Pandangan mata Jazlyn masih mengarah ke kotak hitam yang berada di atas meja. Sungguh, ia sangat penasaran dengan isi kotak itu. Saat hendak mengambilnya, Adam malah menyentuh tangan gadis tersebut.
Jazlyn menarik tangannya, lalu mengerutkan dahi, menatap wajah Adam yang tersenyum tanpa beban. Gadis itu kemudian mengambil kasar pisau sambil menopang dagunya.
"Jangan mempermainkanku," ancam Jazlyn sambil memutar-mutar pisau kecil itu di meja, seolah benda mainan. "Katakan, apa itu?" Adam menelan ludahnya kepayahan. Gadis di depannya memang sangat cantik. Namun, juga menyeramkan secara bersamaan.
"Ini produk terbaru untuk menyebrangi ke Tahun 2020." Sebelumnya, mereka akan mengirim seseorang untuk menjelajah waktu dengan menggunakan pesawat. Tapi, sekarang hanya sebuah kotak hitam. Apa istimewanya?
Adam membuka kotak itu, terdapat dua benda di sana yang berukuran mini. Sejenis seperti kapsul dan benda kotak berwarna silver mini, mirip dengan koper.
"Aku sudah menyiapkan segala berkas yang ada. Dan juga… itu…." Ucapan menggantung Adam membuat Jazlyn dilanda rasa penasaran yang tinggi. "Kenapa berbelit-belit?"
"Jangan marah. Kau harus janji padaku." Adam menundukkan kepala, sesekali melirik Jazlyn yang sedang melotot tajam ke arahnya. "Ayolah… pasang wajah yang lembut."
"Kau mencurigakan. Baiklah, aku janji tidak akan marah." Ekspresi wajah Adam kembali cerah saat mendengar perkataan Jazlyn. Ia pun tersenyum sumringah. "Aku menyiapkan segala kebutuhanmu, termasuk bikini dan dalaman. Dan juga kondom."
Hening, tidak bersuara sama sekali. Ruangan menjadi dingin, seperti di kutub utara. Adam menelan ludahnya gugup melihat Jazlyn yang sudah ingin meletup. Bahkan, wajahnya sudah merah menahan amarah.
"Kau tidak akan marah padaku 'kan?" Adam bertanya sekali lagi, untuk memastikan bahwa janji Jazlyn harus ditepati. Siapa yang tidak murka kalau pria tanpa hubungan darah itu menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tubuhnya? Otak mesumnya itu harus segera dienyahkan. Bagaimana dia tahu ukuran Jazly. Pasti, dia sering menatap miliknya.
"Kau m***m sialan, bagaimana aku harus menghukummu?" geram Jazlyn sambill menusukkan pisau di atas meja.
"Aku hanya mengira saja. Tidak benar melihat," ucap Adam polos sambil melirik tepat di d**a Jazlyn. "Apa yang kau lihat, hah?" teriak gadis itu. Ia sudah tidak tahan melihat si m***m yang keterlaluan. Untung saja ilmuwan dan jenius. Kalau tidak, pasti sudah dipecat jadi rekannya.
"Maafkan aku," sesal Adam sambil menunduk. Jazlyn menghela nafas panjang, menatap Adam yang merasa bersalah. "Lupakan. Jadi, kau belum menjelaskan benda itu?" tunjuknya sambil tersenyum.
Melihat senyum Jazlyn, Adam menyodorkan kotak hitam itu. "Lemparkan ke lantai!" perintahnya. Tanpa pikir panjang, gadis itu melempar kapsul ke lantai. Saat benda itu jatuh, asam mengepul dengan sangat banyak. Perlahan, asap itu mulai menghilang. Terlihat benda berbentuk kapsul dengan panjang dua meter, berwarna silver. Bagian atapnya terbuat dari kaca tebal tanpa gores. Di dalamnya ada bantal dan juga berbagai alat proyeksi lainnya. Seperti mikrofon, monitor dan juga tombol tiga warna.
Jazlyn berjalan mendekat ke arah benda itu. "Kau pasti sudah merencanakan ini sebelumnya. Aku bahkan tidak tahu kapan kau membuat benda seperti itu."
Adam duduk bersandar di punggung kursi, sambil melipat kedua tangannya. "Pencet tombol yang ada di depanmu, warna hijau untuk membuka dan warna merah untuk membuatnya mengecil."
Instruksi dari Adam dilaksanakan oleh Jazlyn tanpa ragu. "Menarik," jawabnya saat kaca itu mulai bergerak ke atas.
"Jelaskan fungsi tombol tiga warna itu." Jazlyn tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi. Mempersingkat penjelasan adalah hal untuk menghemat waktu.
"Tombol hijau di gunakan untuk menyalakan monitor. Di bawahnya terdapat tombol angka. Jika kau ingin pergi ke Tahun 2020, tinggal pencet angka itu saja. Ini hampir sama dengan pesawat waktu. Hanya saja lebih praktis. Kelebihan dari kapsul waktu dapat berubah menjadi kecil. Itu saja," jelas Adam sambil melirik ke arah Jazlyn. "Bukankah kau sudah tahu dengan persis saat aku membuat pesawat waktu?"
Jazlyn menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Aku mengurusi iblis yang saat itu hampir memasuki Distrik Utama." Benar, saat Adam menjelaskan penggunaan pesawat waktu lima tahun yang lalu, Jazlyn buru-buru pergi ke Distrik Utama. Dia mendapatkan tugas di sana untuk membasmi para iblis.
"Mereka yang dikirim tidak kembali. Kami kehilangan kontak. Padahal, aku sudah memberitahunya untuk mengirim sinyal jika mengalami gangguan. Namun, pada realita yang ada, pesawat itu hilang di telan bumi." Adam tidak tahu, apakah orang yang dikirimnya itu sudah sampai dengan selamat atau tidak. Yang jelas tidak ada kabar sama sekali.
"Aku akan memberi kabar jika sudah sampai," ucap Jazlyn sambil tersenyum, mencoba menghibur Adam yang tampak murung. Gadis itu memencet tombol merah. Seketika, benda besar itu berubah menjadi kapsul yang sangat kecil.
"Jangan sampai hilang, jika hilang kau tidak akan bisa kembali ke masa ini." Adam jelas khawatir kepada Jazlyn. Ini semua gara-gara Morgan k*****t itu. Dia sengaja balas dendam untuk gadis itu.
"Sial! Aku akan membalas Morgan sialan itu!" teriak Adam sambil mengepalkan tangan. Jazlyn mengambil kapsul itu di lantai, lalu memasukkan kembali ke dalan kota. "Ini aku terima. Tapi, jika kau mengatur semua kebutuhanku lagi, aku akan membunuhmu." Tangan gadis itu bergerak menebas leher, seolah memberi peringatan keras untuk pria tersebut.
"M-maafkan aku," cicitnya. Jazlyn tersenyum, "Jangan balas dendam padanya. Lagi pula, kesengajaan yang di lakukan oleh b*****h itu agar aku memohon padanya." Morgan sungguh sangat licik, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan gadis itu.
Untung saja, Jazlyn tidak gentar melakukan keinginan para pemimpin. 'Aku tidak akan takut menjalankan misi ini'
Bunyi alarm tanda bahaya terdengar jelas ditelinga Adam dan Jazlyn. "Kenapa saat aku di ruangan mu selalu ada panggilan darurat."
Suara alarm berbeda dengan sebelumnya, tampak lebih nyaring dari biasanya. Tiba-tiba, ada goncangan dari tanah.
"Iblis-iblis itu berada di depan Distrik Empat!" teriak Jazlyn sambil memasukkan kotak hitam itu di sakunya.
Goncangan semakin besar, Adam dan Jazlyn keluar dari ruangan. "Kita ke markas sekarang!" teriak Adam. Mereka langsung lari ke markas dengan cepat. Semua orang yang berada di sana mulai siaga.
"Feng!" teriak Jazlyn sambil mendobrak pintu dengan kasar. Gadis itu langsung melihat ke arah monitor. Feng menoleh ke arahnya, "Mereka berkumpul untuk menyerang array perlindungan."
"Kau sudah mengirim siapa ke sana?" tanya Jazlyn dengan cemas karena melihat iblis yang sangat besar seperti raksasa. "Mereka berdua," jawab Feng singkat.
Jazlyn langsung berbalik arah meninggalkan ruangan itu. Adam berteriak keras, "Jangan gila, Jazlyn! Nanti malam kau berangkat!" Pria itu mengikuti dari belakang.
Jazlyn tidak menghiraukan teriakan Adam. Ia terus saja berlari hendak menuju ruangan pribadi miliknya. Ketika sudah sampai di depan ruangan, Adam menembak tepat di depan pintu itu.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jazlyn. "Kendalikan dirimu? Mereka juga harus berlatih. Percayalah pada Joy dan Roy."
Jazlyn menghela nafas panjang. "Kau pergi sekarang!" titah Adam final. "Kau gila!" teriak gadis itu menatap tajam ke arah Adam. "Aku akan membantu mereka terlebih dulu. Setelah itu aku akan berangkat.
"Keselamatanmu lebih penting, Jazlyn. Jika kau terluka, maka aku tidak akan mengijinkanmu pergi. Kau tahu kan konsekuensinya jika aku yang protes kepada pemimpin." Adam mengangkat alisnya. Katakan lah kalau ia mengancam gadis itu. Tapi, memang itu tujuannya.
"Kau mengancamku!" Jazlyn menaruh memencet tombol yang ada di pintu dengan kasar. "Enyahlah… jangan disini." Gadis itu masuk ke dalam ruangan pribadinya. Si Adam perjaka tua itu mulai mengatur dirinya. "Adam b******k…!!" Jujur saja, ia muak kalau di atur.
Tapi, jika ia melanggar perintah pria itu, nasib dari segala penemuan yang sudah diteliti selama ini, akan dipindah alihkan kepada profesor lain.
"Otak udang!!" Teriakan Jazlyn di iringi goncangan yang semakin sangat besar. Gadis itu mengambil katana dan pistolnya, lalu pergi keluar ruangan tersebut. Saat hendak membuka pintu, tampak Adam masih berdiri manis di sana.
Jazlyn menghela nafas panjang, menatap Adam dengan sendu. Berharap pria itu akan luluh.
BERSAMBUNG