Playlist :
London Grammar - Truth Is a Beautiful Thing
••••••
"Megan katakan apa yang terjadi dengan mu? Hahh?"pekik Milla saat gadis itu tidak menjawab pertanyaannya.
"Nothing!"balas Megan, menelan ludahnya kasar.
"Jika tidak ada kenapa kau— Megan!!!! Megan!!"suara Milla terdengar lantang, saat gadis itu berupaya pergi. Ia berlari, sekejap mata hilang dari pandangan Milla, melangkah masuk dan mengunci rapat kamarnya.
___________________
Megan bersandar di sisi pintu, duduk dengan memegang erat rambutnya. Ia menangis, menumpahkan semua rasa kekecewaan atas apa yang baru saja terjadi dengan nya. Ia merasa begitu hancur sekarang, bersama ribuan pertanyaan yang terus singgah di kepalanya. Oh God, rasanya semakin sesak setiap detik.
"Dasar k*****t!"ucap Megan lantang, ia segera bangkit, melangkah menuju bucket flowers yang tampak menghiasi nakasnya. Bunga itu terlihat segar, sepertinya baru saja seseorang mengantarkannya.
Brakk!!!
"k*****t!! Sialannn!!! Kau menghancurkan hidupku Markus! Kau!!"teriak Megan cukup keras, Ia melempar dan menginjak-injak bucket flowers tersebut dengan kakinya, hingga duri-duri besar roses itu melukainya. Sungguh, Megan tidak perduli, ia terus menginjak flowers tersebut hingga darah mulai membekas di lantai.
Drrrttttt!!!
Megan berhenti saat mendengar ponselnya berdering, dengan cepat gadis itu menangkap dan meraih benda pipih tersebut. "Ax...."ucap Megan dengan suara sedikit bergetar.
"Megan! Kau sudah terima bucket flowers dari ku? Aku harap kau segera pulih! Get well soon!"ucap Axel membuat Megan segera melirik ke roses yang baru saja ia rusak.
"Kau yang mengirimkan bunga ini?"tanya Megan parau.
"Yah! Memang siapa yang bisa melakukan itu padamu selain aku?"
"Thanks."
"Yah! Maaf karena aku terus menghubungi mu semalaman. Aku hanya khawatir, dan terimakasih karena akhirnya kau mengabari ku, meski bukan dengan kabar baik,"ucap Axel lembut. Megan terdiam, memikirkan banyak hal yang seakan bertambah di kepalanya. Apa ini maksud Taylor? Ia mengatasi Axel dengan kebohongan gila.
"Hm. Aku tutup panggilannya, bye!"ucap Megan, lantas, mematikan sambungan telpon tersebut tanpa menunggu sepatah katapun dari Axel.
"Megan! Mommy membuat kan soup kesukaan mu, bisa buka pintunya?"pekik Milla membuat sudut mata Megan beralih kembali pada ambang pintu.
"Mom aku sedang tidak selera makan,"balas Megan lemas.
"Baiklah, mommy tidak akan memaksamu. Jika kau butuh sesuatu telpon mommy atau daddy. Kami di mansion Alexander,"peringat Milla menunggu jawaban Megan. Wanita paruh baya itu mengeluh pelan, menyentuh sudut pintu dan akhirnya berputar untuk memberikan waktu yang banyak pada putrinya tersebut.
__________________
"Sir, sepertinya Megan cukup terluka,"ucap Taylor khawatir. Markus menghela napas, melirik ke arah wanita itu sekilas.
"Maybe. Tapi aku tidak peduli, ini satu-satunya jalan untuk mendapatkan nya. Aku tidak ingin kehilangan lagi,"balas Markus, kembali menatap iPad yang menampilkan rekaman kamar Megan.
"Sebagai sesama wanita, aku tidak menyetujui tindakan mu, sir. Tapi karena aku di pihakmu, apapun itu akan selalu ku dukung! But please, jangan memperlakukan Megan seperti Lanna,"ucap taylor cukup berani, ia menatap Markus lekat, lantas, segera menjauhi pria tersebut dengan perasaan lega.
Markus membuang napasnya kasar. Mendadak, sebuah ingatan tentang Lanna Russer mengambang di otaknya, ia pernah mencintai seseorang, memberikan seluruh hidupnya hanya pada satu gadis. Tapi— seiring waktu, semua yang di lakukan nya sia-sia, Lanna berkhianat, gadis itu tidur dengan pria lain, Andrea Kaden di rumahnya sendiri. Saat itulah, Markus merasa bahwa dunia tidak pernah adil. Ia tetap merasa benar atas perlakuannya terhadap Lanna.
"Taylor!!"pekik Markus tegas. Membuat wanita itu berhenti melangkah.
"I know, Megan bukan Lanna. Tapi, sepertinya cintaku lebih kuat untuk Megan. Jadi, tidak akan ku biarkan siapapun memilikinya! Tidak akan dan camkan itu!"ucap Markus menatap Taylor serius. Wanita itu mengeluh pelan, ia mengangguk paham. Tanpa menjawab apapun, Taylor melanjutkan langkahnya.
_______________________
Keesokan harinya....
"Megan!"tegur Caroline sembil memukul bahu gadis itu.
"Kau terkejut?"kekeh Caroline memerhatikan wajah Megan yang mencoba menghindarinya.
"Caroline kau membuatku takut,"ucap Megan ragu.
"Kenapa langkah mu seperti itu? Kau masih sakit?"tanya Caroline menatap penuh selidik.
"Memang kenapa dengan langkah ku?"celetuk Megan sarkas.
"Tidak seperti biasanya. Kau aneh, seperti sesuatu mengganjal di paha mu!"ucap Caroline membuat Megan menelan ludahnya. Jika saja ia bisa mengatakan pada Caroline bahwa pelakunya adalah Markus, mungkin Caroline bersedia membantunya memukul pria tua itu.
"Megan! Kau melamun? Are you kidding me?"tanya Caroline seraya tersenyum kecut.
"Tidak. Aku hanya sedang tidak enak badan. Hm—"
"Yah, aku tahu. Karena itu kau memilih pergi meninggalkan pesta Ovia begitu saja. Jika kau tidak mengirim pesan dan hadiah mewah pada Ovia, mungkin gadis itu akan marah padamu!"jelas Caroline, membuat sudut kening Megan berkerut heran.
"Hadiah?"tanya Megan sekadar memastikan.
"Aha! Karena sakit, kau juga lupa bahwa baru saja memberikan jam tangan Rolex limited edition untuk sahabat mu?"tanya Caroline ketus.
"Apa Ovia sahabat spesial untuk mu di banding aku? Kau hanya memberikan ku kue kecil dengan sebatang lilin di hari ulang tahunku!"protes Caroline, membuat Megan semakin yakin bahwa semua yang sedang terjadi saat ini karena ulah Markus dan asisten cantiknya itu. Sialan. Megan mendengus geram dalam diam.
"Caroline, aku hanya ingin memberikan hal yang berbeda. Aku janji, akan memberikan mu yang lebih baik jika kau ulang tahun nanti!"ucap Megan terpaksa.
"Ayolah, aku hanya becanda honey. Aku tidak memaksamu, berikan hadiah itu pada yang tidak punya,"ucap Carol angkuh, hingga sudut bibir Megan mengembang. Ia tersenyum simpul, merasa cukup terhibur.
"Okay, aku harus pergi ke Bank."
"Perlu ku temani?"tawar Megan.
"Tidak, lebih baik Luiz yang menemaniku, bukan kau!"
"Dasar gadis sialan!"umpat Megan, membuat Caroline tertawa cukup lepas.
"Bye honey, jika kau sakit pergi ke mommy mu! Okay!"
"Aku lebih suka pergi ke anaknya Dr. Ralph dan mantan bodyguard daddy mu, Dia tampan!"ucap Megan sekadar basa basi.
"Okay!! Aku mendukung mu, always!"ucap Caroline seraya memasang sunglasses ke matanya. Lantas, melirik pelayan keluarga Morgan membukakan pintu mobil 'Marcedez-Benz Maybach Exelero' dope black untuknya.
Megan mengeluh kasar, memerhatikan mobil mewah tersebut segera menjauh. Keluar dari pekarangan luar mansion. "Tumben dia tidak menggunakan helicopter nya?"pikir Megan, seraya mengulum bibir.
"Ah yah! Aku harus menemui Axel,"Megan melangkah menuju mobil miliknya. Hadiah ulang tahun yang pernah di berikan Billy dua tahun lalu. Secepat mungkin, Megan memutar setir mobil ikut berjalan keluar mansion dan menuju tujuannya. Mereka sempat membuat janji temu di salah satu restaurant mewah yang ada di Naples.
______________________
"Megan!"ucap Axel, menyambut gadis itu di parkiran. Axel bahkan membukakan pintu untuk Megan.
"Ax, maaf aku terlambat,"ucap Megan seraya mengulum bibirnya.
"It's okay. Aku cukup paham, kau sudah sembuh?"tanya Axel penuh pertanyaan. Melirik tegas pada Megan yang seakan belum mampu menjawab. Gadis itu bingung, takut dan entahlah, semua bercampur menjadi satu.
"Bagaimana pekerjaan mu?"tanya Megan, membuat kening Axel mengerut. Pria itu memegang sudut wajah Megan dengan kedua tangannya, menatap lekat tanpa jarak.
"Kau belum menjawab pertanyaan ku,"jelas Axel, mengecup sudut bibir Megan hingga gadis itu terdiam. Rasanya berbeda.
"Aku baik Ax, karena mu!"ucap Megan mencoba melebarkan bibirnya untuk tersenyum simpul.
"Syukurlah, I love you, Megan!"bisik Axel, ia mengeluh pelan dan kembali mendaratkan sebuah ciuman yang lebih lama. Megan diam, tidak membalas seperti biasa. Tubuhnya seakan tidak merespon. Bukan karena itu mengingat Markus, tapi perasaan takut atas perlakuan yang mungkin bisa ia dapatkan dari Axel, jika pria itu mengetahui keadaannya saat ini. Sungguh, Megan tidak bisa membayangkan apapun sekarang.
"Berengsek!"
Brakkkkkk!!!
"Axel! What are you doing?"pekik Megan. Markus baru saja memukul Axel hingga pria itu terpental cukup jauh, bahkan pelipis Axel tampak robek.
"Ax!"ucap Megan sambil menekan luka milik pria tersebut.
"Lepaskan aku k*****t!"teriak Megan, saat Markus menarik lengannya. Berharap agar gadis itu mengikutinya. Namun, Axel tidak tinggal diam, ia memegang lengan Markus erat, menatapnya dengan pandangan tidak bersahabat. Ia marah.
"Lepaskan kekasihku!"aku Axel tegas, tanpa melepaskan pandangannya pada Markus sedikitpun.
_______________________