Posesif

1012 Kata
11 Wajah Aruna dan Keven sudah memerah dan tubuh pun basah. Permainan air yang mereka lakukan selama dua jam terakhir, membuat keduanya senang, meski lelah dan kulit pedih tersengat matahari. Keduanya sekarang tengah duduk-duduk di tempat teduh sembari menikmati es kelapa muda. Rambut dan tubuh yang lengket terkena air laut tak mereka hiraukan. Pasir yang menempel tidak dipedulikan. Suasana hati yang tenang dan nyaman, membuat keduanya larut dalam kegembiraan. Sesekali saling melirik dan mengulum senyuman, yang artinya hanya dipahami oleh mereka. "Udah puas belum mainnya?" tanya Keven. "Hu um, tapi aku masih pengen jalan-jalan di sekitar sini," jawab Aruna. "Ya udah, kita bersih-bersih dan ganti baju dulu, habis itu langsung check out dan nongkrong di sini." Aruna mengangguk, kemudian menyambut uluran tangan Keven untuk berpegangan. Jalan bersisian dengan pria tersebut yang menggenggam jemarinya erat. Hati Aruna menghangat seiring dengan kedekatan mereka yang kian kuat. Keduanya berpisah di depan pintu kamar Aruna. Perempuan itu mengayunkan tungkai memasuki kamar dan langsung menuju kamar mandi. Membersihkan diri dengan teliti, tak lupa untuk memasukkan pakaian basah ke kantung plastik. Aruna melangkah ke luar dan meletakkan kantung tadi ke dekat ransel. Berjongkok dan mengambil satu-satunya pakaian bersih yang masih tersisa. Sesaat dia terdiam, baru menyadari bila gaun itu sangat tipis. Sialnya lagi, dia lupa membawa cardigan. Aruna bergegas mengenakan gaun terusan halter neck. Merapikan rambut basahnya dengan jemari, sengaja membiarkan mahkotanya itu kering dulu, baru akan disisiri nanti. "Na, udah beres?" Suara Keven yang mengiringi ketukan di pintu membuat Aruna sontak menoleh. Perempuan itu jalan mendekat dan membuka benda besar itu hingga beradu pandang dengan Keven, yang tertegun menyaksikan pemandangan di hadapan. "Nggak ada baju lain?" tanya Keven. "Nggak ada, ini yang terakhir. Habisnya kamu ngajak nginap dadakan sih," sahut Aruna, sedikit salah tingkah karena diperhatikan sedemikian rupa. "Ngablak gitu. Tutupin!" "Lupa bawa cardigan." "Ya udah, pake kausku dulu. Nanti kita beli cardi atau apalah, baru lanjut jalan-jalan." "Tanggung, Kev. Sayang duitnya kalau beli." "Aku nggak mau tubuh kamu dipandangin orang lain. Itu hak prerogatif aku sebagai calon suamimu!" Aruna membeliakkan mata, kemudian dia terkekeh. Merasa lucu dengan ucapan Keven yang tampak gusar. "Emang aku udah iyain lamaranmu?' tanyanya seusai tertawa. Keven merengut, menatap Aruna dengan mata berkilat. Tanpa berkata apa-apa, dia mendorong Aruna, kemudian menutup pintu dan menurunkan ranselnya ke lantai. Membuka dan membongkar benda itu, mengambil sebuah kaus putih serta memberikannya pada Aruna. "Pake!' titahnya. Aruna bergeming. Memandangi wajah Keven dengan dagu terangkat dan mengulum senyum. Sengaja ingin menggoda Keven yang makin gusar. Pria bertubuh tinggi itu akhirnya memaksakan untuk memakaikan kaus ke Aruna yang akhirnya tak bisa menahan tawa. "Malah ketawa!" omel Keven sambil memegangi lengan Aruna. "Habisnya lucu, posesif banget kamu," balas perempuan itu seraya tersenyum lebar. "Iya, aku posesif. Nggak mau tubuh calon istri dilihat orang lain!" tegas Keven. "Hmm, tapi kerjaanku sebagai model kan gitu, Kev." "Itu lain soal, kan kerja, harus profesional. Ini kan acara di luar kerjaan, aku nggak mau kamu dilihatin penuh nafsu sama cowok lain." "Sammy nggak pernah ngatur-ngatur bajuku. Dia malah senang kalau aku tampil seksi." Keven menggertakkan gigi, kemudian menarik Aruna hingga tubuh mereka menempel. "Aku ngelakuin ini karena benar-benar cinta sama kamu. Bukan pengen memanfaatkan tubuhmu sebagai pemuas nafsu!" Aruna tertegun mendengar ucapan Keven yang tegas. Sama sekali tidak menyangka bila pria tersebut bisa bersikap seperti itu. Hati Aruna meleleh, penuturan Keven tadi membuatnya merasa dihargai dan disayangi. Tangan Aruna mengusap wajah Keven dengan perlahan. Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah senyuman manis yang menambah keelokan parasnya. "Makasih," bisiknya. "Hmm?" "Udah ngejagain aku." "Kembali kasih." Aruna berjinjit dan menyapukan bibir, yang langsung dibalas Keven dengan sesapan lembut. Aruna memejamkan mata dan menikmati keintiman mereka. Tangan kiri bergerak melingkari leher Keven, sementara tangan kanan meneruskan pengusapan di rambut, wajah dan leher pria tersebut. Keven merunduk dan menarik kepala Aruna. Memperdalam ciuman dan mengulum lidah perempuan itu yang mengeluarkan suara lenguhan. Pertukaran saliva itu berlangsung cukup lama, hingga akhirnya Keven menghentikannya ketika melihat Aruna kesulitan bernapas. Keven mengusap bibir Aruna yang membengkak. Tersenyum saat perempuan itu masih sibuk mengatur napas sembari mengerjap-ngerjapkan mata. Aruna menatap Keven dengan berbagai rasa yang berkecamuk dalam hati. Kemudian menyandarkan kepala di dadaa Keven, menikmati degup jantung pria itu yang terdengar cukup kencang. "Na." "Ehm?" "Lapar." Aruna menyunggingkan senyuman, kemudian menengadah dan menjawab,"Ayo, kita makan. Tapi kamu yang traktir." "Aduh, aku udah bayar hotel dan lain-lain. Masih kebagian bayar makanan juga, ya?" canda Keven. "Jangan pelit-pelit sama aku, Kev. Lama-lama kutinggal nih!" "Yakin mau ninggalin aku?" "Iyalah, kamu perhitungan amat!" "Entar nyesel loh. Yang ganteng, gagah, dan setia kayak aku ini udah limited edition." Aruna mendelik, tetapi bibirnya mengulum senyum dan membuat Keven gemas. Pria itu kembali menunduk dan menyesap madu Aruna. Melanjutkan keintiman yang tadi terjeda. Keven berusaha sedapat mungkin untuk menekan hasrat yang merangkak naik. Memperlakukan Aruna selembut mungkin dan berharap perempuan itu akan luluh serta mau menerima pinangannya. Suara perut Keven yang berdemo minta diisi, seketika memutuskan kedekatan. Keven cengengesan, sementara Aruna tertawa kecil. *** Matahari sudah tenggelam saat Keven dan Aruna tiba di hotel tempat mereka menginap pertama kali. Mereka jalan bergandengan tangan menyusuri jalanan setapak, sebelum tiba di deretan bungalow kecil yang berada di dekat pantai. Keven dan Aruna menghentikan langkah kala melihat sesosok pria yang tengah duduk di kursi teras depan kamar yang ditempati Aruna. Keduanya saling beradu pandang sesaat, sebelum akhirnya mendekati pria tersebut tanpa melepaskan tangan. Sammy yang baru menyadari kehadiran kekasih dan sahabatnya itu langsung berdiri dan menatap tajam pada jalinan tangan kedua orang tersebut. Saat Keven dan Aruna tiba di hadapan Sammy, pria yang postur tubuhnya lebih kecil dari Keven itu memandangi wajah keduanya secara bergantian. Kepala Sammy berdenyut kala menyadari bahwa kemungkinan Keven-lah orang yang menyebabkan Aruna memutuskan hubungan dengannya. "Kalian ... apa maksud genggaman tangan itu?" tanya Sammy dengan suara meninggi. Keven menunduk dan hendak melepaskan tangan Aruna, tetapi perempuan itu malah merapatkan tubuh ke lengannya. Aruna menoleh dan menyunggingkan senyuman yang membuat Keven akhirnya mempererat genggaman. "Seperti yang kamu lihat, Sam," jawab Keven. "Maksudnya apa? Jangan bilang kalau kalian tengah ada affair!" bentak Sammy. "Affair? Sam, kita udah nggak punya hubungan apa-apa!" Aruna balas membentak dan membuat Sammy terperangah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN