"Tuan, apa aku salah dengar? Tuan benar-benar mau tidur di sini?"
"Memangnya kenapa, apa ada larangan jika aku tidur di sini?"
"Ah bukan seperti itu maksudku Tuan, bukankah kau tidak suka satu kamar denganku?" Tanya Evelyn hati-hati, berusaha agar membuat pria itu tidak marah.
Tiba-tiba saja Aaron tertawa terbahak. Sungguh Evelyn tercengang untuk yang kesekian kalinya. Baru ini pertama kalinya dia melihat Aaron tertawa selepas itu. Biasanya pria itu hanya akan menampilkan senyum menyeringainya dan senyum yang seolah merendahkan sejak bertemu dengannya. Namun malam ini, lihatlah tawa Aaron bagaikan musafir di padang gurun. Momen yang sangat langka.
"Kau pikir aku mau tidur di sini karena kemauanku sendiri? Jangan terlalu percaya diri Nona. Aku tidur di kamar ini karena terpaksa."
Evelyn bingung, siapa yang memaksanya untuk tidur di sini? Ibu, mana mungkin. Ibu memang tidak memaksa Aaron menerimanya sebagai istri, tapi satu hal yang paling diharapkan Ibu adalah, agar Aaron bersikap baik padanya dan memperlakukan dirinya dengan manusiawi.
Kalau bukan Ibu, lalu siapa yang memaksa Aaron?
"Apa maksud Tuan, siapa yang memaksamu tidur di sini?"
"Tidak ada yang memaksaku. Hanya saja aku ingin memastikan malam ini kau tidak melakukan hal-hal di luar batas." Jawab Aaron, kini pria itu sudah bangkit dari duduknya lalu menyender pada pinggiran sofa.
Evelyn semakin bertambah bingung dibuatnya. Hal-hal di luar batas apa maksudnya, Evelyn tidak mengerti.
Aaron yang melihat kebingungan Evelyn, melanjutkan ucapannya. "Lihat tanganmu, dan bagian tubuhmu yang lain." Ucapnya dengan sorot mata memandangi sekujur tubuh Evelyn.
Sontak Evelyn menyilangkan kedua tangannya di dadanya. Dia mengira tatapan Aaron sedang memperhatikan tubuhnya seperti orang m***m. Jujur saja, Evelyn menjadi was-was ketika bersama Aaron sejak kejadian tadi siang di dalam mobil. Evelyn tidak mau jika hal memalukan itu terjadi untuk yang kedua kalinya.
Aaron heran, mengangkat salah satu alisnya, "Apa yang kau lakukan?"
"Kau m***m Tuan."
Mendengar itu Aaron terkekeh geli. Sungguh tidak menyangka jalan pikiran istrinya itu.
Aaron melongos kesal, "Dasar bodoh!" Ucapnya kesal lalu berjalan mendekati gadis itu.
"Tuan berhenti Tuan, tolong jangan lakukan itu lagi...., aku mohon." Secara refleks Evelyn berteriak pada pria itu.
Aaron tetap melanjutkan langkahnya, menarik tangan Evelyn yang semakin mengeratkan pelukannya pada tubuhnya sendiri. Namun tak disangka, Evelyn makin memegang kuat tangannya dan berteriak lebih keras lagi.
"Tuan jangan, ampun Tuan. Jangan lakukan itu lagi..."
"Diam. Atau aku akan memotong lidahmu! Lihat ini." Akhirnya Aaron berhasil menarik tangannya, lalu menyingkap lengan gaun panjang tangan yang dikenakan oleh Evelyn, hingga bekas luka itu terlihat.
Evelyn terdiam, lalu melihat apa yang ditunjukkan Aaron. "Lihat ini. Aku tidak mau goresan di tubuhmu ini semakin bertambah."
"Tuan... ini?" Evelyn tersadar, ternyata otaknya berpikir terlalu jauh. Tadinya dia mengira Aaron akan melakukan hal-hal m***m seperti tadi siang padanya.
"Kenapa? Kau pikir aku mau melakukan apa? Sebenarnya apa yang ada di otakmu ini?" Menusuk dahi Evelyn dengan jati telunjuknya.
"Dasar bodoh."
Melihat wajah Evelyn yang memerah, memilki ide untuk mengerjai istrinya itu.
"Atau kau ingin mengulangi kegiatan kita siang tadi?" Aaron berkata dengan bibirnya yang terangkat.