Selamat membaca!
Alex tiba-tiba masuk ke dalam bathroom membuat Sandra terkesiap dan langsung menenggelamkan tubuh indahnya ke dasar bathub yang saat ini dipenuhi oleh banyak busa. Kedua mata wanita itu semakin membeliak saat melihat Alex sudah berada di dalam bathroom tanpa sehelai pakaian di tubuh kekarnya.
"Tuan Alex, apa yang kamu lakukan di sini? Ingat Tuan, apa yang dikatakan oleh Tuan Chris! Kau harus memperlakukan seorang tamu dengan baik."
Alex semakin mendekatinya, seakan tak menghiraukan segala perkataan Sandra yang baginya seperti semilir angin.
"Ya ampun kenapa dia datang lagi, apa dia belum merasa puas dengan apa yang telah dilakukannya tadi!" gerutu Sandra dalam hatinya kesal.
Sandra sudah tidak bisa beranjak kemana-mana. Seketika terlintas dalam pikirannya untuk berteriak sekencang-kencangnya, berharap teriakannya terdengar oleh Chris ataupun Grace di luar kamarnya. Namun, baru saja mulutnya terbuka Alex langsung menunjukkan sebuah pistol yang sedari tadi disembunyikannya di balik tubuhnya. Sandra tercekat kaget atas apa yang dilihatnya, hingga ia mengurungkan niatnya dan memilih untuk diam.
Sandra pun hanya bisa pasrah dan membiarkan Alex melakukan apa yang diinginkannya, walau ia sudah dapat membaca kemana arah tujuan pria itu berlabuh.
Sebelum membenamkan tubuhnya untuk masuk ke dalam bathub, pria itu meletakkan pistolnya di atas wastafel.
"Sekarang layani aku!" Lagi-lagi Alex memberikan perintah dengan seenaknya, ia tak memikirkan perasaan Sandra sedikit pun yang saat ini sudah sangat ketakutan.
"Layani, tapi apa yang harus aku lakukan Tuan?" Sandra benar-benar bertanya dengan wajah polosnya karena memang dirinya sangat kebingungan dalam mengartikan maksud dari perintah Alex.
"Cepat ikuti apa yang aku katakan!"
Alex mulai mendikte apa yang harus dilakukan oleh Sandra, walau awalnya Sandra menolak perintahnya. Namun, saat Alex kembali mengancamnya dengan rahang yang mengeras, nyali Sandra pun seketika menciut.
Pada akhirnya Sandra melakukan semua yang Alex perintahkan padanya. Selama 30 menit Sandra bagaikan boneka yang begitu patuh dan menuruti semua perintah Alex.
"Ini kali kedua pria ini melakukannya. Ya Tuhan, aku tidak pernah membayangkan, kenapa hidupku jadi semenyedihkan ini. Semua ini karena kesalahan ayah, ayah telah menghancurkan semua impianku. Impian untuk memberikan mahkota berhargaku kepada suamiku, laki-laki yang akan menjadi cinta terakhirku," batin Sandra meratapi takdirnya yang teramat pedih.
Setelah selesai bermain-main dengan Sandra, Alex pun keluar dari bathub dan pergi begitu saja meninggalkan wanita itu yang masih termangu dengan raut penuh kesedihan.
()()()()()
Pagi hari dengan sinar mentari yang terlihat cerah. Alex pagi itu sudah tak berada di rumahnya, ia pergi pagi-pagi buta sekali untuk melakukan sebuah transaksi dengan seorang pria yang bernama Rudolph. Alex tak pergi sendiri, ia bersama Evans sahabatnya, seorang pria yang sangat setia dengan dedikasi yang begitu tinggi kepadanya. Hal itulah yang membuat Alex tak segan-segan menjadikan Evans sebagai asisten kepercayaan.
"Apa kau sudah mengamankan seluruh area tempat transaksi yang akan kita tuju?" tanya Alex yang duduk di belakang kursi kemudi.
"Sudah Tuan, kau tidak perlu khawatir." Evans menjawabnya dengan santai, sambil mengendarai mobil.
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih satu jam, mereka kini sudah tiba di sebuah dermaga tua yang berada di sudut kota Paris. Dermaga yang sudah tidak terpakai lagi, tempat ini memang kerap menjadi tempat transaksi yang paling potensial dan terbilang aman karena jauh dari pusat kota.
Mobil yang dikendarai oleh Evans kini sudah terparkir dan Alex pun mulai turun dari mobil bersama Evans yang sudah siap dengan dua pistol di kedua tangannya. Itulah kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak buah Alex lainnya dan yang paling mencengangkan lagi adalah kedua bidikannya itu, tak pernah sekalipun meleset dan selalu tepat pada sasarannya. Bahkan persentase keakuratannya mencapai 100% dan Evans juga sangat lihai dalam pertarungan satu lawan satu ataupun perkelahian dengan tangan kosong tanpa senjata.
Maka itulah Alex tak perlu membawa banyak anak buahnya karena pria itu sangat percaya dengan kemampuan yang dimiliki oleh Evans. Kemampuan yang selalu memudahkan di setiap transaksi yang ia jalani. Namun tentunya, baik Alex dan Evans sudah mempersiapkan diri dengan memakai rompi anti peluru yang tersembunyi di balik bajunya.
Alex kini mulai memasuki area gedung tua itu dengan perlahan, sementara Evans masih terus melindunginya sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar gedung dengan sorot mata yang tajam.
"Sepertinya aman Tuan." Laporan yang diberikan Evans, tak membuat Alex mengendorkan ketajaman matanya karena ia merasa ada kejanggalan untuk transaksi yang sedang dilakukannya saat ini.
"Ya, tapi sebaiknya kita tetap waspada, Evans." Alex terus melangkah ke depan tanpa sedikit pun rasa takut. Keadaan gedung tua yang tak berpenghuni tak membuatnya menjadi gentar. Namun, kecurigaannya mulai merangkak naik ke dalam pikirannya, saat ia tak mendapati satu orang pun berada di dalam gedung.
"Sepertinya akan ada sesuatu yang terjadi," gumam Alex sambil mengambil sebuah pistol yang disembunyikan di balik jaketnya.
Evans yang melihat gerakan tangan Alex, mulai menyadari bahwa sebuah bahaya sudah tercium oleh tuannya itu. Inilah kemampuan yang tak dimilikinya dan merupakan keahlian Alex yang peka terhadap sesuatu atas apa yang akan terjadi beberapa saat kemudian.
"Aku harus bersiap." Evans menautkan kedua alisnya untuk menatap tajam setiap apa yang dilihatnya.
Tiba-tiba suara tembakan mengarah pada Alex yang berasal dari bagian atas gedung di lantai dua. Tembakan yang berhasil dihindari oleh pria itu dengan berguling ke arah kanan dan ia segera bersembunyi di balik sebuah pilar besar yang berada didekatnya.
Dua pilar yang saling bersebrangan. Alex dan Evans saling melihat untuk memberikan sebuah kode dengan posisi yang sudah siap menembak.
"Transaksi ini adalah jebakan ternyata, sial!" kecam Alex sambil berdecih kesal dengan raut wajahnya tampak sangat geram.
Suara tembakan terus dimuntahkan dari bagian atas gedung. Tembakan yang membabi buta dan hanya mengenai dinding pilar, seolah untuk menggertak mereka, tapi mereka tidak tahu apa yang sedang mereka hadapi. Kedua orang yang sangat berbahaya di seluruh kota Paris, terlebih ketika mereka sedang bersama. Alex dan Evans adalah jebolan akademi CIA yang memutuskan untuk mengundurkan diri dan beralih menjadi seorang mafia
"Sudah lama kita tidak bersenang-senang, Tuan." Evans tersenyum tipis, ia kemudian mengambil ponsel dari saku celananya, kemudian menekan sebuah angka pada ponselnya dan memasukkan kembali ponsel itu ke dalam sakunya.
"Kau siap Evans?" tanya Alex yang sudah bersiap untuk keluar dari tempat persembunyiannya dan balik menyerang.
Evans pun tersenyum, seperti menikmati apa yang sedang dihadapi saat ini.
()()()()()()
Bersambung✍️