"Ma, aku nggak ada pilihan, ya?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Ardan saat ibunya memasuki ruang belajar tempat dia berkutat dengan buku-bukunya. Daripada ruang belajar, ruangan itu lebih mirip dengan perpustakaan rumah. "Kesempatan untuk?" Ibunya balas bertanya. Dia belum paham kemana arah pembicaraan anaknya. Ardan menutup bukunya. Memutar kursi hingga menghadap ke arah sang ibu yang sekarang tengah duduk di pinggir ranjang. "Kenapa semua tentang hidupku harus diatur? Aku capek, Ma. Banyak sekali impian aku yang terpaksa aku pendam hanya untuk memenuhi ekspetasi papa. Sampai pacaran pun harus banget sesuai dengan kriteria papa. Mama bisa bayangin nggak sih gimana rasanya jadi aku?" Dari ekspresi wajahnya, terlihat sekali kalau Ardan sudah sangat tertekan dengan keadaan yang