Kisah setelah bertemu Benjamin.
Akhirnya setelah melalui banyak hal, Freya mempertemukan Ben dengan keluarga besarnya. Ben juga memperkenalkan dirinya kepada keluarga besar Hudson, dan mengatakan, ia tidak berasal dari keluarga kaya.
Sepemahaman Freya, Ben sedang bersembunyi karena dikejar rentenir, itu yang Freya dengar ketika Ben berbicara dengan seseorang dan mengatakan bahwa Ben tidak punya uang, di situ lah semua ini terjadi. Hingga akhirnya, Freya membawa Ben bertemu dengan keluarga besarnya.
“Jadi, kamu tidak punya pekerjaan?” tanya Jefrizal yang saat ini duduk dengan tatapan serius.
Ben mengangguk. “Iya.”
“Lalu selama ini?”
“Saya … pengangguran.”
“Pengangguran?” Johan sang paman langsung menoleh melihat Freya dan meminta penjelasan Freya.
“Walaupun dia pengangguran, tapi dia kan tampan,” kata Freya. “Aku mau menikah dengannya.”
“Kamu baru putus dari Ferdinan, tak butuh waktu lama kamu malah membawa seorang pria pengangguran? Wahh. Kamu sudah tidak punya akal sehat,” sambung Stania sang Ibu yang begitu berbeda, tidak seperti ibu kandung yang akan mendukung apa pun keputusan Freya.
“Yang penting syarat dari Daddy terpenuhi, Daddy juga bilang mau kaya dan mau miskin, aku bisa memperkenalkannya.” Freya melanjutkan. “Dan, kita punya perusahaan, jadi bisa bekerja di perusahaan.”
“Kamu ini, kenapa selalu menggampangkan sesuatu?”
Freya menyikut Ben, membuat pria itu menatap keluarga besar Freya satu persatu.
“Saya memang bukan orang kaya dan bukan orang terpandang, tapi saya punya kehidupan yang baik, saya tidak pernah kekurangan, dan saya selalu ada di lingkungan yang aman, jadi saya akan membuat Freya bahagia.” Ben menjawab tatapan keluarga Hudson.
Freya menoleh menatap Ben yang saat ini tengah merangkai kata dengan indahnya. Apakah Ben orang yang sudah biasa merangkai kata demi wanita?
Walaupun bergelimang harta, Freya tidak benar-benar mendapatkan kasih sayang dari seorang pria, ia pernah menjalin kasih dengan seorang pria bernama Anres Baker, namun pria itu pergi ke luar negeri dan hubungan mereka jarak jauh. Namun, pria itu tidak lagi memberikannya kabar.
Banyak hal yang ia hadapi dan itu tidak mudah. Dan ia berakhir di sini, bersama pria yang ia temui sangat klise. Dan, Freya belum tahu siapa Ben sebenarnya.
Tak butuh waktu lama dari perkenalan, Freya dan Ben akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri, itu di buktikan ketika keduanya keluar dari kantor pendaftaran pernikahan.
Hanya dengan mendaftarkan pernikahan mereka, itu membuat mereka menjadi sepasang suami istri. Tidak perlu muluk-muluk atau membuat pesta secara meriah, dengan begini syarat dari ayahnya pun terpenuhi. Dan ia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
***
“Kamu benar sudah menikah? Kenapa tidak mengundang kami?” Teresa, teman baiknya yang bisa berubah menjadi musuhnya sedang bertanya.
“Jangan-jangan kamu iri pada Teresa, karena itu kamu juga dengan cepat menikah,” lanjut Erins—seorang istri dari pengusaha.
“Atau, kamu masih sedih karena di tinggal Anres?” tanya Teresa.
“Kalian ini kenapa? Itu terus yang kalian bicarakan,” geleng Ona.
“Ona, ini pembahasan orang kaya, bukan orang miskin kayak kamu,” lanjut Geani—salah satu teman mereka.
“Astaga. Aku? Miskin? Ya aku memang miskin, tapi aku masih bicara pakai otak, tidak kayak kalian,” sambung Ona.
Freya menyentuh paha Ona, agar diam dan tidak membuat masalah. Itu hanya akan membuat teman-teman mereka berbicara seenaknya. Freya mendesah napas halus.
“Kenalkan suami kamu pada kami,” kata Teresa.
“Dia sibuk,” jawab Freya.
“Aku dengar dia pengangguran? Kamu ini, kenapa menikah dengan seorang pengangguran? Seputus asa itu kamu?”
“Aku tidak putus asa, walaupun dia pengangguran tapi dia tampan,” jawab Freya tersenyum. “Tidak kayak suami kalian, yang sudah mulai menua di makan usia,” kekeh Freya.
“Kamu.”
“Kenapa? Kalian marah?”
“Buktikan pada kami kalau suamimu itu tampan.”
“Buat apa? Kalian nanti menggodanya,” kata Freya. “Oh iya. Walaupun suamiku pengangguran tapi itu tidak penting, karena aku punya perusahaan, punya segalanya, jadi tidak perlu bergantung pada suamiku, aku tinggal suruh dia bekerja di perusahaanku dan beres, dia tidak lagi jadi pengangguran.”
“Permainan ranjangnya hebat?” tanya Geani.
“Tentu. Dia sangat hebat,” jawab Freya. “Tidak sehebat suami kalian.”
“Kami tidak akan percaya sebelum melihat suamimu.”
“Haha. Dia itu masih muda, energic dan dia bisa melakukan apa pun. Dan, itu tak akan bisa di lakukan suami kalian.”
Ona menyikut Freya, namun Freya tidak peduli karena memang benar, permainan ranjang Ben sangat lah hebat, membuat Freya hampir kalah dan tidak sanggup.
“Buktikan sekarang kepada kami, setampan apa suamimu. Dan, setua apa suami kita.” Erins melanjutkan.
“Sudahlah. Kalian pasti kalah. Suami kalian sudah tua dan tidak hebat dalam permainan ranjang, jadi aku hanya bisa tertawa diam-diam.”
“Apa gunanya semua itu kalau suamimu tidak kaya? Kamu mau makan dari hasil harta keluargamu?” tanya Geani.
“Kalian ini punya mulut tapi tidak punya otak, berbicara seenaknya.” Ona melanjutkan. Sejak tadi ia sudah menahan diri untuk tidak bicara, tapi kali ini ia tidak bisa diam saja.
Ona bangkit dari duduknya. Dan, berkata … “Aku ke toilet dulu.”
“Ona marah?” kekeh Geani.
“Kalian ini membela majikannya,” kata Teresa.
“Sudah kalian makan saja, aku akan mentraktir kalian semua. Pilih yang paling mahal.” Freya melanjutkan.
“Tapi kami ingin bertemu dengan suamimu.”
“Kita bisa bertemu selanjutnya dan bawa pasangan masing-masing.” Freya menyesap kopi di depannya.
“Bagaimana kalau sekarang?”
“Sekarang? Boleh juga. Kalian telepon lah suami kalian.”
“Apa gunanya tampan kalau tidak hebat,” gumam Geani.
“Telepon suami kalian.” Freya menekan.
Mereka lalu mengirim pesan kepada suami mereka. Sementara Freya bingung apa harus memanggil Ben atau tidak, bagaimana kalau Ben malah hanya akan malu-maluin?
“Suamiku tidak bisa datang,” kata Teresa. “Dia masih ada meeting.”
“Suamiku juga,” jawab Geani.
“Nah kan, lebih baik kita tunda pertemuan kita dengan pasangan kita,” kata Freya.
“Suami kita bukan kayak suamimu yang punya waktu luang.” Erins melanjutkan.
Ya ini lah pertemuan yang sering Freya hadapi. Selalu menjadi ajang pamer, bukan harta atau bukan tahta, tapi memamerkan pasangan mereka dan betapa bahagianya setelah menikah.