“Fre, bangun! Kamu tidak mau bangun? Hari ini, kamu ada rapat.” Ona berusaha membangunkan. “Fre, bangunlah. Ingat, kamu sudah menjadi seorang istri.”
“Aduh, Ona, sebentar lagi,” kata Freya tidak perduli.
“Kamu lupa kalau hari ini kamu ada rapat? Dan, akan di hadiri oleh orangtua?”
Freya membulatkan mata, lalu menoleh melihat Ona. “Astaga. Aku lupa,” kata Freya langsung bangun dari pembaringannya, dan menatap Ona. “Kenapa kamu tidak mengingatkanku?”
“Kamu menyalahkanku lagi? Aku sudah sejak tadi membangunkanmu.”
“Terus, Ben mana?”
“Dia sedang sarapan.”
“Semoga saja dia tidak mempermalukanku hari ini.”
“Dia akan mendapatkan pekerjaan, bahkan akan di kenalkan oleh orangtua bahwa dia adalah menantu keluarga Hudson, siapa yang akan berani mempermalukanmu?” Ona menggeleng.
“Aku harus mandi.”
“Iya. Aku sudah siapkan pakaian yang akan kamu kenakan di kamar ganti.”
“Jadi, sudah semuanya?”
“Sudah. Kamu tinggal mandi dan berpakaian.”
“Thanks, Sahabatku Tersayang,” ucap Freya mengecup pipi sahabatnya.
“Dasar,” geleng Ona lalu memperbaiki ranjang dimana Freya menghabiskan malamnya. Ona memang terbiasa melakukan ini, mengurus segala sesuatunya untuk Freya.
Berbeda dengan Ona, Freya memiliki kehidupan yang luar biasa dan kekayaan yang tidak akan ada habisnya.
Suara getar ponsel Ona terdengar, Ona langsung mengangkat telepon tersebut dan membulatkan mata ketika mendengar seseorang di seberang telepon mengatakan sesuatu.
Seseorang itu tidak lain tidak bukan adalah Stania, Ibu kandung Freya.
Hampir setengah jam, Freya menghabiskan waktu di kamar mandi dan ia langsung menuju ruang ganti untuk berganti pakaian.
Ona lalu menghampiri Freya.
Freya menoleh melihat sahabatnya itu sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
“Ada apa, Ona?”
“Fre, kayaknya hari ini rapatnya gagal.”
“Gagal?”
“Iya. Tadi, Ibumu menelponku katanya kamu tidak perlu ke kantor hari ini. Dan, rapat hari ini di batalkan.” Ona menjelaskan.
“Jadi, Mommy mau melawanku? Ini pasti karena tidak setuju aku menikah dengan Ben,” geleng Freya.
“Kamu tidak bisa melawan orangtuamu.”
“Aku tidak akan melawan mereka,” geleng Freya. “Biarkan saja Mommy maupun Daddy mau menyingkirkanku. Aku juga punya uang dan usaha sendiri.”
“Ya sudah. Bagaimana hari ini?”
“Kayaknya aku di rumah saja.”
“Kamu mau bersama Ben seharian?” tanya Ona.
“Kenapa aku harus bersama Ben? Aku akan bersamamu.”
“Aku punya pekerjaan, Fre,” kata Ona. “Kan kamu sendiri yang memberikanku pekerjaan itu.”
“Sudahlah. Nanti saja kerjanya, kita di rumah saja hari ini.” Freya sudah mengenakan gaun dan ia terlihat sangat cantik dan menawan. “Ayo sarapan, aku sudah sangat lapar.”
Ona menganggukkan kepala. Mereka lalu turun sama-sama menuju meja makan dimana Ben sedang menikmati sarapannya dengan ketampanan di atas rata-rata. Andaikan Ben orang kaya, sudah pasti kesempurnaan itu miliknya.
Freya lalu duduk di kursi kebesarannya dan menoleh sesaat melihat Ben.
“Kamu punya rencana apa hari ini?” tanya Freya.
“Kamu bertanya kepadaku?” tanya Ben menunjuk dirinya.
“Lalu siapa lagi?” geleng Freya.
“Iya. Aku punya banyak kegiatan hari ini,” kata Ben.
“Kegiatan apa yang di lakukan pengangguran sepertimu?” Freya memandang pria yang sudah menjadi suaminya itu.
“Kenapa kamu harus tahu? Aku punya kegiatan atau tidak, itu tidak ada urusannya dengan kamu,” jawab Ben membuat Freya menoleh melihat Ona yang saat ini mengangkat kedua bahunya karena jawaban Ben benar-benar bukan jawaban yang di inginkan Freya.
“Okelah. Aku juga tidak akan ikut campur, jangan terlalu merasa,” geleng Freya.
Ben lalu bangkit dari duduknya dan berkata, “Aku pergi.” Ben melangkahkan kakinya meninggalkan Freya yang baru akan sarapan.
“Ben itu menjengkelkan,” kata Ona.
“Sudahlah. Biarkan saja, pengangguran sepertinya memangnya punya kegiatan apa, paling dia hanya akan keliling,” kata Freya.
“Kamu marah dia keluar rumah?” tanya Ona menggigit kecil roti ditangannya.
“Apa? Aku marah? Marah kenapa, Ona?”
“Kamu kesal kan dengan jawaban dia? Kamu ini kayak aku tidak tahu saja.”
“Sudahlah. Kamu itu salah paham, aku mana bisa marah sama pengangguran.”
“Lalu uang yang kamu janjikan, sudah kamu berikan?”
“Sudah.”
“Wah. Kayaknya dia akan menikmati kehidupan yang luar biasa dengan uang yang kamu berikan.” Ona melanjutkan. “Bagaimana kalau dia membayar seorang gadis?”
“Terus? Urusannya dengan aku, apa?”
“Ya kamu kan istrinya,” kata Ona.
“Sudahlah, Ona. Kita tidak perlu membahasnya. Dia itu hanya beban dan suami bayaran bagiku.” Freya melanjutkan.
“Aku kok punya feeling yang menyatakan dia tidak mungkin pengangguran, ketampanan yang dia miliki itu bisa saja jadi model atau mungkin simpanan,” kekeh Ona membuat Freya menggeleng.
“Apa pun yang terjadi kepadanya, itu bukan urusanku. Bukan hal yang harus aku perhatikan juga, aku menikah dengannya bukan karena aku suka dan aku mau, tapi semua itu demi keinginanku,” kata Freya membuat Ona mengangguk membenarkan.
Memang benar yang di katakan Freya. Banyak pria yang sudah ia terima hatinya, tapi tidak ada yang beres otaknya, ada yang hanya memanfaatkan kekayaannya. Ada yang memanfaatkan kekuasaannya, bahkan ada yang bermain di belakangnya karena menganggap Freya monoton. Dan, akhirnya ia di pertemukan dengan Ben, entah apa yang akan terjadi nantinya.
Freya duduk diam dan tidak mengatakan apa pun lagi, begitu pun dengan Ona. Ona tidak lagi membahas tentang Ben.
“Oh iya, kamu kerja saja, lakukan apa yang aku suruh, hari ini aku akan di rumah saja,” kata Freya.
“Bukannya tadi kamu melarangku untuk bekerja?”
“Iya. Tadinya, tapi sekarang sudahlah. Kamu kerja saja, soalnya besok kita juga ada rapat.” Freya melanjutkan.
"Eh aku kayaknya lagi memikirkan sesuatu," kata Ona.
"Apa itu? Tentang pekerjaan? Pergi lah setelah sarapan." Freya melanjutkan.
"Bukan. Apa Ben mendengar tentang pembatalan rapat hari ini? Kan harusnya dia dikenalkan ayahmu kan? Tapi, gagal. Bahkan dia pergi tanpa bertanya," kata Ona mengelus dagunya.
"MUngkin dia sudah dapat kabar sebelum kita," jawab Freya. "Sudahlah. Kamu ini bahas Ben terus. Apa gunanya sih."