Darian yang masih berwujud kucing terkejut saat Naira tiba-tiba masuk ke dalam kamar dengan berlari. Pipi gadis itu memerah dengan senyuman lebah menghiasi wajahnya. Darian merasakan aura kebahagiaan terpancar dari diri gadis itu.
Melihat Darian yang masih tiduran di atas ranjang dengan mata yang terbuka meski tidak sepenuhnya, Naira langsung menyusul. Dia memeluk kucing jelmaan itu dengan erat, tidak hanya sampai di situ, Naira juga menciumi wajah kucing Darian dengan gemas. Dia lupa kalau kucing yang dia dekap itu merupakan jelmaan pangeran.
Sesaat kemudian Naira terdiam. Dia lalu sedikit membuat jarak dengan Darian. Selanjutnya dia meminta maaf pada kucing tersebut.
"Darian, maaf. Aku seharusnya tidak memperlakukan kamu seperti tadi. Kesannya aku tidak sopan, ya? Maaf."
Sesaat kemudian Darian berubah wujud menjadi manusia. Lelaki itu tertawa geli. Mungkin Naira lupa soal naluri Darian yang berbeda dengan manusia. Dia tidak masalah dengan ciuman yang diberikan oleh gadis itu. Semua pemilik kucing biasa memperlakukan hewan kesayangan mereka dengan manis seperti tadi.
"Bukankah itu wajar dilakukan oleh setiap pemilik kucing? Aku sering melihat pemilik kucing menggendong, memeluk, dan menciumi kucing peliharaan mereka. Terus kenapa kamu meminta maaf karena melakukan itu padaku? Bukannya aku sudah menjadi peliharaan kamu sejak kita bertemu?"
Iya, Naira ingat kalau Darian memang sudah menjadikan dirinya sebagai peliharaan. Tapi dia bukan kucing seperti pada umumnya. Bagaimana bisa Naira menganggap apa yang dilakukannya tadi merupakan kegiatan yang bisa disebut dengan biasa?
"Mana bisa, Darian. Kamu memang kucing, tapi kan kamu beda. Bisa-bisanya kamu merasa biasa aja. Aku sudah mencium kamu tadi. Merasa tidak sopan aku." Naira mencebik dan membuat Darian terkekeh.
"Sudah dibilang, anggap aku sebagai kucing biasa. Jangan merasa kalau aku ini kucing spesial. Itu cuma membuat kamu merasa terbebani nanti." Darian mengusak rambut Naira.
"Itu tidak akan berhasil, Darian. Mana bisa aku menganggap kamu kucing biasa? Sekarang kamu bahkan sedang berada di wujud manusia." Naira meraup wajahnya frustrasi dan itu membuat tawa Darian semakin nyaring.
"Sudah, lupakan. Sekarang lebih baik kamu cerita, apa yang membuat kamu bahagia sampai kamu lupa diri seperti tadi?"
Darian mengubah posisinya menjadi duduk bersila di atas ranjang. Dia sudah sangat siap untuk mendengarkan cerita Naira tentang apa yang membuat gadis itu bahagia.
Mendengar pertanyaan yang diajukan oleh Darian, Naira kembali tersenyum tidak jelas. Gadis itu kembali diselimuti oleh euforia kebahagiaan yang tadi dia bawa dari kampus.
"Tadi pagi, waktu aku baru sampai di kampus, kak Ardan mengejarku. Dia menjelaskan padaku tentang hubungan dia yang sebenernya dengan Reva. Ternyata kak Ardan dan Reva itu sepupuan."
"Kamu sudah terlanjur galau, ternyata mereka sodaraan, ya?" Darian tertawa.
"Ih, tega. Kenapa kamu menertawakan aku terus, sih?"
"Memang kenyataannya lucu, Naira. Kamu sudah menangis hampir semalaman hanya karena kak crush punya pacar. Sampai mata kamu bengkak, ternyata dia cuma saudaraan."
Berbeda dengan tadi, kali ini Naira tertawa. Dia memang konyol malam itu. Dia menghabiskan waktu di balkon ditemani Darian hampir semalaman sambil menangis. Naira bahkan sempat membakar foto Ardan. Dia sudah berniat untuk melupakan pemuda itu meski dengan sangat terpaksa. Paginya, Naira dibikin kaget dengan tampilan wajahnya yang begitu berantakan saat bercermin.
"Tolong jangan ingatkan aku, Darian. Aku malu. Tapi ... kamu harus dengar berita utamanya."
"Memangnya apa?" Darian tampak begitu antusias untuk mendengarkan kelanjutan cerita Naira.
"Sekarang aku dan kak Ardan sudah jadian. Sekarang dia sudah resmi menjadi padar aku." Naira menyampaikan berita itu dengan begitu semangat. Sekarang Darian tahu, apa yang membuat gadis itu bahagia.
"Akhirnya. Aku ikut bahagia untukmu, Naira. Pantas saja hari ini aura kamu berubah drastis dari pagi ke siang, ternyata kamu sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Selamat, ya. Lalu gimana dengan Boy? Apa dia tahu kamu sudah jadian dengan Ardan?"
Pertemuan Darian dan Boy terjadi satu kali di taman kota. Naira tidak menyangka kalau 'kucingnya' itu akan mengingat pemuda jahil yang selalu menyatakan cinta padanya setiap hari tersebut.
"Dia belum tahu, Darian. Tapi aku pikir lebih baik memang kalau dia tidak tahu tentang hubunganku dengan kak Ardan. Dia tidak ada bedanya denganku, bukan? Dia suka sama aku seperti aku suka dengan kak Ardan. Pasti dia akan terluka kalau sampai tahu aku sudah memiliki hubungan dengan orang lain."
"Tapi kekuatan hati seseorang itu berbeda-beda, Naira. Bisa jadi Boy akan menerima kenyataan kalau kamu memang tidak bisa dia miliki. Jadi kamu tidak perlu berasumsi sendiri soal ini."
"Tapi memang rencananya aku tidak ingin mengumumkan hubungan dengan kak Ardan. Dia memiliki banyak penggemar di kampus kami, belum lagi reputasi kak Ardan pasti dipertaruhkan karena hubungan kami. Aku merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Rata-rata keluarga kak Ardan anak-anak jenius, Darian."
Naira tampak tidak memiliki kepercayaan diri saat membahas Ardan kali ini. Darian sendiri tidak tahu bagaimana situasi yang terjadi di kampus Naira. Dia hanya sebisa mungkin memberikan saran yang terbaik untuk Naira. Majikannya, satu-satunya orang yang akan melindungi dia dari kejahatan manusia.
"Jadi kalian akan menjalani hubungan secara rahasia? Apa Ardan sudah setuju untuk melakukan itu? Kalau kalian sama-sama sepakat, dan itu menurut kalian keputusan yang terbaik, aku hanya bisa memberikan dukungan."
"Awalnya kak Ardan menolak. Dia tidak suka menjalani hubungan sembunyi-sembunyi. Tapi aku terus berusaha meyakinkan dia tentang semua kemungkinan yang terjadi saat kami mengumumkan secara gamblang tentang hubungan kami. Hasil finalnya dia mau menerima keputusan aku."
"Apa menjalani hubungan sembunyi-sembunyi akan membuat kamu nyaman? Bagaimana kalau karena kalian tidak mempublikasikan hubungan, ada banyak gadis yang mengira kalau Ardan masih sendiri dan menempel padanya. Apa kamu tidak akan merasa kesal?"
"Aku pasti tahan, Ardan. Selama ini aku sudah sering cemburu dan patah hati. Lagipula dia dan aku sudah jadian dan berkomitmen. Jadi buat apa khawatir. Kak Ardan sosok yang dewasa. Dia tidak mungkin akan mengkhianati aku."
Naira berusaha meyakinkan Darian. Gadis itu cukup paham tentang ketakutan Darian tentang dampak dari hubungan rahasia antara dia dan Ardan. Naira hanya tidak ingin menjadi beban, itu saja.
Soal Ardan yang mungkin akan ditempeli oleh banyak gadis, Naira tidak terlalu khawatir. Dia percaya sepenuhnya pada Ardan kalau dia tidak akan mengecewakan. Naira ingin kekasihnya tetap ada di puncak. Dia tidak ingin mengubah apapun yang ada di kehidupan Ardan sebelumnya.
"Baiklah. Aku ikut apa katamu saja, Naira. Tapi kalau ada apa-apa,. tolong jangan sungkan untuk membahas masalah kamu denganku."
"Siap. Terima kasih Darian."