Adit si Anak yang Peka

1567 Kata
            “Nyak, tadi di jalan ada orang yang bagi-bagi sop buah. Sedekah katanya” ujar Adit sambil menyerahkan sebungkus es sop buah yang terlihat sangat lezat.             “Wahhh, alhamdulillah. Kebetulan nyak lagi pengen banget makan sop buah” ujar nyak dengan wajah yang berseri-seri.             Ya, Adit mendengar permintaaan nyak yang meminta agar bapak membelikan sop buah bila memang ada kelebihan rezeki. Padahal harga sop buah hanya sepuluh ribu, namun mungkin sayang rasanya bila hanya di belikan sop buah, hanya akan dapats edikit saja. Kalau di belikan bahan makanan maka bisa di masak untuk kami sekeluarga dengan uang sepuluh ribu bisa mendapatkan dua ikat kangkung dan juga tempe ukuran sedang yang cukup untuk menu makanan di rumah selama satu hari. Pendapatan bapak yang terkadang hanya dua puluh ribu, kalau ramai kadang dapat hampir bahkan seratus ribu tapi jarang hanya sesekali aja. Maklum zaman sudah berubah, banyak yang lebih memilih naik ojek online daripada ojek pangkalan seperti yang bapak Adit geluti. Kemudahan dan perkembangan zaman yang semakin maju membuat pekerjaan seperti bapak juga kena imbasnya. Apalagi di usia yang seperti sekarang tentu susah mencari pekerjaan yang layak dengan berbekalkan ijazah SMA. Adit berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengubah kehidupan keluarga mereka dari titik terendah menjadi titik tertinggi kelak. Menjadikan nyak dan bapak sebagai ratu dan raja karena berkat mereka lah Adit bisa hidup berkecukupan dengan segala keterbatasan yang ada.             Nyak senang sekali, Adit pun tentu merasa sangat senang melihat nyak yang bahagia macam anak kecil yang di belikan es krim. Ada rasa bangga dan juga terharu kala nyak mengucapkan terima kasih dengan wajah sumringah, hanya sebungkus sop buah. Entah bagaiamna kalau Adit telah sukses dan bisa membelikan perhiasan kepada nyak, tentu nyak akan lebih bahagia daripada sekarang. Pemikiran dewasa yang Adit jalani sekarang adalah buah dari bagaimana sulitnya kehidupan keluarga mereka setelah ada di fase cukup nyaman dengan pendapatan bapak yang lumayan besar kala itu hingga akhirnya harus turun sekian persen karena bapak mengalami pengurangan karyawan yang menyebabkan hidup kami cukup berubah dari yang sebelumnya serba cukup menjadi hanya sekadar cukup.             Nyak kemudian menuangkan seplastik sop buah dan membaginya di gelas kecil sebanyak empat buah. Adit termangu, bahkan untuk sesuatu yang nyak inginkan saja, nyak masih rela membaginya untuk kami semua. Terharu rasanya melihat hal seperti itu, hal yang membuat Adit ingin menjadi orang kaya agar bisa membelikan apa saja yang diinginkan oleh orang-orang kesayangannya itu.             “Nyak, kok di bagi-bagi gitu. Ini Adit bawain buat nyak aja” ujar Adit agar nyak bisa menikmati sop buah itu sendiri saja tanpa memikirkan mereka/ Toh hanya sebungkus, kalau di bagi lagi memang nyak akan dapat bagian yang tak seberapa.             “Udeh nggak papa, namanya rezeki ya di makan sama-sama. Nanti kalau ada rezeki nyak beli buaha-buahannya baru bikin sop buah sendiri biar puas buat makan sekeluarga” ujar nyak smabil memasukkan empat gelas yang masing-masing berisi setengah gelas sop buah ke dalam kulkas satu pintu yang usianya mungkin hampir sepuluh tahunan, seingat Adit kulkas itu di beli ketika Adhim belum lahir. Cukup lama namun masih awet digunakan, sangat membantu untuk menyimpan berbagai bahan makanan dan lain sebagainya.             Adit kemudian masuk ke kamar, ia melihat Adhim yang sedang tidur siang. Seragamnya sudah di gantung dengan rapi, Adit kemudian menggantung seragam yang ia pakai, merebahkan badan sejenak kemudian memejamkan mata barang sejenak. Siang yang terik mulai berganti dengan hembusan angin sore yang menyejukkan. Sayup-sayup, Adit mulai tertidur. Nyak mengecek ke dalam kamar dan mendapati dua putra kesayangannya tegah tertidur dengan pulas. Maklumlah setelah belajar tentu rasa penat akan mendera karenanya. Nyak memandangi kedua jagoan yang sedang terlelap. Wajah kedua anaknya ketika tidur terlihat lebih menenangkan, kalau sudah bangun ada saja tingkah yang terkadang menjengkelkan dilakukan mereka berdua.             “Assalamualaikum nyak” ujar bapak.             “Waalaikum salam, loh tumben pulang cepet pak?” tanya nyak ke arah bapak yang sedang duduk sambil menyelonjorkan kaki.             “Harinya mulai mendung, daripada nanti bapak kehujanan, mending pulang duluan nyak” Memang terlihat awan gelap yang tampak menggelayut di langit sore ini.             “Lumayan hari ini bapak dapat lima puluh ribu, tapi bapak belum bisa belliin nyak sop buah ya. Takut token mau abis, kan udah deket tanggalnya ngisi” ujar bapak sambil menunjuk kilometer listrik yang berada di dekat pintu.             “Ia pak, alhamdulillah dapat uang lumayan. Kagak USah dipikirin pak, dapat rezeki tiap hari aja udah alhamdulillah pak. Lagian tadi Adit bawain nyak sop buah juga kebeneran pak. Ada yang bagi-bagi di jalan tadi katanya” jawab nyak dengan penuh semangat.             Bapak pun tentu senang melihat istrinya sumringah karena keinginannya terwujud, terkadang rasa sedih menyergap juga ketika permintaan sdederhana dari sang istri tak bisa ia wujukan karena pendapatan yang tak menentu seperti sekarang. Berbeda dengan dulu, ketika istri dan anak-anaknya ingin apapun akan berusaha ia kabulkan. Namun dengan kondisi keuangan tak menentu seperti sekarang, tentu saja ia tak berani sembarangan membeli sesuatu karena ada banyak keperluan lain yang harus ia penuhi. Terlebih beberapa bulan lagi, Adit akan lulus SMA. Hendak sekali rasanya melihat anak sulungnya mengenyam bangku kuliah, tak seperti dirinyayang hanya tamatan SMA dan sekarang merasakan betapa sulit mnecari pekerjaan dengan mengandalkan ijazah sekolah menengah. Berusaha sedemikian rupa agar bisa mengumpulkan uang lebih untuk disisihkan agar si sulung bisa kuliah. Semoga saja ada rezeki lebih agar Adit bisa kuliah. Adit Adalah anak yang cukup pandai, ia selalu berada di peringkat sepuluh besar. Adit pun adalah anak yang rajin, walau terkadang suka bertindak ceroboh.             Tak menunggu lama, hujan turun dengan derasnya. Untung saja bapak sudah pulang ke rumah, kalau tidak bisa-bisa bapak kedinginan dan juga ena cipratan hujan karena pangkalan ojek tempat bapak biasa mangkal hanyalah sebuah bangunan semi permanen yang dikelilingi oleh lembaran kayu dan beratap seng bekas, kemudian ada bangku panjang yang biasanya di gunakan bapak dan beberapa teman lain yang bermata pencaharian sama. Adit dan Adhim tentu semakin pulas tidur karena hawa dingin yang menyergap. Seolah membuat mata semakin lengket hingga enggan untuk terbuka. Nyak dan bapak masih asyik berbincang-bincang di ruang tengah. Nyak membuatkan secangkir teh hangat dan menyediakan kue yang bapak bawa kemarin. Lumayan bisa jadi pengganjal perut ketika sore hari di tengah cuaca dingin yang menyergap. Rasa hangat yang menyelimuti perut ketika meneguk the hangat buatan nyak dan juga di temani beberapa jenis kue lezat membuat obrolan menjadi semakin seru.             “Wahh bapak sudah pulang” tanya Adhim ketika baru saja keluar dari kamar. Tak lama kemudian di susul oleh Adit yang juga baru bangun tidur sambil mengucek-ucek matanya yang masih terasa lengket.             “Ehh kebetulan sudah pada bangun. Ayo duduk sini, nyak ambilin sop buah yang tadi Adit bawa yok” ujar nyak smabil menuju kea rah dapur.             “Horeeee” teriak Adhim kemudian duduk mendekati bapak yang sedang menyeruput teh hangat.             Nyak membawakan empat gelas sop buah yang masing-masing gelas berisi setengah saja. Bapak tersenyum melihatnya. Tampak Adhim mengambil segelas sop buah yang telah nyak hidangkan. Adit sedikit mendelik, melihat Adhim dengan lahapnya memakan sop buah yang ia bawa untuk nyak seorang.             “Bagian bapak, nyak aja yang makan ya. Bapak kan sudah minum teh anget, masa dobel-dobel sih minumnya” ujar bapak. Padahal Adit tahu, bapak hanya ingin sedikit membahagiakan nyak dnegan cara sederhana.             “Bagian Adit juga buat nyak aje, Adit lagi nggak pengen nyak lagian Adit mau pegi mandi” ujar Adit smabil ngibrit ke kamar mandi dengan sedikit terburu-buru yang terletak di bagian belakang rumah yang dekat dengan pekarangan belakang.             “Adhim mau lagi nggak?” tanya nyak kea rah Adhim yang telah selesai melahap sop buah yang baru saja nyak berikan.             “Kagak deh nyak, Adhim mau mandi juga. Ntar di tinggalin abang ke mushollanya kalau telat siap-siap” ujar Adhim yang kemudian menyusul abangnya ke belakang. Kadang kalau sudah begitu, mereka akan main air. Saling menciprati satu dengan yang lain dengan air sabun atau bahkan air sumur yang telah mereka timba secara bergantian. Tak lama kemudian terdengar suara cekikikan dari sumur belakang, benarlah sang kakak dan adik asyik bermain air. Nyak dan bapak tertawa melihat tingkah kedua jagoan mereka itu. Nyak pun menghabsikan sop buah yang etrsisa dengan hati yang riang             Setelah beberapa saat, mereka berdua mengakhiri prosesi mandi, di susul bapak kemudian nyak. Tak lama setelahnya, terdengar bunyi adzan magrib berkumandang. Para lelaki kesayangan nyak berangkat ke musholla beriringan macam anak bebek dan induknya saja.             Hana baru terbangun ketika mama membangunkan Hana yang tertidur ketika masih menggunakan seragam sekolah.             “Hana, kamu mau tidur sampai jam berapa, sekarang sudah jam enam lewat sayang” tutur mama Hana ketika melihat Hana masih terlelap beberapa saat yang lalu. Tak lama kemudian Hana membuka matanya dan tersentak setelah tahu bahwa hari sudah terlampau sore.             “Ia ma, Hana bangun kok” akhirnya Hana bangun walaupun dengan malas-malasan. Rasa-rasanya ia baru saja tidur, tahu-tahu sudah harus bangun. Mama kemudian berlalu dari kamar Hana, mungkin hendak melanjutkan beres-beres untuk pindahan beberapa minggu yang akan datang sedangkan Hana masih belum mengepak satu pun barang yang ada di kamarnya, sungguh rasanya malas sekali. Apalagi di tambah dengan keengganannya untuk ikut pindah berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya. Malas sekali rasanya tangan ini untuk ikut mengepak barang Hana yang ada di kamar, alangkah lebih baik kalau tidak usah pindah sekalian sehingga ia tak perlu repot-repot ikut memantapkan hati dan harus beres-beres barang yang cukup banyak. Entah kenapa rasanya berat sekali untuk pindah kali ini, biasanya tidak sama sekali. Apakah ini karena mimpinya tadi ya, ada sesorang lelaki yang akan membawanya pergi dan akan meninggalkan papa dan mama sendiri.                                                                                       
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN