Istikharah Cinta

2978 Kata
"Aneh deh," gumam Farras. Perempuan itu dengan indera intelijennya mulai menganalisis perilaku kikuk Abangnya. "Kenapa, Kak?" tanya Bunda yang sedang sibuk menata meja makan. "Itu, Bunda. Ada yang girang kedatangan cewek-cewek. Biasanya cuek aja," tutur Farras yang disambut gelak tawa bunda. Yang sadar bukan cuma Farras kok. Jiwa intelijen Icha juga jalan saat melihat anak sulungnya yang mendadak aneh dan kikuk. Padahal biasanya gak pernah begitu. Yang diomongin sih cuma diem aja pasrah dan disampingnya, Ando sudah terkekeh geli. Geli aja melihat Farrel yang mendadak salah tingkah itu. Sangat-sangat tidak biasa. Seperti bukan Farrel. "Suka, Bang?" tanya Bunda dengan senyuman tipis. "Kalau suka, biar Bunda pinang anaknya," tambahnya yang membuat Farras langsung tertawa riuh. Ya berhubung Latisya sudah menolak dijodohkan dengan Abangnya, kakak sepupunya yang perempuan itu pun jadi deh. Toh, Farras juga suka dengan gaya pakaiannya Fara. Gadis itu bergamis, tampak anggun, keibuan, cantik sekali, manis juga daaaaan sangat sopan santun entah padanya, Bunda atau Farrel. Yah, tipe-tipe perempuan yang menjaga diri lah. Kan susah tuh mencari yang kayak gitu. Dan mungkin masuk kriteria Abangnya juga. "Lagian Bunda suka, anaknya cantik, solehah, pinter lagi," jujur Bundanya. Wajah Fara terbayang dibenaknya. Lalu ia terkekeh kecil melihat Farrel yang cuma tersenyum sambil menyentuh layar ponselnya. Padahal tak ada aplikasi yang dibuka. Ia hanya salah tingkah saja karena digoda terus-menerus. "Ras juga setuju Abang sama dia. Anggun, Bang!" Farras turut mendukung. Farrel? Masih mesem-mesem menahan senyumnya. Sejujurnya, ia sangat-sangat tertarik dengan perempuan itu. Gimana tidak? Itu tipe perempuan yang diinginkannya untuk menjadi pendamping hidupnya. Bukan karena cantiknya. Tapi karena caranya menjaga diri dari laki-laki. Uhuy! "Jadiii, gimana nih, Bang? Jangan mingkem-mingkem doang. Mau Bunda tanyain atau enggak?" tagih Bundanya dan....Farrel? Berdeham lalu mengangguk malu-malu yang membuat Farras dan Bunda kompak terbahak. Ando? Geli melihatnya. Hahahaa! Jujur saja, Ando baru kali ini melihat sikap malu-malu Farrel yang ternyata kalau ditatap oleh lelaki sepertinya agak-agak menyeramkan. Ando memang pernah menyaksikannya jatuh cinta pada Zakiya tapi sikap Farrel tak seperti ini. Farrel terlihat cold dulu. Kalau sekarang? Malu-malu kucing. Mana wajahnya agak memerah pula andai Bunda, Farras dan Ando memerhatikan lebih dalam. "Beneran suka, Bang?" tanya Ando sekali lagi ketika ia menyusul Farrel di gazebo halaman belakang rumah. Ia belum mengantuk. Sementara istrinya tadi sudah pulas di kamar. Farrel berdeham dengan helaan nafas yang disertai senyuman. Ia menaruh ponsel di sampingnya. Ando baru duduk di sebelahnya, ikut menatap langit tanpa bintang di atas sana. Farrel baru sadar, rasanya lama sekali ia tak merasa segembira ini bertemu perempuan. Sudah berapa tahun kah? Entah lah. Farrel tak menghitungnya. Ia terlalu sibuk menyusun banyak rencana bisnis lalu mewujudkannya secara perlahan. Selain itu, ia memang belum memikirkan pernikahan. Tapi sejak bertemu gadis itu, keinginan untuk menikah itu timbul lagi. Ya, dulu ia memang sempat berpikir untuk menikah dikala tak sengaja bertemu dengan gadis bercadar di Singapura dan Malaysia. Ah, omong-omong gadis itu di mana sekarang? "Lamar aja, Bang," tuturnya yang membuat Farrel terkekeh. Ia juga berencana begitu. Hanya masih belum tahu caranya agar dapat melamar gadis itu. Kan gak mungkin ia langsung datang begitu saja? Gadis itu pasti bingung. Ia sih berencana untuk istikharah dulu. Memohon petunjuk sekaligus restu Allah. Jika Allah setuju, ia berniat untuk mengajukan ta'aruf dengan gadis itu. Jika tidak.....? Ini yang membuatnya takut. Tapi semoga Allah setuju dengan memantapkan hatinya. Sementara Fara? Tak ada sedikit pun rasa pada Farrel. Meski sempat mengaguminya tapi fase itu sudah lewat jadi kini lelaki itu terlihat sangat biasa dimatanya. Ia malah tak ingin berhubungan lebih jauh menilik lelaki itu berpacaran. Mau seganteng apapun, sepintar apapun kalau pacaran....lewat aja deh! Fara paling tak suka dengan lelaki yang mempermainkan sesuatu yang jelas-jelas dilarang dalam agama. Dan Fara juga sedang fokus pada hal lain. Apa? Tentu saja kegiatan kampus dan tugas-tugasnya. Walau akhir-akhir ini ia sering kali diteror adik-adiknya tentang pernikahan tapi ia sebodo amat. Maklum lah, sebagai anak perempuan pertama juga anak tertua dikeluarga dan usia yang sudah menginjak 26 tahun itu ada bebannya. Walau ia tak ambil pusing. Toh Ayahnya juga santai-santai saja dan tak terlalu menekannya harus cepat-cepat menikah. Karena baginya, pernikahan itu bukan tentang siapa cepat duluan dapat. Tapi tentang tujuan dan menjalaninya nanti. Fara punya visi dan misi pernikahan impian. Ia ingin mewujudkan itu. Namun itu memerlukan pasangan yang bisa diajak kerja sama dan tentu juga seseorang yang harus memiliki visi dan misi yang searah dengannya. Karena hidup itu untuk beribadah bukan? Begitu juga dengan pernikahan. Maka Fara ingin menjadikannya sebagai sarana ibadah kepada Allah. @@@ Haaaaah. Allah. Entah ke berapa malamnya ia bersujud. Memohon doa pada-Mu. Memintanya dalam setiap sujud kepada-Mu. Berharap restu-Mu turun untuknya demi meminang gadis itu. Yaaa Farrel memang belum mengenal gadis itu sama sekali. Namun entah kenapa, sejak gadis itu datang ke rumah, ia semakin yakin. Semesta seolah baru saja membisikinya bahwa gadis itu lah takdir cintanya. Walau ia takut berharap. Bagaimana pun ia pernah patah hati pada seorang perempuan. Cintanya pupus karena tak terbalas. Walau kini ia mulai menyadari hikmah dibaliknya. Memang benar kalau Allah ingin ia tak bermaksiat makanya cintanya bertepuk sebelah tangan. Manis bukan cara Allah menjaganya? Meski dibuat dengan cara patah hati? Kadang kita memang tak pernah tahu jika kepahitan yang kita rasakan dimasa lalu ternyata membuahkan sesuatu yang manis di masa sekarang. Ketika kita berpikir itu adalah musibah tapi ternyata Allah baru saja menghindarkan kita dari musibah-musibah lain yang mungkin lebih membahayakan hidup kita. Ya kan? Lalu kini? Rasa ketertarikan itu semakin dalam. Apalagi Farrel sulit menghapusnya dari bayang-bayangnya. Gadis itu selalu muncul dikepalanya hingga membuatnya terus terbayangi. Senyum manis dan anggun. Sikap yang sopan dan keibuan. Cara Fara yang menghindari tatapannya. Begitu mengagumkan bukan? Ternyata masih ada perempuan seperti ini di dunia ini. Dan ia baru menemukan satu selama dua puluh enam tahun hidupnya. Kece sekali bukan gadis itu? Ia berlian yang sangat-sangat mahal dan susah ditemukan. Hingga Farrel merasa sangat sayang jika harus melewatkan kesempatan untuk menawarkan diri menjadi suaminya. Ia bisa membayangkan pernikahan yang begitu indah bersama perempuan itu. Haaah.....Faradina. Ia hanya baru tahu itu namanya, Allah. Dan baru kali ini ia meminta seorang gadis pada-Mu ya Allah. Secinta apapun dirinya pada Zakiya dulu, ia tak pernah seperti ini. Hanya ini satu-satunya perempuan yang ia ingin kan dalam sujudnya pada-Mu. Memohon agar Engkau mengiyakan doanya. Yang semoga bukan karena nafsu melainkan atas nama cinta kepada-Mu. Atas nama rasa takut kehilangan imannya. Atas nama kekhawatirannya sebagai lelaki biasa dari rentan tergodanya iman. Ia hanya lelaki biasa ya Allah. Lelaki yang ternyata mudah tergoda dengan keindahan perempuan. Allah. Ini malam ke sekian kalinya ia meminta. Dengan sujud cinta dan rasa kasih pada-Mu dalam istikharah cinta yang hanya berdua dengan-Mu. Dan semoga kelak, ia bisa bertiga dengannya dan Engkau diantara mereka. Indah bukan? @@@ Farrel membuka matanya. Beberapa malam ini ia sulit tidur. Memikirkan seorang perempuan berjilbab plum yang tiba-tiba membiusnya dengan pesona baru. Cantik wajahnya meneduhkan. Senyum manisnya menakhlukan. Suara anggunnya menenggelamkan. Hal yang membuat Farrel terus ber-istigfar walau kadang lolos sebuah senyuman. Lelaki mana yang tak tergoda perempuan? Ia pun hanya lelaki biasa dengan iman yang tak seberapa. Ia sadar betul jika salah bergerak, ia akan tewas dengan urusan perempuan ini. Mungkin selama ini ia terjaga karena belum menemukan perempuan yang benar-benar menarik hatinya. Tapi kini? Haaah. Ia menghela nafas lantas menoleh ke arah nakas. Ia mengambil ponselnya lalu membuka profil kontak Faradina di aplikasi w******p. Ia sudah menambahkan nomor gadis itu sejak lama, sejak mendapat nomornya dari dosen gadis itu. Tapi sempat terlupakan karena beragam kesibukan. Bahkan hingga kejadian berhari-hari yang lalu pun ia masih belum bergerak mendekati gadis itu. Ia sudah membawanya ke dalam solat hanya untuk meminta petunjuk pada-Nya. Apakah ia harus berta'aruf dengan gadis itu atau tidak. Apakah Allah akan ridho atau tidak atas pilihannya ini? Namun sejauh ini. Hatinya merasa yakin. Tiap mengingat bagaimana Fara menunduk ketika berbicara dengannya, itu membuatnya berdesir. Ia bisa membayangkan kalau perempuan itu akan bersikap seperti itu pada lelaki manapun yang bukan mahramnya. Lalu pakaian yang menutup tubuhnya tanpa lekuk itu juga membuat Farrel bahagia. Kenapa? Bayang kan saja, yang akan menikmati tubuh indah itu hanya seseorang yang kelak akan menghalalkan gadis itu. Hingga membuat Farrel terus mengencangkan doa agar ia lah yang menjadi lelaki beruntung itu. Beruntung karena memiliki perempuan yang menjaga dirinya dari laki-laki dan paham menjaga kodratnya sebagai perempuan agar dihormati. Indah bukan? Dan betapa beruntungnya lelaki yang akan mendapatkan gadis itu sebagai istrinya. Kemudian profil foto gadis itu hanya foto monyet yang dibawahnya bertulis, hewan yang dilindungi. Hal yang membuat Farrel pernah terkekeh saat pertama kali melihat foto profil itu. Gadis ini lucu, pikirnya. Namun kelucuannya tak terlihat hingga kemarin. Lalu ia menarik nafas dalam sambil memeluk ponselnya dengan erat. Allah, jika Engkau hanya akan mengabulkan satu dari sekian banyak pintanya maka pintanya hanya satu malam ini. Apa? Menjadi pangeran surga untuknya. @@@ "Ehem, Kak," panggilnya ketika melihat Fara begitu serius di depan laptop. Kali ini, gadis itu sedang tidak menonton tapi sedang sibuk mengerjakan tugasnya yang menumpuk. Tugas kuliah tentunya. Sementara Latisya sebetulnya ingin mengajaknya bergosip ria. Hihihi. Biar kata sering diingatkan agar tak menggibahi orang tapi kali ini ia meyakini bahwa bukan termasuk ke dalam yang namanya ghibah itu. Sejujurnya, Lala terbayang-bayang wajah Farrel yang aneh ketika ia tak sengaja menatap Farrel yang sedang melihat kakak sepupunya ini. Tapi kakak sepupunya ini pasti tak sadar. Fara kan cuek. Ia mana perduli sekitar. "Kakak inget gak sih mukanya Bang Farrel waktu kita ke rumah Bunda itu." Fara berdeham ogah-ogahan. Ia sih tak terlalu menanggapi. Sementara Latisya melanjutkan ucapannya lagi. "Aneh deh. Kayak naksir gitu...." "Naksir siapa?" "Yang jelas bukan Lala," simpulnya. Fara cuma mengangguk-angguk saja. Tak terlalu menyimak ucapannya karena lagi-lagi ia memang masih fokus pada tugasnya. "Ya udah. Ngapain diurusin kalo bukan Lala!" Lala berdesis. "Tapi kayaknya nak.....sir Kakak deh." Fara terbahak. Tatapannya masih fokus pada laptopnya. "Ngaco kamu!" serunya. Lala memutar bola matanya, kesal. "Kali aja kan." "Jangan ngomong sembarangan, La. Udah ada ceweknya itu." Lala terkekeh. Iya sih. Ia mengangguk-angguk. Gak mungkin juga kan naksir kakak sepupunya ini? Wong ceweknya aja sekelas Puteri Indonesia. Yaaa, bukan tipenya juga sih, menurut Lala. Beda jauh. Meskipun kakak sepupunya ini cantik tapi jika dibanding Puteri Indonesia itu masih jauh lah. "Iya sih. Tapi kalau Lala lihat-lihat ceweknya itu, dia kayaknya suka cewek yang seksi begitu ya, Kak?" Fara mendengus. "Berhenti gosipin orang," ingatnya yang membuat Lala terkekeh. Ia gak bergosip kok, beneran. Cuma ngomongin orang aja. Hihihi! "Maksud Lala, selama ini tiap Lala ke rumah Bunda, Abang Farrel itu kayak cowok baik-baik begitu loh, Kak." Ia ingat hal itu. Kejadian di mana beberapa kali ikut solat berjamaah di sana, Farrel sering mengimaminya. Bukan hanya ia yang diimami tapi Bunda juga Farras. Walau ia tak tahu bagaimana bacaan solat Farrel karena ia hanya sering berjamaah solat zuhur atau ashar di sana. "Menurut Kakak gimana? Soal Bang Farrel kemarin? Kalau ditelevisi kan kayak ramah gitu dan banyak omong. Tapi kemarin kayak kalem gitu." Lala sih tidak terlalu mengenal Farrel atau pun Ferril. Karena memang jarang bertemu dengan keduanya. Ia hanya paling mengenal Farras. "Apanya?" "Yaaaa opini Kakak sebagai seseorang yang melihat langsung seorang Bang Farrel." Fara malah mengendikan bahu. Lala terkekeh. "Itu gak penting, La. Ya terserah dia orangnya kayak apa juga. Gak ada urusannya sama Kakak. Lagi pula, ada banyak cowok lain yang lebih baik kok, lebih soleh dan gak pacaran tentunya." "Iya sih. Sayang ya? Udah ganteng, pinter tapi pacaran." "Orang yang lagi ngomongin barusan juga harusnya gitu. GAK PACARAN!" tekannya yang membuat Lala terbahak. "Iiih Lala udah lama kali, Kak, gak pacaran." Fara menjulingkan matanya. Itu karena mantan pacarnya si Lala pernah digalakin oleh Fara agar tak meminta Lala balikan lagi gitu. Fara kan memang tegas untuk hal-hal semacam itu. Lagi pula, Lala juga gak keberatan dengan sikap Fara yang seperti itu padanya. Gadis itu kan memang kakak sepupunya. Sebagai seorang kakak yang ingin melindungi adiknya ya pasti sudah sewajarnya begitu. Apalagi Lala memang anak tunggal. Tak pernah merasakan punya saudara. Semenjak ia kuliah di UI lah, ia baru benar-benar dekat dengan Fara. Karena sebelum ini kan, ia dan Fara memang tinggal terpisah. Orangtua Fara tinggal di daerah kepulauan. Ayahnya punya bisnis konsultan sederhana di sana. Sementara Lala lama tinggal di Bandung. Walau memang keluarga asli Fara atau pun Lala itu sama-sama Bandung. Ayah dan ibu Lala memang orang asli Bandung. "Tapi beneran deh, Kak. Lala masih ngerasa aneh sama Bang Farrel," ia kembali mengungkitnya. "Jangan-jangan kamu suka yaaaa? Jadi ngomongin dia terus....," ledek Fara tapi Lala balas terkekeh. "Lala kan gak suka yang ganteng." Fara mengerucutkan bibirnya seraya mengangguk-angguk. Ya, kalau di pikir-pikir, mantannya Lala memang gak ada yang ganteng. Semuanya jelek abis! Hahahaha! Fara sampai heran kenapa Lala menyukai cowok-cowok seperti itu. Tapi setelah mengenal beberapa di antaranya, Fara jadi tahu alasannya. Apa? Karena cowok-cowok itu ternyata lucu. Lala suka cowok humoris. Memang tidak banyak cowok yang ganteng juga humoris. Karena kalau banyak cowok ganteng yang juga humoris nanti kasihan sama cowok yang jelek dan humoris. Hihihi! "Emangnya Kak Fara suka yang ganteng?" ia bertanya balik. "Seingat Lala, dua cowok yang pernah melamar Kak Fara itu jelek-jelek." Fara sampai menyemburkan tawanya. Seleranya memang tak jauh beda dengan Lala. Tapi Fara lebih suka cowok yang juga menjaga dirinya dan ia jarang sekali menemukan cowok-cowok itu. Sekalipun ketemu, ternyata eh ternyata tidak berjodoh. "Tampang itu gak penting, La. Yang penting kan imannya. Sekalipun manusia juga gak bisa menilai iman manusia lainnya. Tapi cintanya pada Allah bisa menjadi patokan. Semisal, berupaya menghindari maksiat. Minimal yaa tidak pernah pacaran itu kan sudah cukup." Lala mengangguk-angguk kepala sambil mengulum senyumannya. "Mencari juga gak harus yang sempurna, La. Karena kan kesempurnaan memang hanya milik Allah. Kita pun punya banyak kekurangan dan jangan berharap kalau kekurangan kita itu akan diisi okeh pasangan kita nanti. Karena apa? Karena dia pun cuma manusia, La." "Terus cowok yang mendekati tipe yang Kakak sukai seperti apa?" Fara mengendikan bahu. Ia belum pernah menemukan lagi sosok lelaki yang ia benar-benar dambakan. Dua kali gagal ke pelaminan tak membuatnya bersedih hati. Karena ia yakin bahwa Allah akan menggantikan semua kesakitan yang pernah dirasakannya dengan seseorang yang memang pantas untuknya. "Tapi yang jelas.....," ia diam sejenak. Lala mengangkat sebelah alisnya, menunggu jawaban. "Dia gak perlu ganteng. Gak perlu kaya. Gak perlu yang pinter-pinter banget. Tapi dia soleh dan bisa menjadi imam yang baik dalam urusan dunia dan akhirat Kakak nanti," jawabnya sembari mengetik. "Kelihatannya sederhana tapi susah dicari." Lala terkekeh. "Itu mungkin karena belum waktunya dipertemukan aja." Fara mengangguk. Ia juga percaya kalau jodoh akan datang disaat yang tepat pada orang yang tepat. Iya kan? @@@ "Waktu yakin sama Farras sebelum melamar gimana jawabannya?" Ando terkekeh. Ia memang agak-agak curiga melihat kedatangan abang iparnya yang mendadak ke rumahnya. Kebetulan ia sedang di rumah. Istrinya? Ada di rumah mommy. Sibuk membantu mommy-nya membuatkan makanan berbuka puasa. Lalu tadi Farras juga sudah mengirimanya pesan. Katanya, sebentar lagi akan pulang. "Hanya yakin aja, Bang. Ando juga susah mendeskripsikannya. Tapi keyakinan itu lah yang membuat Ando terus memantapkan diri untuk menghadapi semua hambatan untuk melamar Ras." Farrel mengangguk-angguk serius. Ia juga merasa yakin sekalipun belum mengenal gadis itu. Ia hanya merasa yakin bahwa gadis itu baik dan solehah yang mudah-mudahan menjadi jodohnya. "Gimana jadinya, Bang?" tanya Ando. Omong-omong soal sepupu Izzan yang tempo hari ingin berta'aruf dengan Farrel sudah ditolak Farrel. Izzan pun memaklumi dan tidak mau memaksa. Toh Farrel punya hak untuk memilih. Dan jika memang bukan sepupunya yang terpilih, ia tak masalah. Toh setidaknya, ia sudah berusaha bukan? Allah yang lebih tahu mana yang baik dan tidak Menurutnya. Dan mungkin sepupunya belum baik untuk Farrel begitu pula dengan Farrel. "Mau langsung dilamar?" Farrel menggaruk tengkuknya. Maunya juga begitu tapi akhirnya ia memutuskan untuk berta'aruf dulu dengan gadis itu. Selain, ia ingin mengenalnya lebih dalam, ia juga tak ingin mengagetkan perempuan itu tentunya. Perempuan itu pasti kaget sekali kalau ia tiba-tiba datang dengan keluarganya lalu langsung melamar. Jadi ia melangkah pelan-pelan. Malamnya, ia kembali direcoki Bundanya yang sibuk mempromosikan Fara. Papanya bahkan geleng-geleng kepala. Ia pasrah saja tertahan di kursi makan usai pulang tarawih dari masjid. Ferril? Entah menghilang ke mana. Tadi pamitnya mengejar jodoh. Entah apa kabar perkembangan Ferril dengan Echa pun Farrel tak tahu. Terserah lah, pikirnya. Itu kan urusan Ferril. "Dulu banyak dosen muda yang naksir dia di kampus. Anaknya kan pinter, solehah, mana cantik lagi. Gimana gak banyak yang tertarik? Gosipnya juga santer di antara para dosen. Sampe ada yang melamar waktu si Fara kuliah tingkat akhir. Tapi abis itu, gak pernah terdengar lagi kabar beritanya." "Kabar berita?" tanya suaminya yang juga duduk di kursi makan sambil menghabiskan nastar di dalam toples. "Iya, lanjutan kabar lamaran itu. Tapi akhirnya, dosen muda itu menikahi perempuan lain." Farrel menghela nafas lega. Bersyukur sih kalau tidak lanjut. Hihihi. Kalau sampai Fara sudah menikah kan ia juga yang kecewa. Walau ia juga masih belum tahu status perempuan itu. Apakah benar-benar masih sendiri dan belum ada yang meminang atau sebaliknya. Itu lah yang membuatnya agak was-was. Pasti banyak yang suka dengan perempuan itu. Ia berani jamin. "Tapi yang Bunda dengar katanya gak disetujui ibunya si cowok. Gak tahu alasannya. Uurgh! Kalau Bunda dapat menantu kayak gitu gak akan menolak! Iya kan, Kak?" Fadlan terkekeh. Bisa banget istrinya membuat Farrel agar segera melamar Fara. Farrel cuma tersenyum kecil. Ia bukannya belum ingin melangkah. Ia juga ingin secepatnya melamar gadis itu lalu berlanjut ke pelaminan. Tapi malam ini, ia ingin kembali berdua dengan-Nya, di atas sajadah cinta. Memohon petunjuk pada-Nya dalam solat istikharah untuk meyakinkan hatinya. Allah....jika ia yang terbaik untuk dunia dan akhiratku, maka jadi kan lah ia bidadari dunia dan akhiratku. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN