Kesibukan tiada akhir, itulah yang terjadi sekarang. Ella ingin segera pulang dan rebahan tapi pekerjaan tidak kunjung menemui titik terang. Apa yang harus Ella lakukan sekarang? Dia sudah ingin menyerah karena tidak menemukan titik terang sejak beberapa jam yang lalu.
"Ki," lirih Ella.
Tidak ada balasan sama sekali. Zaki masih fokus pada layar komputer. Ella yakin Zaki mendengar panggilan dari dirinya, tapi dia enggan untuk menjawab.
Ella menghentakkan kaki berulang-ulang kali karena kesal. "Woi Ki!" Ella kembali mengulang.
Tetap sama, Zaki tidak juga menjawab. Entah apa yang dia pikirkan, mungkin Zaki sengaja tidak menjawab panggilan dari dirinya.
"Kenapa La?" tanya Mbak Erna yang sejak tadi mendengar panggilan yang Ella lontarkan untuk Zaki.
"Zaki Mbak," adu Ella seperti anak kecil yang tidak suka kepada salah satu teman.
"Apaan?" Zaki angkat bicara, meskipun begitu ia tidak memalingkan mata dari layar komputer.
"Gue nggak punya ide buat rancang logika programnya," ujar Ella sambil memutar sedikit layar komputer agar Zaki bisa melihatnya.
"Besok aja," jawab Zaki simple. Dia juga tidak melihat ke arah layar komputer Ella. Jadi ceritanya, Zaki belum melihat dan dia sudah memberikan jawaban.
"Sekarang aja nggak bisa, gimana besok?" Apa Ella harus berkutat di sini-sini saja? Dia tidak mau karena masih banyak pekerjaan yang menunggu di depan sana.
"Kali aja besok otak Lo lebih encer." Apa yang Zaki katakan tidak salah. Bisa saja karena kelelahan sehingga mengurangi daya kerja otak.
Bibir Ella mengerucut, ia kembali memutar komputer ke arah semula. Kopi dan cemilan sudah habis. Ella tidak sadar menghabiskan cemilan yang lumayan banyak. Efek terlalu fokus bekerja sehingga tidak sadar dengan kegiatan yang lain.
"Mbak, deadline rancangan logika kapan?" tanya Ella kepala Mbak Erna.
Mbak Erna melihat kalender dari layar ponsel. "Dua hari lagi, Pak Gito lagi butuh cepat."
Ella mengangguk dengan wajah sedih. Padahal tugas ini sudah diberikan sejak beberapa Minggu yang lalu, tapi karena galau tidak jelas sehingga Ella menunda-nunda penyelesaian tugas kerja ini. Tidak ada hal baik yang timbul akibat patah hati. Wahai manusia, lebih baik hindari patah hati agar hidup tidak kacau. Ella tidak ingin orang lain merasakan apa yang ia rasakan.
Pukul lima sore, seluruh karyawan diperbolehkan untuk pulang. Tentu saja mereka harus melakukan absensi pulang agar tidak ada karyawan yang berlaku curang. Perusahaan ini sangat mementingkan kedisplinan.
Zaki sudah bersiap-siap untuk pulang. Dia ingin merebahkan diri sesegera mungkin. Toh pekerjaannya sudah selesai, setidaknya untuk beberapa hari ke depan Zaki bisa bekerja dengan santai. Ella dan Mbak Erna juga bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Pulang naik apa, Mbak?" tanya Ella yang sudah memakai ransel. Meksipun di perusahaan ada komputer, terkadang Ella juga membawa laptop. Kali saja dia bisa mengerjakan di tempat lain yang lebih nyaman.
"Dijemput suami, kamu gimana?"
"Kapankah aku pulang di jemput suami?" Bukannya menjawab, Ella malah merenungi nasib statusnya. Padahal tidak ada yang namanya terlambat dalam pernikahan. Allah pasti mempertemukan diwaktu yang tepat.
"Suami suami, ngurus diri sendiri aja nggak bisa," ledek Zaki dengan wajah yang bisa membuat Ella bertambah kesal.
"Sirik banget Lo," balas Ella. Kenapa Zaki tidak pernah membiarkan dirinya untuk tenang sedikit saja.
"Sadar diri Buk!" Zaki sudah ingin keluar dari ruangan.
Mbak Erna jadi geleng-geleng kepala, ia tidak mau terlibat drama junior-juniornya itu. Lebih baik Mbak Erna segera keluar dari ruangan agar bisa segera bertemu dengan suami tercinta.
Ella juga mengikuti langkah Mbak Erna yang keluar dari ruangan. Mereka bertiga yaitu Zaki, Ella dan Mbak Erna keluar dari ruangan. Id card sudah terkalung di leher mereka masing-masing. Sebelum keluar dari perusahaan, mereka melakukan absensi secara bergantian.
"Pulang naik apa?" tanya Mbak Erna yang sudah selesai melakukan absensi.
"Siapa, Mbak?" tanya Zaki kembali. Mbak Erna tidak jelas memberikan pertanyaan, bisa saja pertanyaan itu diberikan kepada Ella atau kepada dirinya.
"Kalian berdua."
"Saya pulang sendirilah Mbak," jawab Zaki langsung. Toh hari ini dia membawa mobil sendiri.
"Oh ya lupa, kamu bawa mobil ya." Mbak Erna tidak sengaja melihat Zaki tadi pagi yang datang dengan menggunakan mobil.
"Ya begitulah Mbak, tadi pagi mendung makanya bawa mobil." Zaki berkata dengan santai. Ella sampai tidak bisa berkata-kata jika begini. Ya perlu Ella akui tidak Zaki bukan orang sederhana seperti dirinya. Bayangkan saja dia anak pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Hanya saja, Zaki tidak ingin ada orang yang tahu tentang identitas asli dirinya. Pasti orang-orang perusahaan akan memperlakukan dirinya dengan berbeda. Zaki tidak menyukai hal itu.
"Kamu anak orang kaya ya?" tanya Mbak Erna yang lumayan penasaran.
Zaki mengerutkan kening. "Enggaklah Mbak, iya kali punya mobil dibilang anak orang kaya. Toh itu juga bukan mobil saya," jelas Zaki.
"Iya La?" Mbak Erna ingin memastikan kepada Ella.
"Kok tanya aku, Mbak?" Ella bertambah bingung jika begini.
"Kalian kan teman, pasti kamu tahu tentang Zaki."
Ella menggeleng lemah. "Aku nggak kenal sama dia Mbak.
Zaki mendengus kesal, dia menarik ransel Ella sampai yang punya ransel tertarik ke belakang. Setelah melakukan itu, Zaki malah pura-pura tidak melakukan apapun. Teriakan Ella menggema, beberapa orang melihat ke arah dirinya. Satu kata yang Ella rasakan sekarang yaitu malu. Ia sudah bersembunyi di belakang tubuh Mbak Erna.
"Zaki!" Geram Ella dengan pupil mata yang sudah melebar.
"Apaan?" Balas Zaki santai.
Apa ada aplikasi untuk menjual seorang teman? Jika ada, Ella ingin menjual Zaki. Bagaimana mungkin Zaki bisa bertindak seperti ini kepada dirinya.
"Udah deh, mau pulang juga berantem!" Mbak Erna tidak ingin terlibat terlalu dalam, dia langsung berjalan ke arah depan pintu utama perusahaan.
Mobil suami Mbak Erna sudah menunggu di depan gerbang perusahaan. "Mbak duluan ya," pamit Mbak Erna. Ella dan Zaki mengangguk. Tangan Ella bahkan sudah melambai untuk melepas kepulangan Mbak Erna ke rumah dirinya sendiri.
"Lo pulang naik apa?" tanya Zaki sambil sibuk dengan ponselnya.
"Kenapa?" tanya Ella balik.
"Gue tanya ya jawab, ini malah tanya balik. Aneh banget sih Lo!" Zaki sudah menggerutu tidak jelas.
"Lo mau kasih gue tumpangan gitu?" ujar Ella santai.
Zaki melihat Ella dengan tidak niat. "Sorry aja ya, gue kagak mau."
Ella sudah menduganya. Mereka juga tidak pernah berduaan di dalam mobil atau motor. Jika ingin pulang ya pulang sendiri-sendiri. Ella juga tidak ada niat untuk nebeng dengan Zaki.
"Ya udah, nggak usah ngegas!"