Dany terdiam. Suasana sensual tercipta di setiap sentuhan yang dia lakukan. Dany hampir terhanyut sebelum akhirnya dia mengerjapkan mata dan menurunkan menarik tangannya dari leher Hana. Dany berusaha menyadarkan diri. Namun tiba-tiba Hana menahan tangan Dany, lalu mengarahkan tangan tersebut agar menangkup wajahnya.
"Dany Brown. Kau mau melakukannya? aku disini. Kau bisa berbuat apapun padaku. Aku tidak akan keberatan," ucap Hana dengan suara pelan.
Dany tersenyum. Dia menarik nafas dalam, lalu perlahan mencium dahi Hana dengan lembut, "Melihatmu disini saja aku sudah merasa senang. Menatapmu wajah manismu, dan merasakan sifat lembutmu, itu saja sudah cukup."
"Bukankah laki-laki selalu menginginkan lebih?"
"Hana, kita akan melakukan itu. Tapi ... pertama, kita akan menikah dulu. Aku akan ke rumahmu, minta restu ibumu untuk menjadikan kau milikku seutuhnya. Sebelum semua itu, aku sudah cukup puas melihatmu tersenyum dan makan dengan baik."
"Hah, aku lupa. Kau adalah laki-laki baik," Hana yang tadinya berbaring menyamping menatap Dany, menggerakkan tubuhnya dan menatap ke arah langit-langit ruangan."
"Sekarang lebih baik kau tidur. Aku akan menemanimu disini, dan tak akan pergi sebelum kau terlelap," ucap Dany, sambil menarik selimut untuk menyelimuti Hana.
"Gingsul," mendengar panggilan Hana, Dany yang hendak menyelimuti Hana kembali terdiam.
"Bagaimanapun dengan ciuman?" tanya Hana kemudian.
"C-Ciuman?"
"Hmm, aku ingin. Kau menciumku seperti terakhir kali. Hanya sebatas ini," Hana menunjuk lehernya.
"Tapi aku takut, kalau aku ..."
"Kau tak akan lepas kendali. Aku percaya itu. Hmm, kalau kau yang membuka pakaian, tak masalah, kan?" Hana kembali menatap Dany, lalu perlahan mengulurkan tangannya, membuka kancing kemeja Dany yang berwarna hitam satu persatu.
Dany lalu menangkap tangan Hana dengan gugup, "H-Hana ...."
Hana menatap Dany dengan lembut. Dia tersenyum. Membuat Dany mabuk seketika. Dany tanpa sadar melepaskan tangannya yang menahan tangan Hana. Hana kembali membuka kancing kemeja Dany satu persatu hingga pakaian tersebut lepas.
Hana menatap dads Dany yang bidang. Dia kemudian menyentuh area tersebut, "d**a Dany Brown," gumam Hana seketika lalu mengecup lembut tulang selangka Dany. Dany terkesiap. Hana dengan agresif memutar tubuhnya dan kini berada di atas Dany. Hana kembali mengecup dads Dany perlahan. Memainkan bibirnya yang lembut ke area tersebut, beberapa kali menggigit kecil, hingga membuat Dany seolah melayang dan kehilangan dirinya sendiri. Dany dengan lembut mengelus kepala Hana yang bermain di atasnya.
Setelah beberapa menit, Hana kemudian pindah ke leher Dany. Entah karena gemas atau hal lainnya, Hana menggigit leher Dany hingga berbekas. Dany merasakan sakit dan nikmat secara bersamaan. Baru kali ini mereka benar-benar sedekat ini. Dany berguling dengan cepat, seketika Hana sudah berada di bawahnya.
Bohong bila Dany tidak menginginkan lebih. Saat ini, Dany hanya ingin menyatukan dirinya kepada Hana. Dany melumat bibir merah milik Hana. Lumatan yang awalnya liar, namun perlahan melembut seiring dengan desahan nafas mereka. Permainan yang begitu intens hingga tak sadar mereka sudah bericuman hampir sepuluh menit lamanya.
Dany kemudian turun ke leher Hana. Bermain dengan lembut di leher mulus yang membuatnya mabuk kepayang tersebut. Hana menekan kepala Dany lebih kuat ke lehernya, agar Dany mengecup lehernya lebih keras.
"Dany, lakukan lebih," ucap Hana terengah. Dany kemudian menciumi leher Hana lebih keras. Bahkan, Dany menghisap kulit leher Hana, hingga meninggalkan bekas ciuman berwarna merah yang begitu jelas.
"Lebih keras lagi," guman Hana sambil meremas punggung Dany. Dany semakin menggila, akhirnya dia menggigit pangkal leher Hana, membuat Hana berteriak dan mencengkram punggung Dany lebih erat. Mendengar teriakan Hana, Dany tersadar, lalu memeriksa keadaan Hana.
"Kau baik-baik saja? maafkan aku, aish. Dany, dasar bodoh!" Dany memukul kepalanya sendiri, lalu kemudian memeriksa leher Hana. Dany kemudian menyesal melihat bekas ciumannya di leher indah itu. Beberapa bekas lain yang dibuatnya secara tak sadar membuat Dany benar-benar merasa bersalah.
"Aku baik-baik saja. Mengapa jadi cemas begitu?" ucap Hana sambil tersenyum.
"Maafkan aku, a-aku ..."
"Kau tak punya penyakit rabies, kan?"
"Hana Foster. Bisa-bisanya bercanda disaat seperti ini," Dany menghambur memeluk Hana dengan erat, "Maafkan aku, aku telah menyakitimu. Aku benar-benar minta maaf," ucapnya sambil mengecup kepala Hana.
"Tak perlu minta maaf, aku yang menginginkan itu."
"Tapi aku tak bisa mengendalikan diri. Aku benar-benar bodoh," ucap Dany dengan cemas.
"Kau bau sadar? kau memang bodoh dari dulu."
"Hei, berhenti mengataiku."
"Aku? tidak. Kau mengatai dirimu sendiri,"
"Baiklah, aku memang salah."
Dany memeluk Hana semakin erat. Hana tersenyum, lalu menyamankan dirinya ke dalam pelukan Dany, "Gingsul. Aku mengantuk, peluk aku hingga tertidur. Jangan dilepas,"
Dany mengangguk, lalu mengelus kepala Hana dengan lembut, "Aku tak akan melepaskanmu. Tidurlah, aku disini, aku akan menjagamu."
"Hana, membenamkan kepalanya ke d**a Dany. Mendengarkan detak jantung Dany yang hangat, serta merasakan aroma wangi dari tubuh Dany. Perlahan Hana memejamkan matanya, lalu tertidur lelap.
Dany menatap Hana yang sudah tertidur. Dengan lembut mengelus wajah Hana, dan menatap bekas ciuman yang menghiasi leher Hana. Hati Dany mulai merasa bersalah lagi.
"Hana, besok. Aku akan melamarmu," gumam Dany. Dia kemudian memeluk Hana semakin erat dan ikut tertidur.
Keesokan harinya. Dany sangat cemas. Saat terbangun, dia tak menemukan Hana dimanapun. Dany berusaha menghubungi Hana, tapi tidak berhasil. Dany berkeliling seperti orang gila, walau dia tahu dia tak akan menemukan Hana. Riasan mahal yang selalu terletak di meja rias Hana tidak ada di tempatnya. Dany mengobrak-abrik lemari, beberapa boneka dan juga pakaian Hana, semuanya menghilang.
"Hana Brown!" Dany berteriak. Dia kemudian kembali berkeliling mencari Hana. Namun, dia tak menyadari bahwa Lulu, boneka kesayangan Hana tergeletak di meja makan. Beberapa menit kemudian, pandangan Dany akhirnya tertuju ke boneka tersebut. Dany berlari, dan memeriksa boneka itu. Ada sepucuk surat kecil di sampingnya. Tanpa pikir panjang, Dany langsung memeriksa dan membaca surat itu.
Kepada Sahabatku Dany Brown
Kau pasti baru bangun tidur. Aku yakin wajahmu sangat kusut. Pasti jelek sekali. Hahaha, aku sudah bisa membayangkannya.
Tulis paragraf pertama di surat tersebut. Dany kemudian beralih ke paragraf selanjutnya.
Kau tahu, sepertinya setiap tahun aku semakin mencintaimu. Apalagi belakangan ini, setelah ciuman pertama kita. Perasaanku semakin tak tau diri. Aku semakin sayang dan semakin mencintaimu.
Tapi, bersamaan dengan itu, rasa takutku semakin besar. Rasa takut kehilangan ketika aku sudah mulai membuka hatiku. Kau selalu berjanji, bahwa kau tak akan meninggalkanku. Tapi, aku benar-benar tidak yakin dengan hubungan antara laki-laki dan wanita. Seperti yang terjadi dengan orang tuaku. Dulu, mereka sangat saling menyayangi. Namun, tak ada yang menjamin bahwa hubungan akan terus bahagia, sekali sudah menikah.
Aku tak ingin kehilanganmu. Jika mengikuti keegoisanku, dan aku menjalin hubungan denganmu lalu semua memburuk, aku akan kehilangan banyak hal. Aku akan kehilangan sahabat, saudara dan juga pelindungku. Karena itu ... sebelum perasaanku terlanjur semakin dalam, aku memutuskan untuk pergi. Hari ini, hari terakhirku di kota ini. Aku akan pindah bersama ibuku ke luar negeri.
Kau tahu, ibuku ternyata mencariku. Dia berubah menjadi seorang ibu yang aku dambakan selama ini. Aku pergi, Dany.
Ah, semua makanan instan yang berada di kulkasmu, aku ambil. Aku sudah menggantinya dengan makanan yang lebih bergizi, bukankah aku baik? kau, jangan menyentuh makanan instan lagi. Atau kau akan celaka. Lalu, aku titip Lulu. Aku meminta Lulu untuk menemanimu. Sementara boneka lainnya aku bawa. Kau juga tak akan mampus mengurus mereka semua.
Jadi, selamat tinggal. Jadilah laki-laki yang baik sampai kapanpun. Aku yakin, kau akan menemukan wanita terbaik untuk mendampingimu.
Sekian dari saudarimu yang cantik,
Hana Foster.