Hana berkeliling di supermarket sudah hampir satu jam. Tangannya penuh dengan belanjaan, dan dia masih mencari-cari barang untuk dibawa lagi, dari satu rak ke rak yang lain. Orang-orang menatap Hana dengan aneh. Bahkan ada yang menggelengkan kepala, karena Hana tak membawa keranjang belanjaan, dan berusaha mati-matian mengangkut semua barang yang dia beli hingga dia kesulitan melihat ke depan.
"Ya ampun. Kenapa aku belanja sebanyak ini? apa aku kurangi saja?" Hana dengan ragu meletakkan sebotol saus sambal ke rak, "Ah tidak. Saus di rumah sudah habis dan aku terlalu malas untuk kembali setelah ke kasir," akhirnya dia tidak jadi meletakkan botol saus tersebut.
"Hmm, harusnya aku membawa keranjang. Ya ampun, Hana." Hana berusaha menepuk dahinya, pun masih kewalahan. Dia kemudian berjalan pelan menuju ke arah kasir yang terletak jauh di depan sana.
"Aaa!" Hana kaget karena dia hampir saja menabrak seseorang, "Maaf, tak sengaja. Aku sangat kesu ..." Hana terdiam sejenak, tatkala melihat orang yang hampir ditabraknya dari balik belanjaan di tangannya yang didominasi oleh camilan tersebut.
"Hana?"
"Dany? hai!" Hana hampir berlonjak. Tak bisa dipungkiri. Hana sangat senang melihat Dany setelah sekian lama, "Kau sedang belanja? dengan siapa?" Hana clangak-clinguk.
"Sendiri. Laura sedikit sibuk untuk berbelanja."
"Kau ... masih tinggal di daerah ini? di rumah lama itu?"
"Tidak. Kami menyewa penginapan."
"Ah, berapa lama kau akan disini? apa kau akan tinggal di rumah lama bersama Laura?"
"Aku hanya ingin menikmati hariku disini sebelum menikah."
"Benar juga. Gingsul akan menikah. Hahaha," Hana memaksakan dirinya untuk tertawa.
"Hmmm, dua minggu lagi."
"Wah, dua minggu lagi, kau akan jadi laki-laki sejati. Selamat sekali lagi, Gingsul!"
"Hmm, kebiasaanmu tak berubah ternyata. Kau tak mengambil keranjang belanjaan karena mengira akan belanja sedikit barang, kan?"
"Hehehe. Iya, kebiasaan memang sulit dirubah. Ah, keranjangmu masih kosong. Berikan padaku." Hana memasukkan semua belanjaannya ke keranjang Dany, dan merebut keranjang itu dari tangan Dany.
"Lihat, keranjang juga tidak bisa menampung barang-barang yang kau beli. Tunggu disini, aku akan mengambil troly,"
"Tidak perlu, aku sudah selesai ... Dany!" belum sempat Hana bicara, Dany sudah berlari untuk mengambil troly, "Hah, dia benar-benar. Padahal aku hanya tinggal membayar saja," Hana melihat setumpuk barang-barang miliknya. Sebagian besar terjatuh dari keranjang karena terlalu penuh.
Tiga menit kemudian. Dany berlari je arah Hana sambil mendorong troly supermarket. Hana terdiam tanpa berkedip. Melihat laki-laki yang begitu akrab namun asing ini berlari sambil tersenyum ke arahnya. Membuat Hana mengingat masa lalu. Dulu, tak peduli apapun yang terjadi. Dany selalu berlari ke arahnya. Saat dia gembira, saat dia terluka. Selalu ada Dany yang mengisi setiap cerita tentang hidupnya. Hana tersenyum selama beberapa saat. Momen bersama Dany memang begitu hangat. Namun itu dulu. Sekarang ada orang lain yang akan dituju Dany. Orang yang akan dihampiri Dany dengan berlari. siapa lagi kalau bukan Laura, calon istrinya.
"Ini trolynya," ucap Dany begitu tiba di depan Hana.
"Mengapa kau mengambil troly segala. Aku sudah selesai belanja, hanya tinggal membayar. "
"Wakau begitu, lihatlah. Belanjaanmu tidak muat di keranjang. Kemarikan," Dany mengambil barang-barang yang telah dibeli Hana, lalu memasukkannya ke dalam troly, "Nah, begini lebih baik."
"Mendorong troly terlalu menyusahkan," ucap Hana sambil menghela nafasnya.
"Kau memang begitu. Meganggap semuanya menyusahkan. Aku yang akan mendorongnya."
"Tak perlu. Hanya ke kasir saja, mengapa harus kau yang mendorongnya?"
"Siapa yang mau ke kasir? kau harus menemaniku berbelanja,"
"Apa! hei, Dany Brown, aku harus ... Dany!"
Hana meninju udara karena kesal. Dany mendorong troly sambil mencari barang-barang miliknya. Dia tersenyum puas tlah berhasil menggoda Hana.
"Lihatlah b******n itu. Sekarang sudah pintar bermain-main denganku," ucap Hana, lalu mengejar Dany. Senyuman tipis terukir di bibirnya.
"Hei, kau beli apa saja. Kenapa lama sekali?" ucap Hana setelah sepuluh menit mengikuti Dany.
"Lama? ini baru sepuluh menit. Aku sudah mendapatkan tiga barang. Tak sepertimu yang menghabiskan sepuluh menit untuk memilih satu barang."
"Jangan berlagak efesien. Dasar," Hana memonyongkan bibirnya, "Kau Belanja untuk apa? di penginapan, kau memasak?"
"Tentu saja. Aku selalu memasak. Selama bersamaku, kau pernah melihatku membuang uang untuk membeli makanan di luar?"
"Wah! kau masih sama pelitnya seperti dulu."
"Hei, aku dulu tidak pelit. Aku kehabisan uang karena membelikan kebutuhanmu."
Plak! Hana memukul kepala Dany, "Membeli kebutuhanku? aku hanya minta dibelikan barang sebulan sekali saat kau gajian!"
"Tetap saja. Barang yang kau inginkan harganya menguras dompet. Padahal kau kaya sekali. Ck, ck, ck."
"Wah! Dany Brown, kau benar-benar menyebalkan."
"Kau juga menyebalkan."
"Selesaikan belanjamu. Aku ingin pulang!'
"Iya sebentar. Aku harus mrmilih ini dulu." Dany mengambil dua buah sosis laku berpikir sejenak, "Aku harus beli sosis ayam, atau sapi?"
"Hei, kenapa repot sekali. Sosis ayam lebih enak," Hana mengambil sosis sapi yang berada di tangan kanan Dany, dan melemparkannya ke pendingin. Lalu memasukkan sosis ayam ke troly.
"Tunggu dulu. Tapi Laura suka sosis sapi," Dany mengambil sosis sapi yang telah dilempar Hana ke pendingin.
"Tapi suka sosis ayam! m-maksudku kau kan suka sosis ayam,"
"Hana, kau masih makan banyak?"
"Sialan, kenapa tiba-tiba membahas porsi makanku! pilih saja. Sosis ayam atau sapi. Cepatlah, aku mau pulang!"
Dany tersenyum, lalu meletakkan sosis sapi ke dalam troly dan mengeluarkan sosis ayam.
"Jadi, kau memilih sosis sapi?" ucap Hana agak sedikit kecewa.
"Hmm, Laura menyukai ini."
"Dasar bodoh. Yang terpenting itu apa yang kau suka, bukan apa yang orang lain suka!"
Hana berjalan dengan kesal meninggalkan Dany. Dany terdiam sejenak. Setelah beberapa menit, dia kembali memasukkan sosis ayam ke dalam troly.
"Lebih baik beli keduanya saja," gumam Dany kemudian.
Setelah melakukan p********n ke kasir, Hana berjalan cepat menuju tempat parkir. Dany mengikutinya sedikit berlari.
"Hana, tunggu!" seru Dany dari kejauhan.
"Si b******k itu. Setelah memilih sosis sapi, kenapa dia mengikutiku? dasar. Hah, Laura suka sosis sapi. Sialan, persetan dengan apa yang dia sukai."
"Hei, kau mengomel? kesal tentang apa?" ucap Dany setelah berhasil menghampiri Hana.
"Bukan urusanmu. Kenapa kau mengikutiku?"
"Ya ampun. Galak sekali. Apa kau dulu segalak ini?"
"Ya! aku memang begini dari dulu, selalu galak dan berbuat sesuka hatiku. Kau lupa? karena terlalu banyak makan sosis sapi?"
"Hahaha, kau kesal karena aku memilih sosis sapi, ya?"
"S-Siapa yang kesal? kau mau apa, sudah kukatakan aku harus pulang!"
"Hmmm, ini ... undangan untukmu."