Orang - orang itu selesai menurunkan barang - barangnya. Selepas itu, Oom Holkay berpamitan padanya. Bahkan sang ayah tak sudi berlama - lama di sini, menemani putranya barang sebentar.
Tak perlu membantu beres - beres gudang yang disebut rumah ini. Hanya menemani, Rori sudah akan sangat berterima kasih.
Rori menyeret kopernya masuk. Pemandangan di dalam sini benar - benar seperti kapal pecah. Semua barang berantakan di mana - mana. Sarang laba - laba melimpah. Debu yang sangat tebal. Juga aroma lumut bercampur dengan aroma lembab yang kentara.
Ya ... sepertinya benar ini adalah rumah. Lebih tepatnya, rumah hantu.
BRUAK ....
Jantung Rori hampir copot rasanya karena suara keras itu. Ia menoleh ke sumber suara. Ia pikir itu adalah hantu. Tapi nyatanya itu adalah perbuatan seekor tikus got yang berukuran sangat besar. Mungkin sama besarnya dengan seekor kucing dewasa.
Rori tidak ragu naik ke atas sofa usang di hadapannya. Karena ia takut tikus itu akan mendatanginya. Rori benar - benar jijik dengan tikus.
Dan Rori sangat takut dengan hantu.
Bisa jadi dalam waktu dekat, Rori akan segera mati. Bukan karena penyakitnya. Lebih karena serangan jantung sebab terlalu sering dihantui oleh tikus dan juga hantu di dalam rumah ini.
Rumah ini sebenarnya tidak asing untuk Rori pribadi. Ia sudah tahu rumah ini semenjak menjadi seorang mahasiswa. Mengingat rumah ini berada sangat dekat dengan kampus. Tepatnya di belakang gerbang parkiran kampus 1.
Dulu tiap kali lewat sini, Rori selalu berusaha untuk tidak melihat karena takut. Rori hanya tidak menyangka, rumah hantu ini akan menjadi tempat tinggalnya mulai sekarang.
Ayahnya serius mengusirnya dari rumah. Ayahnya serius mencabut semua fasilitas termasuk kartu kredit. Ayahnya serius membuangnya dengan kedok disipliner.
Untung lah Rori sudah sempat menebus resep obat yang bisa ia konsumsi untuk satu bulan ke depan. Tapi bagaimana dengan bulan - bulan berikutnya?
Tanpa sadar Rori kini sudah terduduk pada sofa usang nan kotor itu. Ia meletakkan kopernya begitu saja, kemudian menunduk. Dadanya terasa sesak, untuk bernapas sangat lah sulit.
Jika bisa memutar waktu, Rori akan memilih jalan hidup lain. Mungkin ia tidak akan pernah mau jadi Youtuber. Atau kalau pun menjadi Youtuber, ia tak akan mengisi chanel - nya dengan konten prank, yang akan membuatnya kehilangan kepercayaan dari semua orang terdekatnya.
Seandainya saja ada Sushi bersamanya, semua akan terasa lebih baik. Setidaknya tidak akan seburuk ini.
Sendirian, sebatangkara, terbuang, dan tak bisa melakukan apa pun selain menangis dalam sesal.
~~~~~ Y S A G ~~~~~
Rori dan Vanila.
Dua orang yang memiliki bakat berbeda, namun pasion dan cara kerja mereka hampir sama.
Vanila seorang pengarang.
Rori seorang content creator.
Vanila dengan tulisan - tulisannya.
Rori dengan video - videonya.
Mereka sama - sama berusaha membuat konten yang mereka sajikan senyata mungkin. Kita sebut saja, sebuah fiksi yang terkesan nyata. Reliable Fiction!
Mulai sekarang ... Tuhan akan menghadapkan mereka pada kenyataan yang sebenarnya. Reality!
Kenyataan yang sejalan dengan pasion mereka yang identik.
Bisa jadi ini adalah hukuman.
Namun bisa jadi juga ... ini adalah ... semacam harapan yang terkabul?
~~~~~ Y S A G ~~~~~
Vanila terburu - buru berangkat karena ia sudah terlambat. Perlu dicatat, sejak lahir gadis itu memang jarang tepat waktu. Ia selalu datang terlambat dalam setiap hal. Dan tak pernah belajar dari kesalahan. Justru merasa bangga saat ia disoraki teman - temannya karena lagi - lagi datang paling akhir.
Hari ini adalah hari pertama UAS semester akhir. Saat ia sampai, rupanya parkiran belakang kampus 1 sudah penuh.
"Parkir di belakang indomart aja,Mbak!" seru salah satu petugas parkir.
Kebiasaan, selalu disuruh parkir di belakamg indomart jika parkiran sudah penuh. Padahal jarak indomart cukup jauh dari sini. Memang benar untuk berangkat ke sana Vanila naik motor. Tapi untuk kembali ke kampus, ia harus jalan kaki, bukan?
Dan itu membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Dengan kata lain, Vanila akan semakin terlambat. Waktunya untuk mengerjakan soal UAS semakin berkurang.
Vanila tak menanggapi instruksi petugas parkir. Ia hanya berbalik begitu saja. Namun ia tidak menuju indomart, melainkan menuju sebuah rumah tua yang berada tepat di belakang parkiran ini, meskipun letaknya agak menjorok ke dalam.
"Mbak, kok malah parkir di sana?" tanya petugas parkir. "Nggak aman di sana! Ntar motor Mbak ilang lho!" peringatnya.
"Udah telat, ini, Pak!" jawab Vanila sekenanya.
"Kalo terjadi kehilangan, saya nggak tanggung jawab, lho, Mbak."
'Siapa juga yang nyuruh Bapak tanggung jawab?' batin Vanila. "Iya, Pak," jawabnya kemudian.
Vanila mengunci ganda sepeda motornya. Ia memutuskan untuk membawa saja helm - nya supaya tidak hilang. Meskipun helm - nya ini tidak mahal, tapi ia tak mau keluar uang untuk membeli lagi.
Vanila sudah hendak beranjak. Sebelum ia mendengar semacam ... rintihan? Yang berasal dari dalam rumah kosong.
Vanila merinding seketika. Jangan - jangan itu adalah suara salah satu hantu yang menghuni rumah kosong ini.
Vanila berancang - ancang untuk lari. Sampai ia kembali mendengar sebuah suara.
"Tolong!"
Suara yang sangat lirih, cenderung tidak jelas, tapi berhasil tertangkap oleh telinga Vanila. Gadis itu semakin merinding saja. Ia ingin segera berlari dan meninggalkan rumah ini secepatnya.
Namun karena terburu - buru, Vanila tersandung kakinya sendiri. Ia pun terjatuh dengan posisi tidak elit. Belum lagi efek suara keras karena helm - nya yang terlempar.
Vanila mengumpat cukup keras. Kemudian beristighfar ria. Muncul kerutan di dahi gadis itu, kala melihat beberapa pasang sepatu yang berjejer di depan pintu masuk rumah ini.
Kenapa bisa ada sepatu?
Bukannya rumah ini kosong?
Atau baru saja ada orang yang pindah ke mari?
"Tolong!" Suara itu terdengar lagi.
Vanila merinding lagi. Tapi ia memutuskan untuk tidak pergi. Ia ingin memastikan sesuatu. Jika benar - benar ada orang yang baru pindah ke sini, dan orang itu lah yang sedang minta tolong, maka Vanila harus menolongnya, bukan?
Vanila adalah satu - satunya orang di sini. Satu - satunya yang tahu tentang permintaan tolong itu. Jika terjadi sesuatu pada si peminta tolong, Vanila adalah orang yang paling berdosa karena tidak mengindahkannya.
Vanila berusaha menahan rasa takutnya. Ia mencoba memutar knop pintu. Wah ... tidak terkunci. Vanila jadi semakin yakin bahwa memang ada yang baru saja pindah ke sini. Rupanya sekarang rumah ini tak lagi kosong.
Vanila berjalan perlahan memasuki area rumah. Semua masih sangat berantakan. Vanila melihat beberapa koper dan jajaran barang baru lain, khas orang yang baru saja boyongan alias pindahan rumah.
Vanila mengangguk - angguk, semakin yakin dengan dugaannya bahwa rumah ini tak lagi kosong.
Ia lega sebenarnya. Berarti yang meminta tolong benar - benar seorang manusia -- bukan hantu.
Langkah kaki Vanila terhenti ketika sampai di ruang tamu. Ia tertegun melihat seseorang yang meringkuk di atas sofa panjang.
Seseorang yang sama sekali tak asing.
~~~~~ Y S A G ~~~~~
-- T B C --