Dylan yang sedang memangku laptop memandang Sarah seketika, gadis itu tertidur di atas lantai tanpa selimut.
" Seharusnya aku tak merasa apa apa melihat gadis itu tersiksa.." gumam Dylan dan kembali menatap laptopnya.
Tapi dia tak dapat berkomunikasi dengan perkerjaannya karena gadis itu yang mengigau dan terisak isak dalam tidur mengganggu konsentrasinya.
" Jangan jangan dia sengaja.." gumam Dylan lagi, dia melirik jam di atas meja, sudah pukul satu malam.
Sunyi ponsel pria itu mengalihkan perhatiannya, dia kembali memandang gadis itu sekilas sebelum mengambil ponselnya yang di letak ada meja.
" Ada informasi baru.." tanyanya, dia kembali memandang Sarah yang sedang menangis dalam tidurnya.
Seseorang di hujung sana tampak menjelaskan panjang lebar, walaupun Dylan mendengar dengan baik apa yang orang itu jelaskan, namun fokusnya pada Sarah.
" Baiklah.."
Dylan kembali meletakkan ponselnya lalu menghela nafas berat.
" Ayo kita bermain, aku ingin tahu sejauh mana kau bisa bertahan.." gumam pria itu pelan kemudian tersenyum sinis.
Sejurus kemudian, dia tampak menghela nafas berat lagi, dia kembali teringat peringatan Aaron padanya. Jangan mempercayai sesiapa!
Dia meletakkan laptopnya lalu beranjak menghampiri gadis itu.
Sarah yang sedang tertidur sambil memeluk dirinya sendiri karena kedinginan, Dylan masih terus memandang gadis itu.
Dia mengangkat tubuh gadis itu, lalu di bawa menuju ranjang.
Setelah membaringkan tubuh gadis itu atas tempat tidur, dia menatap wajah Sarah cukup lama.
Sarah yang semula tidur terlentang memutar tubuhnya lalu memeluk Dylan yang baru mau merebahkan diri.
Dylan ingin menolak tubuh Sarah, namun ketika memegang tangan gadis itu yang cukup dingin dia membiarkan Sarah tidur sambil memeluknya
Dia menarik selimut menggunakan kakinya lalu menyelimuti gadis itu.
Sarah yang merasa nyaman dalam tidurnya semakin erat memeluk Dylan bahkan sampai kakinya juga ikut melingkar di kaki pria itu.
Dylan hanya membiarkan dan dia ingin melihat reaksi seperti apa yang di tunjukkan gadis itu ketika bangun nanti.
***
Tidur Sarah terusik saat silau matahari mengenai wajahnya, dia mengangkat sebelah tangannya untuk melindungi wajahnya dari terkena sinaran matahari.
Dia sedikit mengangkat kepalanya lalu melihat kearah jendela dengan mata menyepit, karena silau matahari.
" Lah.. ini dimana?" Tanyanya setelah dia telah sadar sepenuhnya.
Dia mengangkat wajahnya, dan matanya itu bertemu pandang dengan mata seseorang.
Walaupun pria itu hanya memandangnya tanpa reaksi, namun tetap Sarah merasa takut, bukankah pria itu menyuruhnya tidur di atas lantai setelah percintaan panas mereka semalam, lalu kenapa Sekarang dia tertidur di atas tempat tidur pria itu?
Dylan memandang gadis itu dengan ekor matanya, tampaknya Sarah masih mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi?
Sarah kembali menatap wajah pria itu, masih sama, pria itu menatapnya tanpa reaksi, tapi bukankah pria itu susah di tebak?
Untuk seketika kedua hanya saling diam, kalau Dylan memandang gadis itu tanpa reaksi, maka beda hal dengan Sarah yang sedang kelip kelipkan mata dengan lucu.
" Belum puas memelukku.." tanya pria itu membuyarkan lamunan Sarah.
Sarah yang sadar akan kesalahannya terus menjauhkan tangan dan kakinya dari pria itu.
" Maaf, Tuan.." gadis itu tertunduk sambil meremas jari jemarinya. " Saya tidak sengaja."
Tanpa sadar Dylan tersenyum memandang Sarah yang tertunduk, bibirnya bergetar seakan menahan sesuatu, dan dia bergerak gelisah sambil memainkan jari jemarinya.
" Hey pandang aku.." perintah Dylan dengan tegas.
Sarah perlahan mengangkat wajahnya, mata gadis itu sudah berkaca kaca, entahlah! Tapi hati Dylan bergetar melihat airmata di kelopak mata gadis itu.
" Sini.." Dylan memberi isyarat supaya Sarah naik atas pangkuannya yang setengah terduduk.
Sarah masih diam di tempatnya, pria itu licik, walaupun saat ini dia tak menunjukkan dia marah namun bisa saja nanti dia akan terus mencekik begitu saja, memikirkan itu tanpa sadar Sarah terus menggelengkan kepala.
" Jadi kau menolakku.." tanya pria itu lantang membuat Sarah terperanjat kaget.
" Tidak, Tuan..." Sarah tak dapat lagi menahan tangisannya, demi keselamatannya perlahan dia merangkak naik atas pangkuan pria itu.
Dylan memandang gadis itu yang begitu dekat dengannya, hatinya bergetar hebat, bahkan untuk cinta pertamanya dulu, Sonya dia tak pernah merasakan ini.
Kenapa aku harus membandingkan Sonya dan gadis ini? Fikir Dylan sambil menatap mata Sarah yang sedang bergerak gelisah.
" Cium aku.." perintah Dylan karena sadar kebingungan di wajah Sarah harus melakukan apalagi.
" Huh?"
" Apa huh? Kamu menolak?"
Dengan cepat Sarah menggelengkan kepala.
" Ayo!"
Dengan perlahan Sarah mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu.
Dylan hanya diam memandang Sarah yang sudah sangat dekat, helahan nafas Sarah membuat akal sehat Dylan tak dapat berkerja dengan baik.
Ketika bibir berwarna merah mudah itu bertemu bibirnya, Dylan sampai menahan nafas.
Sarah memberikan ciuman ringan di bibir pria itu dengan hati yang berdetak tak keruan.
Pria itu memandang Sarah yang sedang memejamkan mata menikmati ciuman kakunya, tapi harus Dylan akui, dia menyukainya.
Sebuah tangan yang melingkar di pinggang Sarah membuat gadis itu membuka mata.
Tiba tiba pria itu menyelipkan tangannya ke belakang tengkuk Sarah, dan kali ini dia yang mengambil alih, cukup lama mereka melakukan.
" Itu baru ciuman.." bisik Dylan dekat bibir Sarah yang masih mengatur nafasnya yang hampir habis. " Suruh teman temanku berkumpul di ruanganku, ada yang ingin aku sampaikan pada mereka.."
Seperti orang linglung Sarah mengangguk.
" Kenapa masih disini, mau tambah lagi.." tanya Dylan.
" Huh?" Sarah terus turun dari pangkuan pria itu dan bergegas keluar dari kamar.
Dylan yang semula tersenyum melihat Sarah keluar dari kamar, terus mengubah raut wajahnya ketika gadis itu sudah tak terlihat.
" Waktunya mengambil alih.."
***
Sarah melangkah menuju dapur, karena suara canda tawa terdengar jelas dari arah sana.
" Maaf.." kata Sarah yang tiba tiba sudah ada di hadapan ke enam orang itu.
" Kau.." Nick beranjak dari duduknya sambil menunjuk kearah Sarah yang masih mengenakan kaos kebesaran.
" Ada apa, Sarah.." tanya Abigail dengan datar.
Sarah meneguk salivanya dengan susah payah, mengerikan sekali mereka..
" Itu tuan Dylan menyuruh kalian ke ruangannya.." jawab gadis itu gugup.
Mereka semua berpandangan satu sama lain, lalu memandang Sarah lagi.
" Kamu serius.." tanya Kim pada Sarah.
" Iya tuan.."
Tanpa kata lagi, semua beranjak dari tempat duduk, dan bergegas ke ruangan Dylan.
" Kamu mau makan, Nona.." tanya pelayan pada Sarah yang meneguk salivanya melihat makanan terhidang di meja makan.
" Tidak.." jawab Sarah berbohong.
" Biarkan dia makan, Bik.." kata Abigail dan menyusul Kim yang telah hilang di dapur.
" Ingat, Abi, di tawanan kita.." tegur Nick yang tak suka Abigail berbuat baik pada gadis itu.
Brian memandang Sarah yang sedang tertunduk, sejak awal aku sudah curiga kalau bukan dia orangnya! Tapi tanpa bukti yang kuat aku tak bisa apa apa sekarang..
" Bae.. ayo! Kok kamu melamun.." Natasha bergelanyut manja di lengan pria itu sambil memandang sinis pada Sarah.
" Biarkan dia makan disini.." perintah Brian dan menarik tangan Natasha pergi dari sana.
" Bray.. kamu—" Nick tak habis fikir kenapa banyak sekali yang simpati pada gadis itu.
" Ayo.." Natalie menarik lengan Nick yang seperti ingin memakan Sarah hidup hidup.
" Ayo duduk, Nona.." kata pelayan pada Sarah yang masih berdiri di hujung meja.
Sarah mengangguk.
***
Kim memasuki ruangan Dylan, entah sudah berapa lama Dylan tak pernah memanggil mereka apalagi sampai berbicara serius di ruangan itu.
Di susul Abigail, lalu duduk di sebelah Kim yang hanya terdiam karena Dylan juga hanya terdiam saat ini.
Kemudian Brian dan Natasha masuk di ruangan itu, tak lama kemudian Natalie dan Nick juga masuk di ruangan itu.
" Mana gadis itu?" Tanya Dylan sambil membuka beberapa dokumen.
" Di dapur, di kasih makan sama Brian dan Abigail.." adu Nick yang anehnya tak di respon apapun oleh Dylan.
" Ada apa kamu memanggil kami, Lan.." tanya Natalie.
" Aku ingin mengambil alih kembali, markas satu dan markas dua, termasuk anak buah yang kamu pimpin selama ini, Brian.."
Brian, Nick dan Kim terkejut dengan mata membulat, kenapa tiba tiba sekali Dylan ingin mengambil alih kembali.
" Ada apa, Lan.." Tanya Abigail sekian lama terdiam, karena terkejut dengan tindakan Dylan yang tiba tiba ingin mengambil alih kembali.
Tanpa kata Dylan menyerahkan fail yang sejak tadi dia pegang.
Nick meneguk salivanya, melihat laporan kerugian dan beberapa kali senjata yang mereka jual di ketahui kepolisan, dan mengalami kerugian besar.
Begitu juga dengan Kim, beberapa kali obat obatan terlarang yang dia jual ketahuan para kepolisan, dan ada beberapa klien yang berhasil menipunya namun dia tak mengambil tindakan apa apa.
Dia hanya membunuh anak buah yang telah di tipu itu, dan kemudian di biarkan begitu saja.
Semantara Brian, membaca angka angka dalam kertas putih itu, dia tahu kalau selama ini sudah ada beberapa anak buahnya bahkan ratusan telah berkhianat tapi Brian memilih mendiamkan diri, karena dia merasa semua itu tak penting apalagi dia masih mempunyai jutaan anak buah.
" Tidak berdisiplin.." kata Dylan dengan tegas.
Semantara ketiga orang itu hanya terdiam, bagaimana Dylan mengetahui semua ini?
" Guys.. maaf aku terlambat.." kata Lee yang tergegas masuk di ruangan Dylan.
" Mulai minggu depan aku akan memimpin perusahaan.." kata Dylan ketika Lee ingin duduk di sebelah Kim.
" Okay.. tidak masalah." Jawab Lee dengan tenang.
" Tapi Lan.. pasukan A biar aku saja yang memimpin, karena aku butuh mereka untuk menjaga anak dan istriku tercinta.."
Dylan menggelengkan kepala, tanda dia tak setuju.
" Tolonglah, Lan.." kali ini Natasha pula yang memohon.
" Ok, pasukan Z.." kata Dylan tanpa mau di bantah lagi, pasukan Z terdiri dari lima ratus orang.
Dylan memandang wajah Nick dan Kim bergantian yang tampak tak puas hati dengan keputusannya. Tetapi mereka memilih mendiamkan diri.
***
Nick kembali ke kamarnya, dan melamun disana, Nick sebenarnya kurang masalah jika markas satu kembali ke tangan Dylan, hanya saja dia begitu bingung dengan tindakan tiba tiba itu, apa ada masalah?
Dia memegang bibirnya, lalu tersenyum sinis. Gadis harimau. Dia tertawa Kecil.
Nick merebahkan tubuhnya, lalu memeluk bantal, dia kembali teringat kejadian semalam, dimana dia mencium bibir gadis harimau itu.
Dia memegang mukanya yang di tampar Anna selepas dia menciumnya.
Flashback....
Nick melihat Anna yang sedang mengintip di jendela, lalu dia mendekati Anna dengan langkah perlahan, dan karena takut gadis itu berteriak terkejut nanti, Nick membungkam mulutnya.
Anna memandang pria itu seakan mau memakannya.
" Dimana mereka?" Tanya Nick sambil menahan tawa.
Anna menarik nafas kesal, karena tanpa merasa bersalah pria itu malah bertanya dengan tenang.
" Didalam.." jawabnya di dekat bibir pria itu, sambil menghembuskan nafas menyapa wajah Nick.
Dia tersenyum senang dalam hati, karena pria itu bak patung hanya menatapnya dengan tatapan berat.
Suara pintu terbuka membuat Nick tersadar dari lamunannya, dia terus mendorong tubuh Anna ke belakang yang sebetulan adalah pintu namun tak tertutup rapat.
Buk!
" Apa itu?" Tanya seorang pria berjas putih.
" Coba kalian periksa.." kata yang satu pada pengawal.
Dua pengawal mendekati pintu, dan membuka pintu itu dengan keras.
Dan mendapati seorang pria memakai hoodie hitam sedang membelakangi pintu dan berciuman dengan seorang wanita yang dua pengawal tak dapat melihat wajah orang itu karena sedang terlindung tubuh besar pria di depannya.
Berapa menit lalu...
Nick yang merasa tak punya kesempatan lagi untuk mencari tempat bersembunyi, terus saja menolak tubuh gadis itu ke dalam satu ruangan kecil.
" Maafkan aku.."
" Maksudnya?"
Detik berikutnya, tak membiarkan gadis itu mencerna maksud dari kata maafnya, terus saja mencium bibir gadis itu.
Anna yang kaget, terus menolak d**a pria itu namun tak bisa, dia mengangkat sebelah kakinya berniat mahu menendang pria itu, tapi gerakannya cepat sekali terbaca oleh pria itu sehingga dia dapat menangkapnya dengan mudah, lalu di lingkarkan di pinggangnya.
Saat yang sama, pintu itu terbuka dan dua pengawal itu hanya menyaksikan adegan panas itu sambil meneguk salivanya.
" Ada apa disana.."
Nick membuka matanya, sepertinya dia mengenal suara itu.
" Mereka sedang sibuk bos.." jawab salah satu pengawal itu sambil tertawa geli.
" Biarkan saja.. ayo!"
Dua pengawal itu masih tertawa ketika pintu di tutup.
Semantara Nick melepaskan ciumannya dan memandang wajah Anna yang tampak memerah, Nick tak pasti, wajah gadis itu memerah karena gairah yang sudah terpancing atau sedang menahan marah.
Hingga tiba tiba Anna menampar kuat muka Nick. " Dasar pria cabul.." teriak Anna kuat.
Nick hanya diam, sebenarnya bisa saja dia menghindar dari tamparan gadis itu, namun dia memilih membiarkan.
Ketika Anna masih sibuk memaki, Nick memilih meninggalkan Anna dan mengejar orang orang itu. Dia yakin tak salah dengar tadi, dia seperti mengenali suara itu.
" Kemana mereka?" Nick melihat sekitar, tapi di lorong itu dia hanya keseorangan.
" Seharusnya tadi aku langsung melabraknya."
Dia sedikit menyesal tindakannya tadi yang tak langsung menghampirinya saja.
" Nick?" Seseorang memegang pundak Nick yang sedang membelakang. " Apa yang kamu lakukan disini?"
" Lee?" Nick membalikkan tubuh dan memandang Lee dari bawa hingga ke wajah pria itu. " Apa yang kamu lakukan disini." Nick bertanya balik sambil memandang curiga pada Lee.
" Hotel ini salah satu milik Dylan, aku kesini karena ada urusan, kamu sendiri apa yang kamu lakukan disini?"
" Nanti aku jelaskan.." setelah berkata begitu Nick langsung pergi dari sana.
" Hey pria c***l! Tunggu.." teriak seseorang dari arah belakang Lee.
Lee memandang gadis itu sambil menaikkan alis sebelahnya.
Anna hanya memandang pria itu sekilas lalu kembali mengejar Nick.
" Tunggu.."
Lee tersenyum penuh arti sambil memandang gadis itu sampai hilang dari pandangannya kemudian dengan santai melangkah keluar dari hotel itu.
Semantara Anna yang sudah berhasil mengejar Nick, dengan suara lantang dia berteriak. " Pria c***l tunggu!"
Teriakan itu membuat perhatian orang orang disana terfokus pada mereka.
" Hey gadis harimau! Kau memanggilku apa?"
Tanya pria itu sambil melihat sekitar.
" Pria cabul.." jawab Anna dengan yakin.
" Jangan sampai aku—"
" Apa yang akan kau lakukan.." tantang Anna sambil melotot memandang Nick.
" Aku orang yang nekat jangan sampai—"
" Huhu.. takut.." potong gadis itu lagi sambil tersenyum mengejek.
Harga diri Nick benar benar merasa di rendahkan oleh gadis itu.
Dia menarik kedua muka Anna dan mencium bibirnya.
" Dasar pria cabul.." umpat Anna dengan wajah memerah karena merasa di permalukan di depan banyak orang.
Nick kembali menciumannya dan kali ini lebih lama.
" Arh! Cabul.." teriak Anna sambil mengelap bibirnya yang basah dan bengkak.
Lagi lagi Nick menciumnya membuat orang orang disana yang mengira mereka adalah sepasang suami istri pada bertepuk tangan melihat aksi Nick.
" Dasar pria cab—"
Anna terdiam sambil menutup mulutnya, sepertinya dia telah sadar puncak kemarahan pria itu.
Semantara Nick mengangkat dagunya menyuruh gadis itu melanjutkan ucapannya.
Anna bungkam sambil melihat sekitar.
" Ini sangat memalukan.." gumamnya namun jelas di dengar oleh pria itu.
***
Setelah selesai perbicaraan tadi, Lee kembali ke apartmentnya.
Kini, Dylan sudah kembali mengambil alih perusahaan, walaupun Lee masih tak faham apa maksud dan tujuan Dylan melakukan semua itu. Tapi dia bisa apa?
Dia menekan kata laluan pintu apartmentnya
Lalu meliarkan pandangan sebaik saja masuk di dalam apartmentnya.
Dan pendapati seseorang sedang tertidur disofa yang terletak di ruang tamu.
Gadis itu menyebabkan dia terlambat datang dirumah utama.
Lee tersenyum kecil melihat alis dan mata gadis itu berkerut tanda dia hanya pura pura tidur.
Dia melangkah ke kamarnya, dan benar saja sebaik saja pria itu pergi, gadis itu membuka matanya.
Semantara itu Lee duduk di hujung ranjang sambil memijat pelipisnya.
Flashback...
Lee yang sedang mengendarai mobil dengan santai, melihat ke samping jalan.
Dan dia melihat seorang gadis tampak di heret paksa memasuki sebuah mobil hitam.
" Gadis itu lagi.." gumamnya ketika melihat wajah gadis itu lebih jelas, dia adalah gadis yang pernah dia tolong.
Lee menghentikan mobilnya dan dengan santai turun dari mobil sambil memegang pistol.
Tanpa aba aba ketika sudah dekat dia memukul kepala salah satu dari pria itu yang mungkin adalah ketua dengan hujung pistolnya di susuli tendangan kuat.
" Arhh!" Teriak pria itu histeris dan memegang kepalanya yang banyak mengeluarkan darah.
" Hajar dia.."
***
Pria tua itu mengetuk ngetuk telunjuknya di meja, kemudian membanting semua yang ada di atas meja.
" Bagaimana bisa!?!" Teriaknya marah dan menunjuk wajah anak buahnya yang di suruhnya untuk menangkap putrinya, namun mereka pulang dengan tangan kosong.
" Apa yang akan terjadi kalau sampai mereka tahu.." teriak pria itu lagi.
" Kalau sampai anakku mati di tangan mafia psikopat itu, kalian semua akan aku bunuh.."
" Tidak perlu khawatir.." kata seseorang yang memasuki ruangan itu. " Fuh! Bau sekali disini.." kata pria mudah itu dengan nada mengejek.
" Saya disini juga gara gara temanku itu.." jawab pria paruh baya itu. " Lalu bagaimana dengan anakku.."
Pria berusia dua puluh lapan tahun itu tersenyum sinis lalu berkata. " Mereka tak akan tahu, selagi mereka percaya gadis tawanan mereka selama ini adalah anakmu.."
Namun dalam diam dia memandang pria paruh baya itu penuh dendam. Kau fikir aku di pihakmu! Tidak! Sebentar lagi kau akan merasakan apa yang aku rasakan selama ini..
~ Bersambung ~