Selama di perjalanan pulang, Evelyn hanya diam saja. Wajah murungnya menunjukkan bahwa hati gadis itu sedang gundah. Terlalu banyak kejutan menyambutnya dalam satu hari ini, dan inilah salah satu kejutan yang paling membuat hatinya sedih.
Begitulah Evelyn, gadis itu sangat sensitif bila menyangkut kedua orangtuanya. Evelyn begitu kalut.
Aaron melihat istrinya hanya diam saja. Dia mengerti bagaimana perasaan gadis itu. Ketika orang yang paling kita sayangi sedang dalam keadaan tidak baik, pasti akan membuat kita sedih.
Walaupun Evelyn cukup beruntung, karena sampai sekarang dia masih memiliki kedua orangtuanya. Yang dibandingkan dirinya yang kehilangan Ayah dan Ibunya pada usia yang masih sangat belia.
"Jangan terlalu sedih, aku janji, besok aku akan meminta George mencari rumah sakit dengan teknologi lengkap untuk perawatan Mommy. Percaya padaku." Ucap Aaron meyakinkan.
Aaron pun tidak tau kenapa dia sangat mencemaskan gadis ini. Dibandingkan dulu, dia sangat senang jika melihat Evelyn sedih. Entah kenapa sekarang menjadi terbalik.
"Terima kasih Tuan." Jawab Evelyn dengan berlinang air mata. Dari tadi, dia sudah sangat ingin menumpahkan rasa sedihnya, tapi takut karena ada Aaron di sini.
Ternyata usaha Aaron sia-sia yang ingin menenangkan Evelyn. Dari jawabannya, Aaron mengerti bahwa Evelyn masih terpukul akan keadaan sang Mommy.
Aaron berpikir keras memikirkan cara agar Evelyn menjadi tenang seperti sedia kala. Dirinya bukanlah seorang yang pandai menghibur orang yang sedang bersedih. Lidahnya terasa kelu dan gamang untuk memberikan penghiburan kepada mereka.
Tapi untuk menjadi pendengar yang baik, Aaron merasa mampu untuk mendengarkan keluh kesahnya. Namun rasa gengsi dan kurang percaya diri meliputi hati pria itu. Aaron tidak yakin jika dia menawarkan diri untuk mendengarkan ceritanya, Evelyn mau mencurahkan kepadanya.
Mengingat bagaimana kejamnya dulu dirinya pada istrinya itu, hingga membuatnya begitu ketakutan setiap melihatnya.
Beberapa saat kemudian, mobil yang mereka tumpangi sampai di halaman mansion utama. Pengawal yang senantiasa mengikuti mobil mereka dengan sigap membukakan pintu untuk kedua pasangan suami istri itu.
Evelyn agak bingung, ketika melihat Aaron ikut masuk ke mansion utama. Apakah Aaron berniat menginap di sini, pikirnya. Evelyn ingin bertanya, tapi diurungkannya karena masih segan dan takut pada pria itu.
Evelyn berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua mansion. Ketika di anak tangga, dia sadar bahwa Aaron ada di belakangnya.
Mungkin Tuan ingin menemui Ibu, pikirnya lagi.
Lalu saat tiba di depan pintu kamarnya, Aaron tetap mengikutinya. Evelyn semakin bingung. Evelyn berbalik, melihat pada Aaron yang menatapnya datar dengan memasukkan kedua tangannya di kantung celananya.
"Tuan ada apa? Kenapa mengikutiku dari tadi?" Tanya Evelyn dengan kening berkerut.
"Tentu saja aku mau ke kamarku." Jawab Aaron datar, lalu mendahului Evelyn masuk ke dalam kamar.
Evelyn melihat Aaron tidak percaya. Benarkah ini suaminya?
Evelyn menatap tidak percaya pada pria yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Apa yang dilakukan pria ini, pikirnya.
Evelyn pun ikut masuk ke dalam kamar, dan melihat Aaron duduk di atas sofa.
"Tuan sedang apa di sini?" Tanya Evelyn berdiri di belakang pria itu.
"Tentu saja mau tidur, mau apa lagi?" Jawab Aaron dengan dingin tanpa membalikkan tubuhnya.
Evelyn terkejut sekaligus tercengang mendengar jawaban pria itu. Ada apa dengannya, bukankah pria ini sangat membencinya, sehingga untuk tidur satu kamar dengannya pun dia tidak mau. Jangankan satu kamar, bahkan tinggal satu atap pun Aaron tidak sudi.
Evelyn bertanya-tanya dalam hati, akan perubahan sikap pria ini yang begitu mendadak.