5. Come Closer

1306 Kata
"Biarlah, aku akan mencoba" *****   Tok.. tok.. tok.. Edwin menoleh saat pintu ruangannya diketuk dan dibuka oleh seseorang. "Permisi, Pak Edwin. Maaf mengganggu”, ternyata Antony, sekretaris Edwin sekaligus sahabatnya. Jangan salah sangka, Edwin tidak mau bekerja jika sekretarisnya adalah wanita. Setidak mau itu Edwin menjalin hubungan dengan wanita. "Tidak apa, Anton. Masuklah, ada apa?”, tanya Edwin. Antony berjalan memasuki ruangan kerja bosnya. "Begini, pak. Ada seorang wanita ingin bertemu dengan Anda. Saat ini beliau ada di ruang tunggu. Apaka..." "Bagaimana ciri-ciri wanita itu?”, tanya Edwin menyela omongan sekretarisnya. "Hmm.. dia wanita cantik dengan kulit mengarah putih langsat, tubuhnya.. maaf.. gemuk tapi tetap cantik, ehm.. alisnya tebal dan rambut panjangnya berwarna hitam”, jawab Antony berusaha mendefinisikan wanita yang mencari atasannya. Edwin menghela nafasnya. "Persilahkan ia masuk, dia adalah tunanganku”, perintah Edwin. "Tunangan?!",seru Antony melupakan tata krama sebagai sekretaris, sekarang ia berubah menjadi seorang sahabat. Edwin terkekeh geli melihat keterkejutan Antony. "Ya.. dia tunanganku”, ulang Edwin. "Wah.. saya sangat terkejut mengingat bapak yang tidak mau menjalin hubungan dengan wanita. Tapi tak disangka justru bapak sudah bertunangan. Selamat atas pertunangannya pak”, ucap Antony dengan semangat. Edwin memutar bola matanya. "Yayaya.. terserah kau”, balas Edwin. Antony memperhatikan gerak-gerik bos sekaligus sahabatnya tidak beres. Kemudian ia berdeham. "Maaf jika saya lancang, tapi sepertinya ada yang aneh dengan pertunangan ini pak, sebagai sahabat saya merasa ada yang janggal di sini”, ucap Antony hati-hati. Edwin tergelak. "Kau memang hebat, nanti akan kuceritakan. Sekarang panggil dia masuk”, pinta Edwin yang dibalas dengan hormat dari Antony. Edwin membuka jasnya sehingga hanya sebuah kaos santai berwarna hijau lumut yang melekat ditubuhnya. Rencananya memang ia tak akan masuk kerja hari ini, tetapi ada pekerjaan yang mengharuskan ia datang sehingga Edwin memilih pakaian santai, toh kantor ini miliknya. Tok.. tok.. tok.. Terdengar suara pintu dibuka dan.. "Hai, Ed! Aku datang membawakanmu makan siang loh!" Ya. Tentu saja. Suara itu merupakan suara yang belakangan ini mengusik hari-hari tenang pria tampan tersebut. Ada saja kelakuan Arsenia yang membuatnya geleng-geleng kepala. Dan sekarang gadis itu membawakannya makan siang. Tapi Edwin sudah tidak ingin berdebat, ia akan mengikuti alur sampai tiba saatnya mengakhiri semua ini. Ia melihat penampilan gadis yang melangkah ke arahnya dengan semangat, ia mengernyit. Menurutnya rok gadis itu terlalu pendek sehingga kakinya terekspos. Ya, Arsenia memakai blouse yang ditutupi oleh bolero hitam dan rok berwarna navy di atas lutut. Dan menurut Edwin pakaiannya terlalu pendek, hmm... "Besok-besok pakailah rok yang lebih panjang agar tubuhmu tidak terlalu terekspos seperti itu”, saran Edwin. Langkah Arsenia otomatis terhenti dan ia menunduk melihat baju yang dikenakannya. Ia mengernyit karena menurutnya penampilannya biasa saja. Ia berpaling menatap tunangannya. "Ku rasa rok ini masih jauh lebih sopan dengan rok-rok pegawai wanitamu”, balas Arsenia. "Lagi pula aku hanya ingin mengantarkan makan siang, dan baju ini yang kunilai paling cocok untuk masuk ke perusahaan sebesar ini”, lanjut Arsenia. Edwin menghela nafasnya. "Terserah kau saja. Tapi aku belum lapar, Ars",ucap Edwin. Terlihat raut wajah Arsenia berubah sedikit kecewa. "Yaah.. aku sudah memasakannya susah-susah tapi kau tak mau makan. Hum.. ya sudah aku siapkan saja kalau kau sudah lapar bil..." "Tapi sepertinya tidak ada salahnya makan, mendengarmu yang cerewet itu membuat perutku lapar ternyata”, sela Edwin seraya terkekeh. Sontak raut wajah Arsenia berubah menjadi ceria kembali. Dengan sikap hormat gadis itu menata makan siang yang ia bawa untuk tunangannya. Entah kenapa, Edwin merasa sedikit terhibur dengan kelakuan konyol dari gadis yang sudah hampir seminggu ini menjadi tunangannya. "Silahkan Mr. Edwin, bon apetite",ujar Arsenia seraya menyerahkan piring berisi.... Dessert. Apa? Dessert? Pikir Edwin. Pria itu menatap gadis yang masih setia dengan senyumnya. "Dessert?",tanya Edwin heran. Arsenia dengan semangat mengangguk. "Hum.. kemarin kan kau bilang rasa masakanku membuat wajahmu panas karena sedikit pedas. Karena itu aku membuat makan siang yang bisa mendinginkan wajahmu”, jawab Arsenia dengan polos. Edwin melongo heran dan seketika tertawa terbahak-bahak melihat kebodohan gadis di depannya. "Astaga, kau ini lugu atau bodoh sih, Ar? Tapi tak apa, sini kumakan. Kelihatannya 'makan siang' yang dingin dan lezat”, ujar Edwin seraya menerima piring berisi dessert tersebut. Oh dan senyumnya yang menawan. Arsenia tersenyum lagi. Ia melangkah menuju kursi tepat di hadapan Edwin. Gadis itu memperhatikan pria di hadapannya dengan kedua siku bertumpu pada meja dan telapak tangannya merangkum wajahnya yang terasa merona melihat senyum dari lelaki yang... ia cintai? "Enak tidak?”, tanya Arsenia. Edwin mengangguk. "Enak. Dan... dingin”, jawab Edwin. Arsenia terkekeh mendengar jawabannya. "Oh ya Ed, kau tau tidak? Hari ini aku mendapat banyak pesanan bunga! Waahh.. pasti bulan ini pendapatanku bertambah, tidak tanggung-tanggung klienku memesan 50 rangkaian bunga sekaligus untuk acara di perusahaannya. Tapi hari ini aku dapat komplain lagi dari klienku, sebenarnya bukan karena kesalahanku. Pihak klien meminta bunga dikirim melalui jasa pengantar online. Tapi mereka tidak membawanya dengan hati-hati, alhasil bunga yang sudah kurangkai susah-susah jadi berantakan dan hancur karena terbawa angin. Huft! Tapi aku menggantikan rangkaian bunga yang baru secepatnya, tapi klienku tetap tidak.. hup!" Bibir gadis tersebut bungkam saat Edwin menyendokkan es krim ke dalam mulutnya. "Nah, begitu lebih bagus. Ternyata tidak sulit membuatmu diam, cukup diisi makanan saja. Kau sadar tidak? Kau bicara tanpa jeda sedikit pun, aku saja lelah mendengarnya”, ucap Edwin. Arsenia memberengut seraya mengunyah biskuit es krimnya dan menjilat bibirnya untuk membersihkan sisa es krim yang berantakan. Sontak Edwin membeku melihat pemandangan yang sedikit membuat naluri prianya tergelitik. "Ada apa, Ed?",tanya Arsenia. Edwin berdeham menghilangkan rasa gugupnya. "Ti.. tidak apa-apa”, jawab Edwin. Arsenia tersenyum jahil seraya menunjuk Edwin. "Aaa... kau terpesona yaa melihatku? Hahaha sudah kubilangkan pelan-pelan kau akan jatuh cinta kepadaku. Kau itu tak akan bis... hmft". Gadis itu terbelalak saat Edwin mencium bibirnya, tanpa menunggu respon dari Arsenia Edwin mencecap rasa manis dari bibir tunangannya. Tangan kanannya terulur menangkup pipi Arsenia. Dengan mengikuti nalurinya, Arsenia memegang tangan Edwin yang menangkup wajahnya dan membalas ciuman pria tersebut semampunya karena ini adalah ciumannya yang pertama. Tak berselang lama, Edwin melepaskan tautan bibirnya dan menatap gadis di hadapannya. Nafas keduanya sedikit terengah. "Ternyata ada cara yang lebih ampuh untuk menutup mulutmu yang cerewet”, ucapnya. "Kau menciumku?", tanya Arsenia. "Kenapa? Kita tunangan kan? Sepertinya kontak fisik adalah hal wajar”, jawab Edwin santai sambil menyendokkan es krimnya lagi. Mata Arsenia menyipit curiga. "Dasar lelaki”, desisnya seraya menahan senyum. Edwin terkekeh dan kembali mengecup bibir tunangannya dengan singkat. Sepertinya tidak buruk juga, pikir Edwin. Dan benar saja, Arsenia yang cerewet mendadak bungkam setelah mendapat ciuman pertamanya. Awalnya pria tersebut merasa senang, tapi diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah 20 menit Arsenia tak berbicara sepatah kata pun. Ini adalah rekor untuk gadis itu. Diam-diam Edwin merasa khawatir. Apakah aku keterlaluan karena telah menciumnya? Tanya Edwin dalam pikirannya. "Ar?", panggil Edwin. Gadis itu mendongak menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Dan hal itu membuat perasaan Edwin tidak tenang. "Apakah aku kelewatan? Maafkan aku jika.." "Kau tau tidak, Ed. Itu tadi ciuman pertamaku. Astaga! Aku tak menyangka akan berciuman denganmu secepat ini! Kupikir setelah beberapa bulan kita baru akan memulai cium-cium. Tapi ternyata aku salah, hahaha benarkan kataku? Kau mulai menyukaiku kan? Aaa ayo mengakulah, lagi pula tidak ada salahnya berkata jujur kan. Kita sudah tunangan, jadi tidak perlu menutupi hal itu lagi. Aku baru tau ternyata ciuman itu rasanya seperti itu. Awalnya sih menjijikkan hihihi" ASTAGA! Gadis ini, kukira ia akan marah karena aku menciumnya tanpa izin. Tapi ternyata ia justru berpikiran ke mana-mana! Pekik Edwin dalam hatinya. Ia mengerang kesal. "Kau tau, Ar?", tanya Edwin. "Apa itu, Ed?", balas Arsenia. "Sepertinya kau harus dicium lebih lama lagi agar mulutmu lebih lama bungkam”, jawab Edwin ketus. Bukannya diam, Arsenia justru tergelak seraya bertepuk tangan dengan ringan menatap Edwin. Astaga, gadis ini benar-benar!!!! *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN