" Hello.." seorang pria yang di temani empat wanita menerima panggilan dari seseorang.
Dia tersenyum sinis mendengar perintah dari orang di sebarang sana. " Baik, tuan.. uangnya di transfer saja.."
Dia memutuskan panggilan lalu menggelengkan kepala. " Benar benar licik, mafia yang paling berpengaruh di kota New York saja dia berhasil tipu selama bertahun tahun.."
" Hey kalian.." Panggilnya pada anak buahnya yang saat ini sedang mabuk mabukan.
" Ya boss.."
Lapan orang pria bertubuh tegap tinggi menghampirinya.
" Seseorang ada yang membayar mahal pada kita, dan tugas kalian adalah menangkap seorang gadis hidup hidup.."
" Hanya seorang gadis, boss.." Tanya salah satu dari pria berjaket hitam itu.
" Iya... tapi kalian harus hati hati, karena gadis itu saat ini ada di genggaman salah satu anak buah Dylan Alvaro.."
***
" Apa kalian melihat Natalie.." tanya Nick sambil menghampiri Abigail dan Lee di ruang tamu.
" Tidak." Jawab Lee lalu fokus lagi pada laptopnya.
" Kau Abi.."
Abigail memandang Nick sambil menggelengkan kepala.
" Kemana gadis itu.." geram Nick.
Lee dan Abigail bersaling pandang, mereka tahu kenapa Nick begitu khawatir dan cemas pasti karena kehadiran Aaron dirumah itu.
Siapa yang tak tahu, Nick begitu membenci Natalie berdekatan dengan Aaron.
" Hey apa kau melihat Natalie.." tanya Nick pada Kim yang baru datang bergabung dengan mereka.
Kim tampak bingung kemudian menggelengkan kepala. " Tidak, kenapa.."
" Pasti di kamar.." Nick buru buru menuju lift sambil mengomel sendiri.
" Aneh sekali itu orang.." komen Abigail sambil menggelengkan kepalanya.
" Aku pergi dulu.." kata Lee sambil beranjak dari duduknya.
" Kemana.." Tanya Kim heran padahal sudah hampir mau malam. " Ini sudah mau malam."
" Aku harus ke apartment.." setelah berkata begitu Lee terus meninggalkan ruang tamu itu.
" Abi.."
" Hem.." Abigail hanya membalas dengan gumam pelan sambil memandang kearah Kim sekilas.
" Lee sudah jarang sekali menginap disini.."
Abigail hanya mengangkat bahu, tanda dia tak mau ambil peduli.
" Kamu tidur disini malam ini.."
" Tidak, aku harus kembali ke apartment, Besok aku dan Lee ada pertemuan dengan klien.."
Abigail memandang kearah Kim yang tampak termenung jauh. " Kalau kamu.."
" Huh?"
Abigail menaikkan alisnya. " Kenapa?"
" Oh tidak, aku juga tidak menginap.."
Abigail hanya mengangguk faham, kemudian membereskan laptop dan beberapa fail ke dalam tas kerja.
" Tidak mandi dulu.. bau tahu.." ejek Kim karena melihat Abigail memakai kembali jas kerja yang tadi siang di pakainya.
" Tidak.. di apartment saja mandinya.." Abigail tertawa kecil lalu menepuk bahu Kim dan berjalan pergi.
" Hati hati.."
***
" Natalie..." Sebaik saja tiba di depan pintu kamar gadis itu, Nick terus memanggilnya.
" Nata.. kamu di dalam.." Nick mengetuk pintu kamar dengan sabar karena gadis itu masih tak menjawab.
" Nata.." perlahan pria itu membuka pintu kamar Natalie yang memang tak terkunci.
" Nata.."
Nick memandang kearah ranjang dan sekeliling kamar itu.
" Natalie.." Nick sudah tampak geram karena tak melihat gadis itu.
" Nata.. kamu di dalam.." Nick menghampiri kamar mandi dan mengetuknya.
" Aku buka ya.." Nick perlahan membuka pintu kamar mandi.
Dan menghela nafas lega melihat Natalie dalam bathtub sambil memasang earphone di kedua telinganya, pantas gadis itu tak mendengar ketika dia memanggil.
Nick kembali menutup pintu kamar mandi, dan menuju almari untuk memeriksa.
Disana aman, kemudian dia melangkah kearah ranjang gadis itu, dia menyemak selimut, dan mengangkat bantal satu persatu.
Sebenarnya Nick mempercayai adik kembarnya namun dia tak percaya pada Aaron si menjahat kelamin.
Terasa semua aman dan tak perlu khawatir lagi, dia meninggalkan kamar tersebut.
Semantara itu dalam kamar mandi, Natalie yang mendengar pintu kamarnya di tutup dari luar, terus dia menepuk air dalam bathtub.
Dan kemudian Aaron dengan nafas terputus putus muncul di permukaan air.
" Lama sekali.."
" Sepertinya Nick memeriksa kamarku tadi, dia baru saja keluar dari kamar.."
" Itu kakak kamu sepertinya otaknya sedikit miring ya.." geram Aaron lalu memperhatikan Natalie yang tampak polos. " Tapi tidak rugi juga.."
" Dia sudah keluar, kamu juga boleh keluar sekarang.."
" Siapa bilang aku sudah keluar.." Aaron menatap Natalie dengan nakal sambil menjilati bibirnya.
" Jangan mulai.." Natalie memberi tatapan peringatan pada pria itu.
" Kamu kelihatan cantik kalau marah.." ejek Aaron sambil mencolek dagu gadis itu.
" Sudah .. keluar kamu sekarang.." Natalie memasang wajah sok galaknya sambil menunjuk kearah pintu. " Keluar Aaron.."
" Tapi aku merinduimu.."
Natalie terdiam mendengar luahan pria itu hingga dia tak sadar pria itu mendekat dan mengecup bibirnya.
Natalie hanya terpaku merasakan bibir pria itu mengisap memberikan gigitan kecil di bibirnya.
Merasa tidak ada penolakan, Aaron semakin berani menjalankan aksinya.
Tangannya menjalar kearah depan, dia membelai gundukan gadis itu yang masih terlindung bra.
" Ah!"
Natalie mendongak keatas ketika pria itu mengecup lehernya menuju ke pundaknya.
Ciuman Aaron kembali ke bibir gadis itu dan
Tangannya membelai tengkuk dan leher Natalie.
" Jangan, Aaron.." Natalie menahan tangan Aaron dengan kedua tangannya ketika pria itu memasukkan tangannya ke dalam celana yang dia kenakan.
" Disini sudah sangat basah, Sayang.." Aaron memberikan cubitan kecil di clit gadis itu yang sudah mengeras, tanda gairah gadis itu sudah terpancing.
Tubuh Natalie bergetar bagaikan di tersengat
aliran listrik. " Aah!"
" Aku sangat merindui ini, sayang.." Aaron menggigit dagu Natalie yang sedang mendongak keatas, tangannya juga di bawa sana terus berkerja.
Natalie mencoba melawan di sisa tenaganya, tapi tampaknya pria itu lebih mahir membuat dia melemah sehingga Natalie tidak ada kesempatan lagi untuk menolak.
" Aaron... Aah!"
Aaron dengan rahang mengeras memperhatikan wajah Natalie yang sedang di puncak gairah.
Mulut gadis itu terbuka sambil mendongak keatas. " Kamu sangat seksi, Sayang.."
" Aahh..!" Jerit Natalie namun dia buru buru menutup mulutnya sendiri.
Dan pemandangan itu terkesan seksi di mata Aaron, kedua kaki Natalie yang hampir merapat terus di tahannya dengan kedua kakinya agar gadis itu tetap melebarkan paha di depannya.
" Aaron, aku—"
" Ya keluarkan, Sayang.." Aaron meremas geram sebelah gundukan gadis itu dan sodokan jarinya di bawa sana semakin brutal.
Natalie memegang erat kedua bahu pria itu sambil membenamkan wajah di leher pria itu agar jeritannya tertahan.
" Hmm... Mm!" Tubuhnya bergetar hebat tanda puncaknya sudah hampir. " Aaahh.. hmmpp!"
Aaron yang tak ingin di ketahui, terus membungkam mulut gadis itu dengan mulutnya sendiri ketika jeritan gadis itu sudah tak dapat dia tahan.
" Hmpp!" Jeritan Natalie masih tertahan oleh bibir pria itu. " Shh.. ah, ah.." erangan kecil keluar dari bibir mungilnya saat pria itu melepaskan ciuman mereka.
" Kamu puas, Sayang?" Tanya Aaron sambil menyatukan kening mereka. " Tolong kamu manjakan dia.."
Aaron membawa tangan Natalie ke bawahnya
Dan mendesah pelan saat tangan mungil Natalie menyentuhnya.
" Ah!"
" Aku tidak bisa, Aaron.." Natalie menjauhkan tangannya dari sana.
Bukankah itu egois Aaron sudah memberinya kenikmatan tapi dia enggan membalasnya.
Aaron tampak kecewa, lalu tanpa di pinta beranjak meninggalkan Natalie.
Sejak dulu hubungan mereka hanya sebatas itu, Aaron memberinya kepuasan tapi tidak dengan Natalie.
Dan Natalie punya alasan sendiri, karena dia masih tak tahu perasaan pria itu padanya, walau Natalie melihat dia di istimewakan pria itu namun tetap dia ingin mendengar langsung penyataan perasaan dari bibir pria itu.
Dia memandang kepergian pria itu dengan perasaan kecewa, lagi lagi dia kecewa karena terus berharap pada Aaron.
Semantara Aaron juga merasakan kecewa, kecewa pada dirinya sendiri karena merasa pengecut tak berani meluahkan perasaannya, padahal jelas gadis itu berharap padanya.
Namun setiap gadis menolaknya, dia sering menganggap Natalie tak ingin serius dengannya dan karena itu juga alasan, dia tak pernah meluahkan perasaannya, takut Natalie menolak cintanya, sebagaimana Natalie menolak berhubungan seks dengannya.
***
Malam itu, Dylan yang sudah merasa lebih baik, terbangun dari tidurnya sambil menggeliat malas.
Dia sedikit mengangkat kepalanya dan melihat jam di atas meja, masih pukul sembilan malam.
Ketika dia ingin beranjak duduk, tiba tiba dia merasa berat di dadanya.
" Apa apaan ini?" Dylan melihat gadis tawanannya itu tertidur pulas di dadanya.
Untuk seketika dia melihat wajah gadis itu yang tertidur sangat damai di pelukannya.
Hingga kemudian, kepingan memori masa lalunya melintas di fikirannya.
Dengan penuh kebencian Dylan menolak tubuh gadis itu hingga terjatuh dari atas ranjang.
" Arh!" Tidur Sarah yang tadi begitu nyenyak dan damai terbangun dari tidurnya sambil memegang kepalanya yang sakit karena terkena tepian meja.
" Tuan.."
Sarah memandang kearah Dylan dengan tatapan tak percaya, baru saja tadi pria itu memperlakukan dengan baik, tapi sekarang dia kembali menjadi kejam padanya?
Dengan nafas memburu Dylan memandang Sarah penuh kebencian.
" Tuan.. kenapa? Apa salahku.." gadis itu dengan tubuh masih polos terisak.
Melihat tubuh polos gadis itu, Dylan baru ingat jika dia yang membawa Sarah keatas ranjangnya dan melakukan hubungan panas disana.
" Jangan lupa meminum obat itu, jangan sampai kau mengandung anakku, kalo sampai itu terjadi, kau dan bayimu akan aku memberikan pada singa peliharaanku.."
Sarah tak mampu berkata, selain hingga saat ini, dia tak tahu apa kesalahannya sehingga dia di perlakukan tak baik seperti itu, juga kata kata pria itu yang mampu membuat dia terdiam, takut hamil? Itu pasti, dia belum mau mati.
" Kamu tidur disitu.." Dylan melemparkan bantal ke muka gadis itu, berikutnya dia menarik selimut untuk menutupi wajahnya lalu membelakangi gadis itu.
Sarah terisak isak tanpa suara dan merebahkan tubuhnya di lantai yang dingin itu sambil memeluk bantal.
" Diam! Sebelum aku menyuruh anak buah Brian di luar itu untuk memperkosamu bergantian.."
~ Bersambung ~