Awal Pertemuan Pak Suryo dan Adit

1084 Kata
            Sesampainya di kampung asri itu, papa Hana berjalan-jalan sebentar di salah satu titik keramaian yang ia lihat baru saja. Ada banyak orang yang berkumpul di sebuah lapangan sepak bola yang ternyata cukup luas untuk ukuran di sebuah perkampungan.Di sana tampaknya ada sebuah hajatan hingga terlihat ada banyak orang yang berada di aera lapangan tersebut. Tampak di pinggir-pinggir lapangan banyak orang yang berjualan, mendirikan lapak seadanya mungkin karena lapak dadakan. Ada berbagai lapak makanan dan minuman yang lumayan cukup banyak dikerubungi para pembeli yang kebanyakan adalah anak-anak kecil.             Pak Suryo mencoba mendekat, mengamati ada apakah gerangan yang membuat suasana begitu ramai. Hingga ia memberanikan diri bertanya pada seorang anak remaja yang ia taksir mungkin seumuran dengan anak gadisnya, Hana.             “Dek, rame-rame di sini ada apaan ya?” tanya Pak Suryo smabil menunjuk kea rah lapangan. Anak remaja yang ia tanya kemudian menurunkan standar motornya, kebetulan ia sedang membonceng adiknya. Kemudian setelahnya barulah ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Suryo.             “Ohh, di sini lagi ada pertandingan bola antar kampung pak. Banyak pemain idola dari kedua kampung makanya pada banyak yang ke sini. Ngomong-ngomong bapak orang baru ya di sini?” tanya Adit. Adit yakin kalau bapak berpenampilan layaknya orang berduit ini, pasti bukan orang kampung. Gaya berpakaiannya saja sudah beda, logat-logatnya juga jauh beda dari logat orang sini.             “Bapak kebetulan main ke sini aja, sepertinya bakal pindah ke sini sebentar lagi, jadi sekalian cek-cek lokasi di sini” ujar Pak Suryo sambil menunjuk mobilnya yang terpakri tak jauh dari tempat anak yang ia tanyakan tadi memarkirkan kendaraan roda duanya.             Kebetulan yang sedang ngobrol dengan Pak Suryo adalah Adit. Pemilik sumpit ajaib yang kebetulan adalah benda yang sedang di cari oleh Pak Suryo. Pak Suryo kemudian kembali masuk ke dalam mobilnya dan berlalu untuk mengelilingi kampung yang bakal ia tempati nanti. Suasana asri dan masyarakat yang ramah membuat penilaian tersendiri bagi dirinya. Ia tentu berharap semoga istri dan anak kesayangannya suka dan bisa beradaptasi untuk tinggal di area perkampungan ini.             Adit dan Adhim telah sampai di lapangan, kemudian mereka berdua mencari tempat yang sekiranya bisa melihat pertandingan dengan leluasa. Maklumlah, lapangan di kampung, berbeda jauh dengan lapangan sepak bola yang keren seperti di tayangan televisi pada umumnya. Ukuran lapangan cukup luas, masih menggunakan rumput alami yang sengaja disisakan sedikit untuk membuat lapangan versi seperti lapangan bola pada umumnya. Terlihat rapi dengan pinggiran lapangan yang memang di buat persis seperti lapangan bola yang sebenar-benarnya hanya saja berbeda di penggunaan bahan yang lebih murah dan sederhana. Di samping kiri dan kanan dis ediakan tempat ddduk yang terbuat dari undakan beberapa susunana kayu yang di buat bertingkat. Bila penonton membludak pasti akan banyak yang berdiri atau menonton dari beberapa tembok yang tersebar di beberapa sisi lapangan yang meisahkan antara kampung satu dengan kampung lainnya.             Beberapa pemain inti antara kesebelasan kampung Mekar Sari dan kampung Jaya Makmur, dari jauh tampak Bang Tora, idola Adhim yang juga banyak dielu-elukan oleh anaka seumuran Adhim maupun yang sudah dewasa sekalipun. Banyak juga yang histeris ketika melihat Bang Tora, beberapa perempuan remaja tanggung yang terlihat sama antusiasnya seperti Adhim. Adit menajamkan mata, seperti apakah penampilan Bang Tora juga menarik sehingga banyak kaun hawa yang mengidolakannya juga.             “Bnag, itu Bang Tora. Duhh keren bener ya bang, ntar pas main bola mesti makin keren lagi nih bang” ujar Adhim sambil menunjuk ke arah bangku pemain. Terlihat cukup jauh memang dari tempat di mana Adit dan Adhim berada sekarang. Adit memicingkan mata agar bisa melihat dengan lebih jelas, Bang Tora yang dielu-elukan oleh adiknya tersebut. Sepertinya memang dari postur tubuh yang cukup tinggi dan badan yang ideal untuk sekelas pemain bola professional. Dari jauh saja sudah terlihat pesonanya, apatah lagi bila melihat dari jarak yang jauh lebih dekat.             Pak Suryo masih asyik mengelilingi kampung ini, sempat berhenti beberapa saat untuk menikmati makan siang bersama anak buahnya dan melanjutkan perjalanan untuk mengecek keberadaan benda yang memang ia cari. Seperti kata anak buahnya bila memang bend aitu berada di sekitar perkampungan asri ini. Walaupun memang harus mencari secara lebih mendalam agar bisa menemukan benda yang selama ini ia cari-cari, tapi setidaknya sudah semakin mendekati ke arah apa yang ingin ia cari. Padahal sudah sejak lama mencari namun baru-baru ini saja ada sedikit titik terang dari pencarian selama beberapa tahun hingga sedikit berjalan ke arah tujuan walaupun mesti tertatih-tatih karena banyak pekerjaan yang harus dikerjakan Pak Suryo, tidak semata hanya bertujuan mencari benda yang ia cari sekarang, sebuah sumpit ajaib yang konon katanya memiliki kekuatan magis yang membuat siapapun yang kelak memilikinya akan mendapatkan kemudahan, apapun yang diinginkan akan menjadi kenyataan. Hal inilah yang membuat Pak Suryo kekeuh untuk mendapatkannya, banyak juga sebenarnya yang mengincar benda tersebut, namun banyak yang kehilangan informasi karena Pak Suryo lah yang lebih dulu mendapatkan informasi, sehingga petunjuk apapun yang tertinggal dan mungkin bisa di gunakan orang lain mesti ia singkirkan dan itu membutuhkan uang yang cukup banyak agar orang yang memberikan informasi bersedia pindah dari tempat di mana ia berada agar tidak ada yang menemukan informasi lainnya seperti Pak Suryo.             Adit dan Adhim memakan camilan yang di bawakan oleh nyak, ada bakwan sayur dan juga otak-otak buatan nyak yang soal rasa jangan dipertanyakan lagi, sudah pasti sedap rasanya. Hari makin beranjak siang, pertandingan sepertinya akan segera di mulai. Adit dan Adhim mulai merasa cuaca sedikit tidak bersahabat, cuaca mulai mendung dan terdengar suara petir dari kejauhan. Apakah permainan akan dilanjutkan apabila hujan nanti atau malah ditunda karena di luar dugaan kalau bahwasanya akan turun hujan. Tak berapa lama kemudian, titik demi titik air hujan mulai turun membasahi bumi. Tampak para penonton berlarian mencari tempat berteduh karena intensitas hujan yang semakin deras.             “Bnag, kite berteduh di sono aja yuk bang” tutur Adhim sambil menunjuk ke sebuah warung yang tak jauh dari lapangan dan tak begitu jauh dari tempat mereka berada tadi. Adit mengamati keadaan sekitar, mungkin pertandingan bola akan dilanjutkan nanti setelah hujan. Sambil menunggu pemberitahuan dari pihak panitia, Adit memandang Adhim yang wajahnya tak seceria ketika baru saja sampai ke sini.             “Dhim, lu kenape? Sepet amat tu muka?” canda Adit kepada adiknya.             “Adhim ragu bang, bisa nggak ya ketemu Bang Tora. Man hujan gini, ia kalau Bnag Tora masih ada di sana” ujar Adhim sambil menunjuk ke arah lapangan yang sedang di guyur hujan yang cukup deras.             “Udeh nggak usah khawatir, paling bentar lagi hujan reda. Yakin aja kalau bisa ketemu Bnag Tora, kan abang udah siap-siap motoin Adhim pake hape baru abang” ujar Adit menenangkan kecemasan adik semata wayangnya itu.                           
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN