Permintaan Kecil yang Jadi Nyata

1053 Kata
            Adit terus memandangi sumpit berornamen unik yang ada tepat di hadapannya, Seakan-akan sumpit itu menmanggil-manggil dirinya untuk segera membeli dan membawanya pulang. Adit terdiam sejenak, tak sadar bahwa sang kake di hadapannya telah menyorongkan sumpit unik tersebut ke hadapan Adit smabil memasukkan ke kantung kresek.             “Ambil sudah nak, nih kakek kasih harga spesial, harga murah saja yang peting laku” ujar kakek sambil menyerahkan sumpit tersebut ke hadapan Adit.             Adit masih menimbang-nimbang, apakah ia akan membeli sumpit unik yang sebenarnya ia taksir sedari tadi. Adit berpikir, bila ia membeli sumpit itu, apakah ia akan menggunakannya, sedangkan di rumah tak ada seorang pun yang bisa menggunakan sumpit. Makan pakais endok saja jarang-apalagi mau makan menggunakan sumpit seperti di tayangan televisi yang terkadang seliweran ketika acara makan-makan. Harganya tak seberapa mahal sih, namun teringat kembali bagaimana perekonomian keluarga yang tak bisa juga di sebut berkelebihan. Di sisi lain, kasihan sekali kakek yang menjual pernak pernik barang dagangan yang terhampar di atas terpal bekas di bawah pohon beringin ini. Ya, pohon beringin yang tumbuh subur dan memiliki batang dengan diameter yang cukup besar, pohon itu sudah tumbuh sejak Adit masih di bangku sekolah dasar hingga Adit beranjak dewasa seperti sekarang ini. Bayangkan bila ia membeli sesuatu yang bukan kebutuhannya, sedangkan ada banyak hal yang harus ia pikirkan untuk kehidupan ke depannya             Tergerak untuk membantu kakek tersebut, akhirnya diambillah uang jajan yang tersisa sepuluh ribu dari kantung seragam putih abu-abu yang Adit kenakan. Sang kakek terlihat sangat senang karena akhirnya ada juga yang membeli dagangannya yang terhampar cukup banyak di atas terpal bekas berwarna biru tua itu.             “Makasih ya cu, udah bantu beliin dagangan kakek” ujar kakek sambil menyerahkan sepasang sumpit ke dalam sebuah kantung keresek kecil berwana hitam.             “Sama-sama kek, semoga dagangan kakek juga laris manis ya kek” balas Adit sambil memasukkan sumpit tersebut ke dalam tas sekolahnya. Adit pun berlalu dan segera pulang ke rumah karena perutnya sudah terasa lapar. Apalagi uang saku hari ini telah ia habiskan untuk membeli sumpit kakek tersebut yang di jual murah kepadanya, hitung-hitung penglaris ujar si kakek. Adit pun lantas bersuka cita membawa sumpit tersebut ke rumahnya tanpa tahu akan banyak kejutan yang akkan ia dapatkan setelah ia membeli sumpit yang terlihat biasa saja namun penuh dengan keajaiban. Keajaiban yang akan mengubah hidup Adit secara perlahan dan mungkin pula tanpa ia sadari.              Sesampainya Adit di rumah, ia mendapati ibunya sedang menjahit . Adhim sedang tidur siang, amboi lama sekali rasanya anak itu tidur siang. Hingga hari menjelang sore ia belum bangun tidur juga.             “Dit, makan dulu sono. Nyak udah tinggalin lauk buat elu. Adhim sama bapak sudah makan tadi” ujar nyak sambil memasukkan benang ke bagian pemintal mesin jahit keluaran jadul itu. Adit mengangguk dan segera berganti baju untuk kemudian menuju dapur. Dilihatnya masih ada setengah piring tumis kangkung serta dua potong tempe dan sepotong tahu goreng da tak lupa sambel uleg super pedas bikinan nyak yang selalu membuat kami sekeluarga kepedesan. Ya ia lah ya, Namanya juga sambel pasti pedas ya kan. Adit sudah makan hampir setengah porsi makanannya ketika teringat sesuatu.             “Oh ia, tadi kan baru beli sumpit. Coba pakai ah, pikir Adit sambil berlalu ke kamarnya. Ia kemudian membawa sumpit yang baru saja ia beli tersebut ke depan piring makan yang ada di hadapannya. Sambil melihat sekeliling terlebih dahulu, ia tak ingin Adhim datang dan mengejek kelakuan kakaknya yang sedang berusah a makan menggunakan sumpit yang ia pegang saat ini. Begitupun dengan nyak yang masih asyik memainkan mesin jahit kesayanagngan karena terdengar suara khas mesin jahit sampai ke arah dapur di mana Adit berada sekarang. Ia memantik-mantikkan sumpit ke udara, berlagak seperti sedang menggunakan sumpit seperti di tayangan televisi yang ia lihat sebelum-sebelumnya.             “Enak kali ya kalau seandainya lagi makan sate” batin Adit sambil memain-mainkan sumpit yang di pegangnya itu. Bosan juga kalau dipikir-pikir makan hidangan begini terus, bukan Adit tak bersyukur, namun ada kalanya rasa bosan menghinggapi Adit dan Adhim kala nyak hanya bisa menghidangkan menu sederhana dengan sayur dan tahu tempe atau telur dadar. Rasa syukur selalu ditanamkan oleh kedua orang tua, namun tak dapat dipungkiri sesekali anak-anak di masa pertumbuhan seperti Adhi, dan anak yang beranjak dewasa seperti Adit juga ingin mencicipi makanan enak yang tergolong makanan cukup mewah bagi keluarga mereka.             Cukup lama Adit membayangkan bahwa menu makanann yang ia inginkan saat ini adalah sate ayam yang dilengkapi dnegan bumbu kacang yang di siram dengan kecap manis serta potongan cabe dan bawang merah. Adit ngiler sendiri membayangkannnya.             “Lah, Dit. Nemu di mana tu sate ayam, nyak mau juga dong” tanya nyak sambil mendekati adik ang sedang lesehan di tikar dapur mereka yang cukup sempit.             “Hah, sate nyak. Sate darimana, Adit lagi maka tumis kangkung sama tempe tahu bikinan nyak kok” jawab Adit seraya menatap piring yang ada di hadapannya. Alangkah terkejutnya ia ketika menyaksikan bahwa ada sepiring sate dengan porsi penuh beserta lontong yang ada di piringnya saat ini. Adit mengerjap-ngerjapkan matanya, memastikan bahwa ia tak salah lihat. Bukankah baru saja ia memang makan masakan nyak yang telah tersedia, kok tiba-tiba jadi berubah dengan menu sate seperti yang tersaji sekarang.             “Hah, sate. Adhim mau juga dong nyak” ujar si buungsu seraya mengerubungi Adit yang masih terbingung-bingung denga napa yang terjadi saat ini. Di lihatnya nyak dan Adhim menyicipi sate yang ada di piring, menyuapkan satu tusuk sate yang berisi daging ayam berukuran cepat besar daripada sate yang beberapa sempat bapak belikan. Mungkin karena harganya murah, jadi satu tusuk sate kecil sekali dapatnya. Lama Adit mengamati nyak dan Adhim, untuk memastikan bahwa yang dimakan memang benar-benar makanan yang sesungguhnya, bukan hanya khayalan apalagi sesuatu yang mungkin saja tak kasat mata.             “Enak ya nyak” kata Adhim dengan mata berbinar.             “Hooh enak banget. Elu nemu di aman ni sate Dit. Tumbenan bawa pulang sate tapi nggak bilang-bilang ken yak dulu” tanya nyak kea rah Adit yang masih kebingungan ini.             “Loh, abang kagak makan. Kalo kagak mau, biar Adhim saman yak aja ni yang ngabisin” tawar Adhim ke Adit. Adit hanya terdiam sejenak sambil mencoba setusuk sate yang terlihat sangat menggiurkan itu. Adhim dan nyak sudah habis beberapa tusuk ketika Adit mulai mencicipi. Ternyata rasanya enak dan benar-benar nyata, Adit teharu karena angan-angannya tadi akhirnya menjadi kenyataan, tapi kok bisa ya? Batin Adit keheranan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN