan, malah dia setuju dengan apa yang di lakukan Dylan pada gadis itu. " Ayolah, Nick.." Nick dengan terpaksa mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke rumah utama. *** Dua hari berlalu.... Abigail memperhatikan gadis malang itu yang sudah seperti orang gila, dia terduduk di hujung kasur sambil menggigit kukunya sendiri, rambutnya yang juga acak acakan. Awal gadis itu di bawa Nick kerumah utama, siangnya dia berteriak histeris setiap melihat penghuni rumah mendatangi kamarnya, dan pada malam harinya, dia mengalami demam tinggi. Dan seperti sengaja Dylan mendatangi kamar gadis itu hampir setiap saat, Walaupun sudah di larang oleh Nick dan yang lain, Namun pagi itu, Dylan langsung tak datang mengganggunya. " Pergi! Pergi.." teriak Sarah saat melihat kehadiran Abigail di kamarnya. " Saya tidak akan menyakitimu.." Abigail menghampiri ranjang Sarah. Sarah menggelengkan kepala, dia tak mempercayai sesiapa sudah sekarang. " Pergi.." lirih Sarah dengan linangan air mata di pipinya. " Tolong tinggalkan saya sendiri.." Abigail yang tak tega melihat ketakutan di mata gadis itu, dia beranjak dari duduknya. " Baiklah, tapi sebentar lagi akan ada pelayan datang menghantar makanan.." Abigail berkata datar tiada senyuman sama sekali. " Kamu makan biar cepat sembuh.." walaupun dia berkata datar tapi dia berbicara tulus. " Saya permisi.." Sarah tak peduli, kesendirian baginya lebih baik. Abigail menghampiri pelayan dan menyuruh menghantar makanan ke kamar Sarah. Pagi itu, rumah megah itu tampak masih sunyi, semua masih sibuk dengan urusan masing masing, seperti biasa, pukul tujuh pagi, Kim, Nick dan Natalie akan kembali ke rumah utama. Baru saja dia memikirkan ke tiga temannya itu, terlihat sudah batang hidungnya, tapi mereka dengan wajah lesu dan lelah terus saja menuju kamar masing masing. Rumah megah itu sebenarnya tak pernah kosong, Kalau di siang hari, ada kitm, Nick dan Natalie yang akan berkurung di kamar sepanjang hari dan pergi ketika hari sudah mulai malam, dan di malamnya pula, ada Dylan, Brian dan Natasha. Semantara Lee mahupun Abigail lebih sering di apartment, walaupun terkadang mereka juga menginap di rumah itu. Abigail menghampiri mobilnya yang sudah di siapkan supir, tanpa mengucapkan apa apa dia terus masuk. Setelah mobilnya keluar dari gerbang tinggi itu, tak jauh dari sana dia melihat mobil seseorang yang sangat dia kenali. " Apa yang di lakukan penjahat kelamin itu disini.." gumamnya geram. *** Suasana mencekam akibat kebakaran di markas tempat penyimpanan senjata haramnya yang berada di Turki, walaupun markas itu tak begitu besar tapi tetap dia rugi, senjata api semua terbakar tak terselamatkan. Melihat itu Dylan hanya bisa menarik nafas dalam, dia berusaha agar emosi tak menguasai dirinya. " Bagi pengertian pada para mata duitan itu." Kata Dylan pada Lee ketika melihat beberapa polis menghampiri mereka. Dylan meninggalkan Lee yang sedang berbicara dengan beberapa polis itu dan menuju kearah tempat terjadinya kebakaran itu. Ada yang aneh, seperti ada yang sengaja membakar markas tersebut. Tapi Dylan masih tak bisa menebak atas motif apa markas penyimpanan senjata haramnya itu di bakar. Hingga tiba tiba seseorang menghubunginya, Dylan terus mengambil ponsel dari dalam saku celana, dan melihat Brian yang menghubunginya. " Ya?" " Orang yang sama, Lan... Juan Marley.." kata Brian dengan suara serak. " Bukannya dia sudah tertangkap?" " Benar tapi bisa saja anak buahnya atau mungkin keluarga dekatnya yang melakukan.." Awalnya Dylan tak ingin ikut campur dan membiarkan anak buahnya yang menyelesaikan semua kekacauan itu tapi sepertinya sekarang tidak lagi, Juan Marley sudah sangat keterlaluan. Dylan tersenyum sinis kemudian berkata. " Perintahkan anak buahmu untuk menangkap seluruh keluarga Juan Marley.." " Baik.." Dylan yang kini sudah berada di lantai atas, perlahan menuruni anak tangga. " Bereskan kekacauan disini.." kata Dylan pada seorang pria berbaju hitam dengan tubuh tegapnya. " Baik, Tuan.." Kemudian Dylan tetap melangkahkan kakinya, Sehingga dia keluar kembali dari markas itu. Dia melihat Lee yang sedang memerintahkan anak buahnya untuk menjaga tempat itu dengan lebih tepat. " Kita kembali sekarang.." *** Brian hanya bisa memijat pangkal hidungnya kemudian memperhatikan Natasha yang naik turun atas pangkuannya. " Ahh!" " Tasya, berhenti dulu.." Brian memegang kedua pinggang gadis itu, menahannya dari terus bergerak. Setelah dua hari tak bertemu, entah kenapa gadis itu terlalu berlebihan yang katanya mau melepaskan rindu. " Kenapa sih kamu.." geram gadis itu yang terus bergerak bahkan sampai mengerang nikmat. " Pelankan suaramu.." " Ish!" Natasha memukul bahu itu dengan geram karena menganggu kesenangannya. " Diam kenapa sih kamu.." Brian di buat melongo dengan sifat posesif gadis itu. " Kamu yang kenapa?" Natasha mencebikkan bibir, dia sedang merajuk, Brian semakin melongo, sekian lama berteman baru sekarang dia melihat Natasha seperti itu. " Salah ya kalau aku melepaskan rindu pada kamu.." Bibir gadis itu sudah bergetar, matanya juga sudah berkaca kaca. " Padahal aku sangat merinduimu.." Brian masih tak berkata kata, dia masih shock dengan perubahan gadis itu yang bukan saja posesif tapi juga manja. " Ya sudah kita lanjut.." bujuk Brian yang langsung di tolak Natasya ketika Brian ingin menciumannya. " Aku sudah tidak ada mood ingin melanjutkan.." dia benar benar merajuk sekarang ini. " Ok, dia aku yang berkerja.." Brian tak mempedulikan bad mood gadis itu. " Aah!" Jerit gadis itu saat Brian menghentak kuat dari bawa. " Oh ya!" " Kamu suka.. hem?" Geram Brian yang terus memberi kenikmatan pada gadis itu. " Ya... Terus! Terus... Ahhh!" Hawa di mobil yang tadinya dingin karena AC, kini berubah menjadi panas. Tubuh keduanya mulai berkeringat, Brian bergerak dengan cepat dari bawa sehingga Natasha tak dapat menahan desahannya. Lupa mereka berada dimana, kedua menjerit bebas di dalam mobil, mobil itu juga ikut bergoyang. Mobil Brian yang sudah di halaman rumah hanya di perhatikan para penjaga, mereka melihat mobil tersebut bergoyang tak hanya itu bahkan suara aneh juga terdengar dari dalam sana, tapi mereka hanya menulikan telinga ketika mendengar desahan dan goyangan di mobil bos mereka, tidak ada yang berani menganggu apalagi menegur. Bahkan ada yang sampai meneguk saliva mendengar desahan mereka, terangsang dengan suara suara aneh dalam mobil tersebut. Semantara dalam mobil, Brian semakin mempercepatkan tusukannya ketika dia sudah hampir mencapai puncaknya. " Aaahh! Terus sayang.. yeah!" Brian menggeram saat dia sudah mencapai puncaknya, begitu juga Natasha yang mendesah panjang. " Aahhh!" Tubuh kedua bergetar hebat, dan Natasha terus ambruk di pelukan Brian. " Astaga!" Brian seakan tersadar lalu melihat keluar mobilnya yang masih tertutup kaca, dia melihat para penjaga yang seolah tak mendengar apa apa, tapi itu tak mungkin, fikir Brian. " kita lanjut yuk, Bae!" Kata Natasha sambil mengecup bibir pria itu dengan penuh nafsu. " Lanjut di dalam ya.." bujuk Brian lagi, bukannya mendengar gadis itu malah menunjukkan wajah sedihnya membuat Brian tak tega. " Janji deh, malam ini aku tidur di kamar kamu, dan kamu boleh peluk aku sampai pagi." Mata gadis itu terus berbinar binar terang mendengar kata pria itu. " Benar ya.." " Iya.. sekarang pakai celanamu.." Brian mengangkat perlahan tubuh gadis itu. " Ah!" Desah Natasya saat penyatuan mereka terlepas. Brian memindahkan gadis itu di sebelahnya lalu mengambil celana dalam Natasha yang ada di atas pahanya. " Pakai ini.." " Tidak perlu memakai dalaman! Jadi nanti tinggal di masukkan saja.." Ucap Natasha dengan nada sensual. Brian bingung menanggapi seperti apa? Jadi dia memilih diam saja. " Kok diam?" " Iya Honey.." — Bersambung —
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN