I Leave You Cause I Love You (8)

1031 Kata
Hana merangkulkaj tangannya ke leher Dany. Dany yang mulai terhanyut, dengan lembut menelusuri punggung Hana. Mereka kini mulai mabuk oleh rasa manis yang tak bisa ditolak. Dany perlahan menekan lembut leher belakang Hana, agar ciuman mereka semakin dalam. Tak ada yang menahan mereka lagu. Baik Dany dan Hana, mereka membiarkan diri larut di dalam sensasi ciuman yang tak ada habisnya. Perasaan mereka membuncah, mereka tampak saling mencintai. Entah sejak kapan kedua sahabat ini memiliki perasaan yang sama. Bertahun-tahun berlalu kini mereka melakukan hal yang tidak tersuga. Terlebih Dany yang telah menahan perasaannya selama ini, dan Hana yang selalu menjalin hubungan dengan laki-laki lain yang tak bisa ditebak. Mereka masih tetap bergulat di dalam senggama yang memabukkan. Hana berguling menempatkan dirinya di atas Dany. Kini Dany menelusuri telinga Jana dan mendaratkan bibir hangatnya ke leher Hana. Penghalang mereka hanya satu sekarang, yaitu selimut yang menutupi tubuh Hana. Hana tak peduli lagi, dengan cepat membuka selimutnya dan kembali memangut Dany dengan agak kasar. Dany pun tak kalah, dia membalas dengan cara yang lebih kasar lagi namun jelas kemabukan itu semakin menjadi. Setelah beberapa saat, Dany tiba-tiba memperlambat ciumannya lalu akhirnya berhenti. Dany menatap Hana dengan penuh cinta. Dany dengan lembut kembali menutupi tubuh Hana dengan selimut lalu berbaring menyamping menatap Hana. Hana balas menatap Dany, lalu terkekeh tak percaya, "Kenapa berhenti? apa karena kau tahu aku memiliki banyak pacar, dan sekarang aku terlihat menjijikkan? atau karena aku memang tak menarik di matamu?" Dany mengusap pelipis Hana, lalu menarik rambut Hana dengan pelan ke belakang telinga mungil wanita itu, "Maaf, aku hilang kendali." "Dany ..." "Kau bukan dalam kondisi baik. Keadaanmu sedang tidak stabil, kau sedih dan rapuh. Aku tak ingin kau menyesal setelah melakukan semua ini saat kau sadar nanti." "Tapi aku ingin!" Hana terdiam karena Dany menyentuh bibirnya. Dany kemudian mengecup dahi Hana, lalu memeluk Hana erat. "Kau melakukan ini karena sedang frustasi. Aku tak mau menjadi laki-laki jahat yang memanfaatkan kesedihanmu untuk kenikmatanku. Kau akan baik-baik saja. Aku minta maaf hmm, jangan takut. Aku disini," Dany mengusap punggung Hana lembut, lalu mengecup kepala Hana. Tanpa diminta, tiba-tiba air mata Hana jatuh dengan deras. Wanita itu menangis tersedu-sedu di pelukan Dany. Kini dia benar-benar menumpahkan segalanya. Segala kesakitan, kebencian, dan rasa kesal yang selama ini dia pendam. Diantara semua yang ditumpahkan Hana, juga terselip rasa cinta yang begitu membuncah untuk Dany, walau dia tak pernah mengatakannya. "D-Dany ... hiks," suara Hana tercekat. Tangisannya semakin kuat. Dany menepuk-nepuk pundak Hana agar wanita itu merasa bahwa ada seseorang disini, yang selalu melindunginya, dan yang selalu ingin melihatnya bahagia. "Aku kira, masalah orang tua tidak akan mempengaruhiku. Aku tahu, suatu saat mereka pasti akan berpisah. Tapi aku tak menyangka sakitnya seperti ini. Ini benar-benar sangat sakit! hiks," "Iya, aku tahu. Tak apa. Menangislah. Menangis sepuasmu. Kau bisa meluapkan semuanya padaku. Kau juga bisa memukuliku atau memakiku jika kau mau. Aku akan selalu disini, ada untuk melindungimu. Hari ini kuizinkan kau menangis hingga matamu membengkak. Setelah itu, kau tak boleh sedih lagi." Hari itu Hana menangis sejadi-jadinya. Hingga air matanya mengering. Hingga tak terasa luka lagi. Itu semua berkat cinta yang diberikan Dany. Cinta tulus yang sangat dibutuhkan Hana, sekaligus cinta yang sangat takut dia hadapi. Sore harinya, Hana dan Dany kembali. Tentu saja ke rumah Dany. Rumah yang jika dilihat dari kepemilikannya adalah milik Dany, namun kekuasaan di rumah itu berada di tangan Hana. Yah, rumah mungil itu memang sangat sederhana jika dibandingkan dengan rumah tinggal Hana dan orang tuanya yang megah. Namun, rumah sederhana itu adalah tempat ternyaman untuk Hana pulang. Tempat terbaik untuk menenangkan dirinya yang terguncang. Sejak menginjakkan kaki pertama kali di rumah tersebut, Hana sudah menetapkan bahwa dia akan bahagia bila berada disana. Hana tertidur saat tiba di rumah, Dany kembali bersusah payah mennggendong Hana ke kamar. Dia memang selalu begitu. Dia mengomel di sepanjang perjalanan menuju kamar. Dany memang seperti itu, mengomel setiap berurusan dengan Hana. Namun, sebenarnya dia sangat menyukai keberadaan Hana yang merepotkan. Dia menyukai Hana yang selalu membuat masalah, Hana yang selalu bicara seenaknya, dan bertingkah seenaknya. Dany tidak keberatan direpotkan. Omelannya Hanya tameng, untuk menutupi hatinya yang selalu mencintai Hana. Jika hal itu tak dia lalukan, perasaannya tak akan bisa tertahan. Dany takut, akan membuat Hana merasa tak nyaman, karena dia tahu, Hana tak ingin menjalin ikatan dengannya. Dany, tak ingin melewati batas, sebelum Hana benar-benar menerimanya. "Lihatlah dia. Selalu tertidur dan membuatku menggendongnya ke kamar. Hah, dia pikir dia masih ringan seperti dulu? dasar wanita ini," ucap Dany, namun dengan raut wajahnya yang tersenyum lembut. Dia menatap Hana selama beberapa saat, lalu menaruh boneka kesayangan Hana di samping wanita itu yang tertidur dengan lelap. "Tidurlah, lupakan semuanya dan kembalilah ceria," Dany perlahan menyelimuti Hana. Dia mengusap rambut Hana pelan dan keluar dari kamar Hana yang sebenarnya adalah kamar miliknya tersebut. Dany masuk ke kamarnya sendiri. Kamar yang dulu adalah milik ibunya. Laki-laki itu bersandar di balik pintu, lalu menyentuh bibirnya sambil tersenyum. Kemanisan itu masih terasa hingga saat ini. Dany tak bisa mengabaikan bagaimana Hana menyentuh dan menciumnya dengan hangat saat itu. "Apa sekarang aku sudah bisa mencintainya secara terang-terangan? apa dia akan menerimaku kali ini?" gumam Dany kemudian. Dia lalu berbaring ke tempat tidur, meregangkan otot-ototnya dan melihat ke langit-langit kamar cukup lama. "Hana, kuharap kali ini kita bisa bersama. Bukan sebagai sahabat, namun sebagai kekasih yang saling mencintai," *** "Gingsul!" Hana berteriak dari meja makan. Kali ini dia bangun dengan ceria. Dia memasak sesuatu, dan sudah bersiap sejak tadi. Sementara Dany baru saja terbangun, laki-laki itu langsung menyadarkan dirinya sesaat setelah mendengar teriakan Hana. Dia berlari ke dapur dimana meja makan berada dengan sedikit panik. "Kenapa? kau kenapa? ada yang terluka?" tanya Dany, sambil memeriksa keadaan Hana. "Ya ampun. Jangan berlebihan. Aku hanya memanggilmu karena kau tak juga keluar kamar," "Ah, setidaknya panggillah dengan lembut. Kau membuatku mencemaskanmu bahkan saat aku tertidur," Dany terduduk di kursi makan, lalu menghela nafas dalam. "Hei, Paman. Apa pekerjaanmu sangat berat? kenapa kau terlihat lelah seperti orang tua paruh baya begini?" "Bukan pekerjaanku yang berat, tapi tubuhmu." "Apa hubungannya dengan tubuhku," "Hah, kau tak sadar? aku selalu saja menggendongmu setiap kau tertidur. Aku bisa menua sebelum waktunya jika begini. Sebaiknya kau diet, tubuhmu sudah semakin berat." "Dany!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN