Mayra mengerjapkan matanya, melihat matahari menyengat masuk dan membuat matanya tersengat, dengan penglihatan yang samar, ia melihat seseorang sedang menyibak tirai, membuat Mayra dengan cepat bangun dan memperbaiki duduknya ketika ia menyadari, saat ini ia tidak di kostnya. Namun, masih di apartemen Rafael. Mayra melihat seluruh tubuhnya sampai ke ujung kakinya, ia masih mengenakan baju semalam, tentu saja pikirannya tak menentu saat ini, apalagi bersama pria asing yang mungkin mengambil kesempatan, ketika ia tertidur, Mayra bernafas lega.
“Kamu sudah bangun?” tanya Rafael.
“Maafkan saya, saya tertidur.” kata Mayra.
“Saya juga baru bangun.” kata Rafael, membuka kulkas dan mengambil air mineral, lalu meneguknya, ia pun membawa sebotol untuk Mayra. “Ini minum dulu.”
“Terima kasih.” kata Mayra, lalu menerima sebotol air mineral yang sudah terbuka tutupnya karena Rafael membukanya untuknya.
Setelah meneguk air mineral tersebut, Mayra bernafas lega, meski ia di rumah seorang pria saat ini. Namun, tak membuat Mayra malu atau mungkin bergegas pulang, karena ia sangat lega ketika Rafael menjaganya semalam.
“Saya harus pulang.” kata Mayra, membuat Rafael tersenyum. Mayra melihat senyum pria asing itu, benar-benar tampan. Tiba-tiba Mayra mengingat Tari yang juga tidak di kost saat ini, karena jadwal penerbangan Tari membuatnya harus menginap selama dua hari di luar kota.
“Selesaikan dulu pekerjaanmu.” kata Rafael, membuat Mayra heran, ini bukan waktu untuk membereskan apartemen.
“Saya akan datang sore nanti.”
“Saya membutuhkanmu pagi ini, lihat saja semuanya berantakan.” kata Rafael yang sejak pagi sudah sengaja membuat apartemennya berantakan, agar bisa membuat Mayra lebih lama di apartemennya.
“Tapi, sejak kapan semuanya berantakan? Malam kemarin tidak seperti ini.” tanya Mayra, membuat Rafael terkekeh. Membuat Mayra tak menyadari jika saat ini ia di kerjai oleh Rafael.
“Kamu, kan, tahu, saya jorok.” jawab Rafael.
“Ish … belajar kebersihan, donk, masa dalam waktu semalam berantakannya sampai seperti ini.” omel Mayra, membuat Rafael tersenyum melihat omelan wanita yang memiliki kecantikan yang alami.
“Saya akan belajar. Tapi, nanti.” kata Rafael.
“Tapi, saya harus bekerja.”
“Apa kamu lupa? Ini akhir pekan, staf tidak bekerja di akhir pekan.”
“Terus, kamu? Kenapa tidak ke kantor, sebagai seorang pilot tidak ada akhir pekan.”
“Saya juga free hari ini, tidak ada jadwal penerbangan.”
“Jika kamu free, seharusnya kamu belajar mengerjakan rumah daripada harus membuang uangmu untuk memberi upah padaku.” celetuk Mayra.
“Bersihkan saja, lalu kita sarapan, saya akan mengantarmu pulang setelah kamu membereskan semuanya dan membuatkan saya sarapan.” kata Rafael, berlalu memasuki kamarnya dengan kedua tangan ia masukkan di saku celananya.
Mayra dengan berceletuk dalam hati, mengerjakan semuanya, memungut semua sampah seperti kaleng bir dan botol minuman yang berserahkan di lantai, lalu memasukkannya ke tempat sampah. Rafael mengintip Mayra yang tengah mengerjakan pekerjaan rumah, dengan kekehannya membuat Rafael membuang dirinya di atas ranjang king size miliknya dengan perasaan yang puas karena sudah berhasil mengerjai Mayra.
Ada perasaan nyaman dan tenang di dalam hati Rafael jika mengobrol dengan Mayra, sepanjang malam, mereka menghabiskan waktu bercerita. Sampai membuat keduanya tidak sadar dan tertidur di sofa, meski begitu Rafael senang karena ia memiliki seseorang ketika ia jauh dari keluarga dan teman.
Setelah memungut dan membuang sampah, Mayra lalu menyapu dan mengepel seluruh ruangan di apartemen Rafael, meski tak masuk akal bisa sekotor ini dalam waktu semalam. Namun, demi uang Mayra melakukannya.
Beberapa menit setelah selesai membereskan makanan, Mayra berjalan menuju meja dapur dan menyiapkan sarapan untuk Rafael yang tengah berada di kamar.
“Ish, pria itu membuatku mengerjakan semuanya hanya dalam waktu beberapa jam saja, jika aku tidak membutuhkan uang, aku tidak akan mau di suruh dan di perintah.” Mayra bergumam sendirian, ia meracau, sedangkan Rafael tertidur di kamar.
Satu jam kemudian, Rafael keluar dari kamar dan melihat Mayra tengah duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya, karena lelah, apalagi Mayra kegerahan karena dari kemarin tak mandi dan tak mengganti pakaiannya, terdengar suara napas Mayra, napas yang lelah. Rafael sebenarnya merasa kasihan pada Mayra, wanita yang sudah bersedia bekerja di rumahnya meski dengan bayaran.
Rafael menghampiri Mayra dan duduk di sebelahnya, Rafael berdehem membuat Mayra memperbaiki posisi duduknya.
“Saya sudah mengerjakan semuanya, saya bisa pulang, ‘kan?” tanya Mayra.
“Temani saya sarapan dulu.”
“Saya tidak lapar.” jawab Mayra. Karena, yang ia butuhkan saat ini, adalah ranjang dan bantal.
“Ayo, temani saya makan.” Rafael menarik Mayra, dengan terpaksa Mayra bangun dari duduknya dan menghampiri meja makan. Mayra melihat genggaman tangan Rafael, membuat jantung Mayra berdegup begitu kencang, hangat menyeruak lewat sentuhan tangan Rafael.
“Duduklah di sini.” kata Rafael, membantu Mayra duduk.
“Setelah menemanimu makan, saya harus benar-benar pulang.”
“Kenapa? Kamu gerah?”
“Iya, saya gerah dan saya ingin mandi, saya juga harus berganti pakaian.” kata Mayra.
“Mandi di sini saja, saya akan meminjamkanmu baju.” jawab Rafael.
“Ish, tidak perlu. Saya tidak mungkin memakai pakaian lelaki.” geleng Mayra.
“Sebenarnya-“
“Ada apa?” tanya Mayra.
“Sebenarnya saya kesepian jika tidak memiliki teman, karena itu saya ingin kamu tetap di sini menemani saya.” tunduk Rafael, membuat Mayra merasa ibah, tentu saja akan sepi, apalagi Rafael tidak memiliki teman di sini.
“Jadi, kamu ingin saya menemanimu?”
“Iya, jika kamu bersedia.”
“Baiklah, saya akan menemanimu, saya akan kembali setelah berganti pakaian.”
“Benarkah?”
“Iya.”
“Saya akan mengantarmu pulang dan menunggumu.”
“Memangnya kamu ingin kemana?”
“Keliling Jakarta saja.”
“Baiklah, kebetulan Tari juga tidak ada di Jakarta, dia memiliki jadwal penerbangan dua hari, jadi saya pun membutuhkan teman.”
“Sepakat?” tanya Rafael, menyodorkan tangannya.
“Baiklah, kita sepakat.” Mayra menerima uluran tangan Rafael.
Entah kenapa, keakraban itu terjadi di antara Mayra dan Rafael, Mayra sudah tidak segan atau pun malu pada Rafael, begitu pun sebaliknya, meski jantung Mayra sering kali berdegup kencang karena Rafael selalu bertingkah seenaknya.
Setelah sarapan, Rafael mengemudikan mobil lambhorgini miliknya menuju kost Mayra, ia dan Mayra akan mengelilingi kota Jakarta, meski harus mengalami macet di mana-mana.
Sampai di kost, Mayra mempersilahkan Rafael duduk di teras kost, lalu memberinya secangkir teh hangat dan Mayra mengambil kesempatan untuk mandi dan berganti pakaian, semalam ia tidur di rumah seorang pria dari negara asing. Namun, kelegaannya karena Rafael menjaga dirinya tanpa melakukan apa pun, kepercayaan Mayra pada Rafael pun tumbuh dan ia merasa lebih nyaman dan aman di dekat Rafael.
Rafael menunggu dengan setia, sembari memainkan ponselnya.
Sesaat kemudian seorang pria masuk melintasi pagar kost Mayra dan menatap Rafael penuh akan pertanyaan.
“Anda siapa?” tanya Raihan.
“Saya? Saya temannya Mayra.” jawab Rafael.
“Teman? Anda orang Indonesia?”
“Saya berasal dari Jerman, anda kemari ada perlu apa?”
“Saya mantan kekasih Mayra, saya harus menemui Mayra.” jawab Raihan.
“Mantan kok bangga?” gumam Rafael.
“Apa anda mengatakan sesuatu?” tanya Raihan.
“Saya tidak mengatakan apa-apa.” jawab Rafael.
“Ada apa?” tanya Mayra, ketika mendengar Rafael mengobrol dengan seseorang.
“Ini ada mantan kekasihmu.” jawab Rafael, membuat Mayra berbalik dan melihat Raihan yang berpenampilan rapi dengan setelan kantornya, ciri khas Raihan sangat berbeda dengan Rafael yang terlihat santai dalam berpakaian.
“Raihan? Untuk apa kamu kemari?” tanya Mayra, tak suka.
“Aku mau menemuimu, apa kita bisa bicara?”
“Untuk apa berbicara dengan kamu? Kita sudah selesai.” kata Mayra.
“Karena kita sudah selesai, kamu menggaet pria asing ini?”
“Dia bukan pria asing, Raihan.” tunjuk Mayra.
“Dia pria bule, ‘kan? Kenapa tidak move on saja dan mencari pria lokal? Kenapa harus pria bule? Dia bisa saja meninggalkanmu dan kembali ke negaranya.” kata Raihan mengingatkan.
“Dia bukan kekasihku, dia hanya teman kerja.”
“Bisa saja pria bule itu memiliki perasaan terhadapmu.”
“Sudahlah, Raihan, lebih baik kamu pulang saja dan jangan kemari lagi, kita sudah selesai dan kita tidak lagi memiliki hubungan apa-apa, jangan membuat istrimu sakit hati karena kamu masih menemuiku.” kata Mayra, menarik Rafael dan masuk ke dalam mobilnya. Karena, Mayra sudah selesai berpakaian.
Rafael lalu melajukan mobilnya dan meninggalkan pekarangan kost Mayra, sedangkan Raihan masih menatapnya dari kejauhan.
“Apa benar dia mantan kekasihmu?” tanya Rafael.
“Mungkin saja, ada apa?”
“Dia terlihat kaya, kenapa putus?”
“Karena bukan jodoh.” jawab Mayra, membuat Rafael tertawa karena melihat Mayra mengenakan sandal jepit dan tidak membawa tasnya bersamanya, hanya mengunci kamar kostnya dan langsung masuk ke mobil tanpa menyadari sesuatu yang ganjal.
“Kamu tertawa? Ada apa?” tanya Mayra, heran.
“Tidak, saya hanya-“
“Hanya apa? Jangan menyindirku.” rengek Mayra, membuat Rafael tak berhenti tertawa.
“Apa sejengkel itu bertemu mantan dan tidak menyadari, jika kamu hanya mengenakan sandal japit dan tidak membawa tas bersamamu, apalagi dengan rambut acak-acakkan.” kekeh Rafael, membuat Mayra melihat kakinya dan mencari tasnya. Mayra berteriak karena malu, ia menutup wajahnya.
“Kita kembali saja, saya-“
“Ada-ada saja, saya yakin, mantanmu itu pasti masih di sana.”
“Jadi, kamu mau melihat saya memakai sandal jepit ini? Apalagi saya tidak membawa uang, aish .. kok saya bisa seceroboh ini?” Mayra mengacak rambutnya dan menyembunyikan wajahnya yang malu karena sikap konyolnya, sedangkan Rafael merasa itu tingkah yang lucu dan menggemaskan, ia pun tidak berhenti terkekeh melihat kepanikan Mayra.
“Sepertinya kita harus menunda jalan-jalan, saya tidak bisa menemanimu dengan penampilan seperti ini.” kata Mayra.
Rafael mengabaikan Mayra dan masih tertawa sembari fokus mengemudikan mobil mewahnya.
“Apaan, sih, kenapa tertawa terus?’ tanya Mayra, merasa sangat malu.
“Mantanmu itu berhasil membuatmu tidak fokus.” kekeh Rafael lalu menggelengkan kepalanya.
“Kita kembali saja ke kost, saya tidak bisa menemanimu.”
Rafael lalu memasuki pelataran parkir sebuah butik, membuat Mayra keheranan melihat Rafael, Mayra melihat butik mewah di dalam mobil.
“Ayo turun.” Ajak Rafael.
“Saya tidak mau, kita mau ngapain di sini?”
“Kamu sudah berjanji akan menemaniku, jadi jangan membuatku kecewa.”
“Tapi-“
“Sudahlah, turun saja.” kata Rafael, membuat Mayra terpaksa turun, ia sangat malu menjadi bahan perhatian para pengunjung butik karena memakai sandal jepit dengan rambut yang acak-acakkan, tak di sisir dan tak di ikat, membuat Rafael tidak mempermasalahkannya sama sekali, apalagi malu karena bersama Mayra.
Para pelayan butik menundukkan kepala menyambut pelanggannya yang tak lain tak bukan adalah Mayra dan Rafael.
“Ada yang bisa di bantu, Sir?” tanya salah satu pelayan butik.
“Berikan sepatu dan tas untuk wanita ini.” jawab Rafael, membalas pertanyaan pelayan butik dengan bahasa Inggris.
“Yes, Sir, serahkan saja kepada kami.” jawab pelayan butik. Sebenarnya Mayra tak menyukainya dan tak enak hati, apalagi jika memikirkan gajinya akan di potong karena membeli sebuah sepatu, Mayra beberapa kali menolaknya. Namun, di abaikan Rafael dan Rafael duduk di kursi tunggu.
“Apa yang di katakan pria itu?” tanya Mayra pada pelayan butik.
“Apa dia kekasih anda? Dia sangat tampan dan romantis.” jawab pelayan butik.
“Bukan, dia hanya teman saya.”
“Tapi, kalian terlihat serasi.” jawab pelayan butik, membuat Mayra menggeleng plus penasaran apa yang di katakan Rafael, itu tentang kebodohannya karena meski bekerja di perusahaan maskapai penerbangan yang besar. Namun, ia tidak tahu berbahasa inggris.
Setelah memilih sandal dan tas yang di berikan pegawai butik, Mayra berjalan menghampiri Rafael.
“Ayo kita pergi.” bisik Mayra.
“Apa sudah selesai?” tanya Rafael.
“Sudah.”
“Kenapa tidak mengganti pakaiannya juga?” tanya Rafael pada pegawai butik, menggunakan bahasa inggris, membuat Mayra merasa sangat kecil.
“Nona ini tidak mau, Tuan, meski sudah kami paksa.” jawab pegawai butik.
“Kenapa tidak mengganti pakaianmu sekalian?” tanya Rafael.
“Ini bukan kencan, ‘kan? Kenapa saya harus mengganti pakaianku?” tanya Mayra.
“Baiklah.”
“Tapi-“
“Tapi, apa?”
“Kamu membeli sepatu dan tas ini, ikhlas, ‘kan? Tidak memotong gajiku, ‘kan?” tanya Mayra, membuat Rafael terkekeh mendengar pertanyaan konyol Mayra dan itu menggemaskan.
“Kita bicarakan nanti.” jawab Rafael, lalu memanggil pelayan butik, “Ini bayaran untuk sepatu dan tas yang di pakai wanita ini.”
Pegawai butik tersebut menerima kartu emas Rafael dan membawanya ke meja kasir, Mayra menunggu dan membiarkan pelayan butik itu menggesek kartu Rafael.
Setelah membayarnya, Rafael dan Mayra kembali masuk ke mobil.
“Sekarang tidak ada lagi alasan bagimu untuk tidak menemaniku berjalan-jalan.” kata Rafael,
“Jawab dulu pertanyaan saya, kamu tidak memotongnya dari gaji saya, ‘kan?”
“Bisakah kita berbicara santai saja?”
“Saya tidak bisa, memanggilmu dengan sebutan kamu saja membuat saya tidak enak.”
“Tidak perlu merasa tidak enak, santai saja padaku.”
“Tapi-“
“Atau, aku harus memotongnya dari gajimu? Sepatu dan tas itu sangat lah mahal. Harganya tak sebanding dengan gajimu.” ancam Rafael.
“Jangan, baiklah, aku akan berbicara lebih santai.” jawab Mayra, membuat Rafael terkekeh tak percaya.
“Dasar! Selalunya mengancamku.” gumam Mayra, membuat Rafael jelas mendengarnya dan tertawa setelahnya.
“Kita mau kemana?”
“Kemana saja, yang penting hatimu senang.” jawab Mayra.
Rafael merasa sangat nyaman berada di dekat Mayra begitu pun sebaliknya, Mayra juga sangat nyaman dan aman berada di dekat Rafael, keduanya mulai di tumbuhi keakraban, membuat Mayra dan Rafael lebih santai jika berbicara.
BERSAMBUNG