Esok paginya ketika Tari terbangun, ia berjalan menuju dapur untuk mengganjal perutnya, ia sangat lapar, apalagi semalam ia tak sempat makan malam karena harus cepat pulang setelah dua hari menghabiskan waktu di dalam pesawat. Tari melihat Mayra tengah menyiapkan sarapan, wangi nasi goreng buatan Mayra beraroma sedap, membuat mata Tari membelalak karena aromanya.
"Pagi, May, kebetulan banget dah ahh, aku lapar, cicipin dikit donk." pintah Tari, duduk di kursi makan dan menatap punggung sahabatnya yang tengah menggoreng telur.
"Pagi, Gadis, kenapa kamu bangun? Aku pikir kamu bakal bangun kesiangan karena lelah, aku baru akan menyiapkannya di atas meja lalu berangkat bekerja."
"Aku sudah lama gak sarapan bareng kamu." kata Tari.
"Bilang aja lagi, kalau kamu lapar, kamu, kan, kebiasaan banget makan pagi." kekeh Mayra. Tari tersenyum karena sahabatnya itu tahu jika ternyata ia sedang berbohong.
"Tapi, May—"
"Hem? Ada apa?"
"Kamu pulang kantor jam berapaan, sih?"
"Jam 4."
"Langsung pulang, kan, ya?"
"Gak kayaknya, aku harus ke apartemen Pak El dulu, buat beresin apartemen, soalnya dia ada jadwal dua hari di luar negeri, jadi aku harus tetep beresin meski dia gak ada." jawab Mayra, sambil mengangkat telur gorengnya ke atas piring, lalu menyajikannya di atas meja makan yang berukuran mini, yang hanya bisa di duduki dua orang.
"Aku ikut deh, pengen lihat aku, gimana Pak El dengan kesehariannya." kata Tari.
"Beneran mau ikut?" tanya Mayra, membuka celemeknya dan duduk di hadapan Tari, sahabatnya.
"Tentu saja, beneran, aku, kan, emang penasaran sama kehidupan Pak El. Yang harus kamu ketahui, aku hanya mengaguminya aja kok, titik." kata Tari, membuat Mayra menggeleng. Sahabatnya itu pikir, Mayra ada hubungan spesial dengan Rafael.
"Berbuat baik pada seseorang belum tentu dia menyukai kita, Tar, jangan mulai deh ah." tepis Mayra, "Mending kamu makan. Sebelum dingin."
"Iya, bubos, kamu gak akan pernah ngerti deh sama maksud aku tuh, ngomong gimana pun juga tetep aja gak ngerti." kata Tari, membuat Mayra tersenyum.
"Buka mulut, donk, Tar." pintah Mayra dan di ikuti oleh Tari, Mayra memasukkan sesendok nasi goreng kedalam mulut sahabatnya agar berhenti ngedumel.
"Aku tuh—"
"Masih mau ngomong kamu? Makan dulu aja, Tar." geleng Mayra, membuat Tari susah menelan makanannya.
"Kamu tuh, ya, tahu banget bagaimana cara membuatku diam." celetuk Tari, lalu meminun segelas teh hangat yang sudah di buat Mayra untuknya.
****
Mayra berjalan memasuki ruangannya, melihat Rahmadi dan Sonia seperti biasa tengah berbincang, Mayra berharap ada kemajuan dalam kedekatan Sonia dan Rahmadi, apalagi melihat Rahmadi sangat menyukai sosok wanita cantik seperti Sonia meski di tolak berkali-kali.
"Pagi, May." sapa Sonia.
"Pagi juga, Son, kalian udah lama di sini?" tanya Mayra.
"Iya, dari pagi, aku baru pulang dari bali." jawab Sonia.
"Oh, iya, kamu, kan, jadwalnya semalam di Bali, ya."
"Iya, May." jawab Sonia.
Rahmadi memberikan segelas kopi hangat pada Mayra, Rahmadi memang selalu melakukannya jika ia memiliki keinginan yang harus Mayra turuti.
"Makasih, Di." ucap Mayra, lalu meneguknya.
"Terus kamu hari ini free, Son?" tanya Mayra.
"Iya, nih, aku kosong sampai dua hari."
"Bagus,donk, kamu bisa istirahat dulu sebelum jadwalmu lagi, soalnya yang ku lihat, kamu akan ada penerbangan ke luar negeri empat hari."
"Iya, May, tapi itu minggu depan."
"Benarkah? Kamu ada jadwal 4 hari, Son?" tanya Rahmadi.
"Iya, Di." jawab Sonia, "Baiklah, aku harus pulang, aku ngantuk banget ini, mataku kayak udah mau ketutup aja."
"Biarkan aku anterin, Son." kata Rahmadi.
"Gak usah. Kamu, kan, kerja." tolak Sonia.
"Gak apa-apa, Son, biarkan Rahmadi mengantarmu pulang, lagian rumah kamu juga deket sini, jadi gak apa-apa." sambung Mayra, yang mendukung perasaan Rahmadi terhadap Sonia.
"Bener gak apa-apa, May?" tanya Sonia, lagi.
"Iya, beneran gak apa-apa, lagian kamu, kan, ngantuk, jangan pulang sendirian apalagi bawa mobil sendirian, entar ada apa-apa loh di jalan." kata Mayra, begitu pengertian terhadap kisah cinta yang terjalin di perusahaan ini.
"Baiklah, makasih, ya, May." kata Sonia, berlalu meninggalkan Mayra yang tengah menghidupkan komputernya.
"Thanks, ya, May, aku akan mentraktirmu nanti." bisik Rahmadi dengan wajah sumringah, membuat Mayra terkekeh lalu menggeleng.
"Ish, gue gak nyangka deh, Pak El berangkat sepagi itu, gue jadi gak melihatnya, nyesel deh gak nginep semalam." Rara ngedumel, membuat Mayra menghentikan kegiatannya sejenak dan fokus nenfengar perbincangan dua pramygari cantij yang kini ada di pantry, tepat di dekat ruangan Mayra dan Rahmadi.
"Apaan, sih, Ra, lagian Pak El itu, kan, pilot, jadwalnya juga gak nentu, ngapain berharap, sih?" kata Vica.
"Emang lo gak kecewa apa gak ketemu Pak El?" tanya Rara.
"Kecewa, sih, tapi gue gak masalah juga."
"Ish, apaan, sih, Vica, lo emang gak ngedukung gue deh." rengek Rara.
"Lo yang apa-apaan, Ra, jangan mengharapkan sesuatu yang gak masuk akal deh." geleng Vica.
"Apa lo gak tahu, Pak El itu jadwalnya empat hari loh di luar negeri, gimana bisa ketemu coba." sambung Vica.
"Ha? Empat hari? Yang bener lo? Dia bareng siapa emangnya?"
"Maksudnya?"
"Bareng pramugari siapa?"
"Kati, Melan, Hery, Juan, sama Winda, itu saja, sih, yang gue tahu." jawab Vica.
Mendengar perbincangan antara Vica dan Rara, Mayra langsung membuka folder di komputernya, untuk melihat jadwal Rafael. Setelah mendapatkannya, memang benar Rafael ada jadwal penerbangan ke luar negeri selama empat hari. Tentu saja, mengecewakan juga bagi Mayra karena tak sempat bertemu di pagi ini.
Mayra mendengkus, lalu kembali mengerjakan pekerjaannya dan menutup folder jadwal Rafael.
Apa-apaan, sih, kenapa aku harus kecewa coba? Batin Mayra, lalu fokus ke layar ponselnya.
Sesaat kemudian, Pak Harjum datang ke ruangan Mayra, membuat Mayra berdiri seketika karena melihat atasannya itu tengah berdiri dengan tangan ia masukkan di kedua saku celanannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Mayra.
"Rahmadi mana?" tanya Pak Harjum.
"Dia sedang membeli sarapan, Pak."
"Kita rapat 20 menit lagi, beritahu Rahmadi, Eva, Yung dan Mely." kata Pak Harjum, lalu berlalu meninggalkan Mayra, yang tengah kebingungan karena ia tidak fokus pada pekerjaannya, otaknya selalu saja mengingat sosok Rafael yang empat hari tak akan ia lihat.
****
Setelah mengadakan rapat, Mayra berjalan meninggalkan ruang rapat dan menuju ke ruangannya, di susul dengan Rahmadi juga Eva.
"May, lo kenapa, sih? Seharian ini kayaknya gak fokus banget." tanya Eva, membuat Mayra tersenyum terpaksa.
"Hem? Aku gak apa-apa, kok, Va, aku hanya gak enak badan aja." jawab Mayra.
"Gak enak badan? Lo sakit? Pulang saja gih, lo musti istirahat." kata Eva.
"Bener kata Eva, May, kamu pulang saja, kasihan kalau kepaksa, 'kan? Entar sakitnya makin parah." tambah Rahmadi.
"Aku gak apa-apa, kok, kalau gak bisa, gak akan aku paksa juga, jadi masih bisa ku atasin." jawab Mayra.
"Lo emang keras kepala amat, sih, May, ya udah... gue ke ruangan dulu." jawab Eva, membuat Mayra tersenyum.
"Tumben tuh anak perhatian banget sama kamu, May." Rahmadi curiga.
"Emang napa, Di?"
"Biasanya, kan, dia gak seperti itu, dia gak suka sama kamu, dia pengen ngambil jabatan kamu, yang lebih di percayai Pak Harjum." kata Rahmadi.
"Jangan gitu, Di, biarin aja, mungkin dia udah berubah kali, makanya perhatian." tepis Mayra, membuat Rahmadi mengangguk.
"Baiklah, tapi kamu jadi pergi gak?"
"Kemana?"
"Yang tadi Pak Harjum ngomong, ke New York." tanya Rahmadi.
"Jadi, donk, kamu, kan, tahu, aku gak mungkin gak pergi di saat udah di perintahkan, aku harus pergi." jawab Mayra, menaruh dokumen yang ia genggam di atas meja kerjanya dan duduk di kursinya menatap komputernya yang masih menyala.
"Eii, sepi donk gak ada kamu." kata Rahmadi.
"Apaan, sih, Di, lebay banget, aku, kan, perginya 5 hari doank."
"5 hari mah lama, May."
"Iya, sih, tapi gak bakal kerasa kok."
****
Mayra dan Tari masuk ke apartemen Rafael, semuanya masih bersih, seperti terakhir kali Mayra meninggalkan apartemen ini. Maura mendengkus, kenangannya bersama Rafael terlalu membekas di hatinya. Meski tak memiliki hubungan apa-apa. Namun, Rafael berhasil membuat perhatian Mayra teralih, begitu pun sebaliknya.
"Waoww... ini rapi banget loh, May." kata Tari, takjub.
"Tentu saja, aku, kan, beresin sebelum pulang."
"Terus, kenapa kamu kemari lagi kalau emang udah rapi?"
"Aku, kan, gak tahu, kalau udah rapi, biasanya Pak El, kan, jorok."
"Ya udah, beresin gih yang perlu di beresin, aku mau keliling." Kata Tari.
"Ish, katanya mau bantuin."
"Gak jadi, gak kotor juga, 'kan?" kekeh Tari, membuat Mayra menggeleng.
"Aku ada kerjaan di New York, Tar." kata Mayra, membuat Tari berbalik menatap sahabatnya.
"Apa? New York? Tumben."
"Pagi tadi, Pak Harjum ngadain rapat dan aku di suruh wakilin dia rapat 5 hari di kantor New York." kata Mayra.
"Jadi, kamu mau?"
"Tentu saja, kamu, kan, tahu, aku kalau udah di perintah mah, gak bisa bergeming sama sekali." jawab Mayra.
"Tapi, itu, kan, lama banget, May."
"Gak lama, kok, aku pasti cepet kembali kalau udah selesai, hanya perhitungannya, sih, 5 hari, kata Pak Harjum, moga saja gak sampai 5 hari." kata Mayra, membuat Tari manyun.
"Ish, aku jadi gak ada temennya donk, ya."
"Lagian, kamu, kan, ada jadwal penerbangan, Tar, jadi gak bakal berasa kalau aku gak ada." kata Mayra, membuat Tari mengangguk.
"Tumben banget Pak Harjum, nyuruh kamu."
"Ini bakal jadi pengalaman keduaku."
"Setelah dari Eropa?"
"Hem, iya."
"Moga saja aku memiliki jadwal penerbangan di New York, supaya aku bisa bertemu dengan kamu." kata Tari, membuat Mayra cengegesan karena sahabatnya itu memang tidak bisa pisah dari dia.
"Baiklah, selesein tugasmu dan kita jalan-jalan." kata Tari, membuat Mayra bergegas membereskan apartemen Rafael yang terlihat masih bersih dan rapi.
****
Mayra berjalan menuju cabin pesawat, ia duduk di kursi bisnis sesuai apa yang di perintahkan Pak Harjum, apalagi semua pramugara dan pramugari yang bertugas di kenal Mayra.
"May, kamu ada penerbangan ke New York juga?" tanya Sonia.
"Iya, Son. Aku ada rapat gantiin Pak Harjum."
"Ya udah, kamu membutuhkan sesuatu?"
"Aku minta air putih saja, ya."
"Oke, aku ambilin dulu." kata Sonia, berjalan meninggalkan Mayra yang tengah membaca majalah bisnis.
Sesaat kemudian Sonia kembali dan memberikan sebotol air mineral pada Mayra.
"Ini, May, rencananya kamu berapa hari di New York?" tanya Sonia.
"Hem? Aku di sana 5 hari."
"Lama juga, ya."
"Iya, nih, tapi gak bakal berasa juga kok."
"Iya, sih." jawab Mayra.
Pengumuman akhirnya terdengar membuat Sonia bergegas ke tempat masing-masing.
"Bentar, ya, May, aku ke depan dulu. Pesawat bakal berangkat." kata Sonia, lalu berjalan meninggalkan Mayra yang tengah menikmati sebotol air putih yang di berikan Sonia untuknya. Meski bekerja di perusahaan maskapai penerbangan, Mayra tidak pernah melihat setiap pesawat milik EL airlines, baru kali ini juga ia duduk di kursi bisnis yang hanya ada beberapa orang saja.
BERSAMBUNG