Menolak Untuk Menunggu

1021 Kata
09 Aruna baru saja membaringkan tubuh ketika mendengar suara panggilan Keven dari pintu. Perempuan berambut panjang itu bangkit berdiri dan jalan pelan. Membuka benda besar itu dan beradu pandang dengan Keven yang sudah rapi dan wangi. "Kamu udah siap?" tanya Keven sambil memperlihatkan Aruna yang tampak kuyu. "Aku capek, Kev. Males cari makan di luar," jawab Aruna sembari menguap dan menutupi mulutnya dengan tangan. "Oh, ya udah, kita pesan makanan dari restoran hotel aja, ya. Makan di kamarmu atau kamarku?" "Di sini aja." Aruna membalikkan tubuh dan jalan mendekati meja tempat di mana ada telepon dan segera menghubungi pihak hotel untuk memesan makanan. Keven beranjak masuk dan menutup pintu. Mengayunkan tungkai menuju jendela kaca besar geser yang menghadap ke teras kamar. Berdiri dan memerhatikan sekeliling yang tampak cukup indah. Getaran di saku kanan membuat Keven merogohnya dan mengeluarkan ponsel. Pria itu berdecak ketika melihat nama yang tertera di layarnya. Merasa enggan untuk mengangkat dan mengabaikan panggilan tersebut. Kala getaran itu berhenti dan berganti dengan deringan ponsel Aruna di atas meja, Keven berbalik dan beradu pandang dengan perempuan itu yang masih tetap di tempatnya berdiri. "Nggak diangkat?" tanya Keven. "Males," jawab Aruna. "Paling juga Sammy," sambungnya. "Dia barusan nelepon aku juga, tapi kuabaikan." Ponsel Aruna yang masih berdering akhirnya membuat perempuan itu kesal. Dengan gerakan cepat dia menyambar ponsel dan menekan tanda hijau pada layar serta menempelkan benda itu ke telinga kanan. "Apa?" semburnya tanpa basa-basi. "Hai, Sayang. Jangan judes gitu dong jawabnya," balas Sammy dari seberang telepon. Pria itu mengerutkan dahi karena merasa aneh dengan sikap Aruna yang seakan-akan tengah menghindarinya. "Aku capek, baru mau rebahan." Aruna melirik pada Keven yang tengah tersenyum lebar, seakan-akan mentertawakan kebohongannya pada Sammy. "Suka liburannya?" Sammy masih mencoba bersikap biasa, padahal sebenarnya dia tengah menerka-nerka apa penyebab sikap Aruna yang terkesan menjauh. "Iya, lumayan seru." "Andai aku yang nemenin kamu, pasti akan lebih senang." Aruna terdiam, memandangi Keven yang kini telah memunggunginya. "Jangan, Sam." "Kenapa? Kamu nggak mau liburan sama aku?" Aruna menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Meneguhkan hati untuk mengucapkan apa yang telah menjadi pemikirannya selama beberapa minggu terakhir. "Sam, aku ... menolak untuk terus menunggumu. Semuanya cukup sampai di sini, oke!" ungkap Aruna dengan suara yang terdengar tegas. "Apa maksudmu, Na? Aku nggak paham." "Fokus dengan pernikahanmu dan lupain aku." "Jangan mengada-ada!" "Aku serius, Sam. Udah, ya, aku mau tidur." "Aruna, tunggu dulu!" Aruna segera memutus sambungan telepon dan mematikan benda itu, karena dia tahu bila Sammy akan kembali menghubungi. Perempuan itu meraup oksigen sebanyak-banyaknya dan melepaskannya perlahan. Aruna mengulum senyum, merasa beban di pundaknya terangkat dan kini hatinya pun lega. Perempuan itu kembali memandangi punggung pria yang berdiri di teras. Bertekad untuk menyayangi Keven setulus hati, karena hanya pria itulah yang terbaik untuknya. *** Sammy masih memandangi layar ponsel yang kini hanya berbunyi khas telepon diputus. Pria itu masih terkejut dengan perkataan Aruna yang terngiang di telinga. Sammy menggeleng cepat dan menekan tanda panggilan mengulang, tetapi setelah mencoba beberapa kali tetap tidak tersambung. Pria itu menggertakkan gigi, merasa kesal dengan sikap Aruna yang dianggapnya berlebihan. Pria bertubuh tinggi itu mendengkus dan membuang pandangan ke arah lain. Berpikir keras untuk mencari cara agar dia bisa bertemu dengan Aruna secepatnya. Sammy tidak mau masalah itu jadi berlarut-larut. Dia ingin memastikan kenapa Aruna tiba-tiba berubah. Sammy bergegas ke luar dari ruang kerjanya dan menaiki tangga menuju kamar utama. Dengan gerakan cepat pria itu menarik tas travel di bagian bawah walk in closet. Meraih beberapa helai pakaian dan berbagai benda yang dibutuhkannya selama beberapa hari ke depan. Lima belas menit kemudian Sammy menelepon Jenita yang kini tengah berlibur bersama ketiga sepupunya di Korea, dan mengatakan bila dia akan menuju Bali karena urusan pekerjaan. Pria itu menutup telepon dan menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur. Berharap pagi segera menjelang agar dia bisa berangkat ke Pulau Dewata itu dan bertemu dengan Aruna. Sammy berulang kali menghela napas berat dan mengembuskannya dengan cepat. Benar-benar tidak bisa menerima bila Aruna hendak memutuskan hubungan mereka. Egonya sebagai seorang pria berkuasa membuat Sammy enggan melepaskan Aruna. Berjuta kenangan indah mereka berkelebat dalam benaknya. Rasa cinta yang masih besar pada Aruna tidak bisa dimusnahkan begitu saja. Meskipun Sammy tahu bahwa dirinya yang telah menjadi penyebab retaknya hubungan mereka, tetapi Sammy masih berharap agar Aruna tetap setia padanya. Sementara itu di dalam kamar Aruna, perempuan tersebut tengah duduk di sofa. Menekuk lutut dan menyandarkan tubuh ke kiri. Menatap kosong pada layar televisi yang tengah menayangkan film lawas. Keven yang berada di sebelah kanan, duduk dengan tangan ditumpangkan ke sandaran sofa dan kakinya yang panjang terjulur ke lantai. Sesekali dia melirik pada Aruna yang tampak melamun. Keven mengubah posisi tubuh hingga menyandar ke tubuh Aruna yang seketika mendelik. Pria itu berpura-pura tidak melihat ekspresi wajah Aruna yang hendak protes dan tetap mempertahankan posisinya. "Kev." "Ehm?" "Berat." "Nggak mungkin. Aku langsing, Na." Aruna mendorong Keven dengan menggunakan bahu, tetapi pria itu hanya bergerak sedikit dan kembali ke posisi semula, bersandar dengan nyaman ke tubuh perempuan tersebut. "Keven!" "Hmm?" "Aku kegencet." "Santai, Na. Sekali-sekali aku nyender gini. Kan biasanya kamu yang nemplok ke aku." Aruna menepuk tangan Keven dengan gemas. Sementara pria itu hanya terkekeh menanggapi tindakannya itu. Aruna hendak bangkit, tetapi tangannya ditarik Keven hingga dia terpaksa duduk kembali. "Kamu kalau lagi kesal sama Sammy, jangan melampiaskan marahnya ke aku," ucap Keven dengan suara dilembut-lembutkan. Dia harus tetap memperlakukan Aruna dengan lembut, agar perempuan itu bisa melupakan Sammy. "Aku tuh lagi ngantuk, bukan marah ke kamu," sahut Aruna. Dia merasa bersalah telah ketus pada Keven, padahal pria itu tidak melakukan kesalahan apa pun. "Ya udah, tidur di sini." Keven menepuk-nepuk pahanya, memberikan kode pada Aruna agar berbaring di sana. "Nggak ahh." Aruna membuang muka, merasa malu dengan perlakuan Keven yang teramat baik padanya. "Empuk loh, Na." Aruna menggigit bibir bawah untuk menahan tawa, tetapi akhirnya dia tidak bisa menutupi guncangan di bahu karena merasa lucu dengan ucapan Keven. "Nggak mau nih?" Aruna menggeleng. "Ya udah, kalau gitu aku aja." Keven langsung menarik kaki Aruna hingga terjulur ke lantai dan merebahkan kepala di pangkuan perempuan itu. Aruna tidak bisa menolak permintaan Keven dan akhirnya hanya memandangi sepasang mata beriris hitam yang tengah menatapnya dengan tatapan sendu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN