Nick memperhatikannya Anna yang keluar dari dalam mobilnya.
Dan pandangan pria itu tertuju pada lengan gadis itu yang memerah, itu karena ia terlalu kuat mencengkam lengan Anna tadi.
" Sebentar.." Nick menahan tangan gadis itu dan menarik kembali masuk ke dalam mobil.
" Kenapa, Tuan.." tanya Anna melihat pria itu mengelus lengannya dengan lembut.
"Apa masih sakit.." tanya pria itu dengan suara serak, Anna di buat salah tingkah dengan suara itu.
Nick memperhatikan wajah Anna dengan seksama sambil menekan ibu jarinya di lengan gadis itu.
" Auch!"
Nick tersenyum, ternyata gadis itu cukup payah saat menipu.
" Sakit.."
Alis gadis itu sampai berpaut karena sedang menahan sakit dan kesal.
Nick tanpa kata kata menarik tangan gadis itu, dan mencium lengan Anna yang memerah itu.
Anna terkesiap kaget, pria itu tampak menikmatinya, dia sampai menjilat dan menghisap lengan gadis itu.
" Apa masih sakit.." tanya Nick sambil mendongakkan kepala.
" Huh?" Anna memandang bingung kearah pria itu, karena terbuai dengan ciuman pria itu di lengannya, sampai dia tak mendengar apa yang di ucapkan Nick tadi.
Nick tersenyum, kedua pipi Anna terlihat jelas merona merah.
" Kamu jaga diri ya.." kata Nick kemudian, membuat gadis itu menyepitkan mata, heran, pria itu seakan mengucapkan selamat tinggal saja.
" Ini mungkin kali terakhir kita bertemu.." Nick yang sedang menyandarkan kepala di jok mobil melihat kearah Anna.
" Kenapa?"
" Seperti yang kamu tahu, aku bukan orang baik.."
" Kamu siapa sebenarnya.." Anna memandang Nick yang sedang meluruskan pandangan ke depan. " alApa karena kamu membunuh orang tadi siang ya?"
" Ya.. dan sebelum ini aku juga sudah biasa membunuh orang.."
" Tapi pasti ada alasannya bukan.."
Nick tersenyum dan memandang gadis itu lagi.
Anna seakan mau protes tak bisa bertemu lagi dengan pria misterius itu, tapi dia tak mau mengakuinya.
" Apapun alasannya, berdekatan dengan kamu, adalah bahaya.."
Kedua mata gadis itu membulat mendengar pengakuan pria itu, apa mungkin Nick selama ini menyukainya?
Namun yang di maksud Nick pula, adalah jika berdekatan dengan gadis itu, pasti membuat gadis itu dalam bahaya ke depannya.
" Maksudnya?"
Nick menyepitkan mata, karena gadis itu tiba tiba gugup.
" Aku tak mau kamu dan keluargamu berada dalam bahaya karena aku.."
" Oh itu.." Anna tertunduk, dia tampak kecewa. " Jadi soal.. penyelidikan di DA hotel gimana?"
Nick terdiam, dia tak mau mempercayainya namun, jika itu benar, dia tak akan memaafkan temannya itu.
Kehilangan dan jejak Jackson selama ini pasti karena ulah temannya itu.
Apa mungkin, pria itu juga yang telah mencelakai Brian waktu itu, sehingga Brian koma hingga saat ini.
Nick tersadar dari lamunannya saat tangan mungil tiba tiba memegang lengannya.
" Tuan.." Anna terus menarik tangannya dari lengan pria itu. " Maaf.."
Nick hanya terdiam.
" Oh ya.. sebelum resmi berpisah.." Anna menggigit bibir bawanya. " Aku.. aku.."
Nick tertawa kecil melihat wajah gadis itu yang lucu saat sedang gugup.
" Kenapa, Sayang.."
" Ini aku mau.." Anna semakin gugup saja bahkan untuk bicara dia tampak sudah tak sanggup, apalagi pria itu baru saja memanggilnya apa, sayang?
" Nama kamu siapa.." tanya Anna setelah bisa menguasai kegugupannya.
" Nick.." jawab pria itu sambil tertawa pelan,
Ternyata hanya itu yang mau di tanya gadis itu.
" Nick?"
" Iya.."
Kali ini, Anna pula yang tertawa, karena nama pria itu hampir sama dengan nama kakaknya.
" Kenapa?" Tanya Nick bingung karena gadis itu tertawa.
" Tidak.." jawab Anna. " Ok, aku turun ya.." Anna sedikit menolak pintu yang memang sudah sedia terbuka, namun dia terhenti.
" Ok Selamat tinggal.." Anna mendekati pria itu dan mencium tepian bibir Nick sekilas.
" Itu apa?" Tanya Nick sambil menahan kepala gadis itu.
" Ucapan selamat tinggal.." jawab Anna dengan polos dan memperlihatkan bibir Nick yang sedikit terbuka.
" Apa aku juga bisa melakukannya.." ucap Nick berbisik, sambil melihat mata gadis itu yang pandangannya tertuju ke bibirnya.
Tanpa aba aba pria itu langsung menyerang bibir gadis itu.
Anna yang semula ingin menolak pria itu, namun Nick tak membiarkan, sehingga Anna hanya bisa menurut.
Nick menarik gadis itu hingga bersandar di bahunya, tanpa melepaskan ciumannya mereka.
Ciuman pria itu benar benar liar, dia mengusap rahang gadis itu menjalar ke lehernya.
" Aahh!" Desah Anna di sela sela ciumannya.
" Nick, sudah aku.. hmpp!"
Nick hanya sebentar memberi Anna mengatur nafasnya.
Dia menggigit bibir mungil gadis itu, dan menerobos masuk lidahnya ke dalam mulut Anna lalu mengabsen setiap deretan gigi gadis itu.
Lama mereka melakukan, sehingga terdengar suara gadis itu yang mulai kehabisan, barulah Nick melepaskan ciuman mereka.
" Selamat tinggal.." ucap Nick ingin menggoda gadis itu.
Wajah Anna memerah sambil memegang bibirnya yang terasa tebal, karena tidak pria itu mengisap dan menggigit bibirnya tanpa ampun.
Melihat wajah menyebalkan pria itu, ingin rasanya dia memukulnya.
Anna mengangkat tangannya dan mau menampar pria itu.
Namun dengan santai Nick menangkap tangan gadis itu, lalu mengecupnya.
Anna terus menarik tangannya dan bergegas keluar dari mobil itu.
Hatinya tiba tiba berdebar debar melihat pandangan lembut pria itu.
Nick terkekeh pelan sambil memperhatikan gadis itu sehingga masuk ke dalam rumah.
Namun begitu gadis itu hilang dari pandangan, dia menghela nafas lalu memegang dadanya yang sedang berdetak laju.
" Perasaan apa ini?"
***
Wanita itu memandang ponselnya yang tidak ada pesan sama sekali dari suaminya.
Wajahnya tampak marah dan khawatir, dia mengirim pesan pada pria namun, masih tidak ada balasan.
" Awas kamu..!!"
Wanita itu membanting ponselnya ke lantai sehingga pecah.
Dia beranjak dari duduknya, lalu melangkah keluar dari kamar.
Dia akan menunggu para teman temannya, karena di antara mereka juga sama sekali tidak ada yang mengangkat panggilan darinya atau setakat membalas pesan darinya.
" Selamat sore, Nona.." sapa seorang pelayan.
Natasha hanya menjelingnya lalu melewati pelayan itu, kesabarannya sudah berada di hujung tanduk, dia siap memaki sesiapa saja saat ini.
Pistol di kedua tangan wanita itu, di taruh atas meja lalu duduk menyilangkan kakinya di atas sofa.
" Awas kalian semua.." kata wanita itu yang di dengar jelas oleh membantu di ruangan itu.
Kemudian mata tajam wanita itu menjeling kearah cctv camera di ruangan itu.
Dia mengambil pistol di atas meja dan menembak cctv camera itu.
Semantara seseorang yang sedang melihatnya lewat ponsel, hanya bisa mengurut pelipisnya melihat wanita itu menembak camera, dan rakaman cctv itu terus berubah gelap.
" Kalo seperti ini, tidak ada yang akan berani kembali ke rumah utama.." gumamnya pelan.
Wanita itu benar benar marah saat ini.
***
Sarah menutup pintu kamar dengan hati hati, lalu melangkah kearah lift, dia harus bisa melarikan diri, jangan sampai tertangkap lagi.
Namun betapa terkejutnya gadis itu saat dia keluar dari lift, melihat keadaan ruang tamu yang bagaikan terkena angin topan.
Dia hanya terperangah melihat Natasha yang sedang terduduk santai sambil menyuruh pengawal merosak sofa, dan foto foto yang tergantung cantik di dinding di banting ke lantai semua.
Semua pengawal yang sedang melakukan perintah dari Natasha sebenarnya sudah ketakutan, bagaimana tidak?
Semua yang mereka rosakkan itu adalah barang kesayangan tuan rumah yang lain.
Mereka tahu, nyawa mereka tinggal berapa jam lagi bertahan.
Sarah yang melihat itu terus berjalan mundur, dia kembali masuk ke dalam lift.
Dan melihat pria yang menghantarnya tadi ke apotik sedang berdiri dalam lift.
" Kamu mau kabur ya.." tanya pria itu dengan suara dingin.
Sarah hanya menggelengkan kepala.
" Jangan coba coba menipu.." pria itu mendekati Sarah lalu mencengkam lengannya.
" Auch! Sakit.." Sarah meronta minta di lepaskan. " Sakit, Hiks.. Hiks.."
Pria itu terpaku melihat gadis itu menangis lalu melepaskan lengan Sarah.
" Terus terang saja.. kamu mau kaburkan.."
Tanya pria itu kemudian.
Sarah memandang pria itu dengan takut, dia tak berani mengiyakan karena pria itu adalah teman Dylan.
" Kenapa kamu mau kabur dari Dylan.." tanya pria lagi, diamnya gadis itu, dia tau Sarah memcoba kabur dari Dylan.
Sarah tertunduk sambil memainkan jarinya, terlihat jelaskah jika dia mau melarikan diri dari Dylan.
" Kenapa kamu diam saja.." tanya pria lagi saat pintu lift terbuka. " Hey tunggu!"
Pria itu menarik lengan Sarah, sehingga gadis itu menabrak tubuhnya.
" Kalung itu?" Lirih pria itu dan pandangannya fokus ke leher gadis itu.
Sarah terus menyilangkan tangan di dadanya, dan tanpa sadar tangannya menyentuh sesuatu yang bergantung di lehernya.
" Huh?" Dia tampak bingung sambil memegang kalung kesayangannya itu.
Namun bukankah kalung itu sudah di ambil Dylan, kenapa sekarang ada padanya?
" Aku akan memberitahu Dylan, kau mengambil kalungnya.." ancam pria itu sambil merogoh ponsel dari dalam saku celananya.
" Tidak, jangan.." hidung gadis itu kembang kempis dengan bibir bergetar sambil menahan kedua tangan pria itu. " Jangan bilang sama dia, aku belum mau mati.."
" Cepat atau lambat Dylan pasti akan membunuhmu juga.."
" Tapi tidak sekarang.. aku mau melahirkan ana—"
Sarah terus membungkam mulutnya sendiri, dia hampir saja keceplosan.
" Melahirkan?" Tanya pria itu dengan kedua mata membulat. " Jangan bilang kamu sedang hamil?"
~ Bersambung