9. Nyaris Saja!

852 Kata
Kiran bernyanyi-nyanyi kecil mengikuti alunan lagu di dalam mobil. Saat berkendara sendirian seperti ini, ia memang senang mendengarkan musik. Hari ini moodnya sedang bagus-bagusnya. Dipuji oleh Pak Jaswin sekaligus Pak Herlambang itu luar biasa langkanya. Andika tadi mengatakan bahwa ia telah menggunakan setahun keberuntungannya khusus untuk hari ini. Sekitar seratus meter di depan, tampak lampu lalu lintas berubah dari kuning ke merah. Itu artinya ia harus menghentikan laju kendaraan. Kiran menginjak pedal rem. Kiran merasa ada sesuatu yang salah, saat pedal rem yang ia injak langsung mencelos ke lantai mobil. Rem mobilnya blong! Kiran panik saat mobilnya meluncur melewati lampu lalu lintas dan langsung menuju empat jalur lalu lintas yang tengah ramai oleh kendaraan. Dalam waktu sepersekian detik, Kiran memutuskan untuk melakukan rem darurat dengan cara menarik rem tangan. Akibat melakukan rem tangan dalam keadaan mobil melaju kencang, ban mobilnya slip dan kehilangan traksi. Mobil berputar dengan suara ban yang berdecit kencang. Kiran berpegangan erat pada kemudi mobil dengan sabuk pengaman yang terasa mengerat. Ia berusaha keras mengendalikan kemudi. Sayangnya ia tidak berhasil. Mobil berputar liar hingga menabrak bemper belakang, kanan dan kiri pengendara lainnya. Meskipun begitu, laju mobil belum bisa dihentikan. Hingga akhirnya Kiran merasakan sentakan keras saat mobilnya menghantam pembatas jalan dan masuk ke jalur jalan yang lain. Kiran mengubur wajahmya pada kemudi mobil. Kantung air bag masih mengembang di sana. Wajahnya kebas sekaligus perih terkena kantung air bag yang mengembang. Kiran sangat bersyukur karena air bag telah melindungi wajah dan dadanya dari benturan yang mungkin lebih parah lagi. Suasana mendadak hening. Namun keheningan itu tidak berlangsung lama. Suara-suara teriakan dan klakson yang bersahutan menyadarkannya. Kiran membuka mata dan mengerjap-ngerjap sejenak. Ia sadar dan syok secara bersamaan. Ternyata dirinya masih hidup. Namun Kiran tidak berani bergerak. Ia takut memeriksa lukanya sendiri. Perlahan namun pasti Kiran mulai merasakan kesakitan di mana-mana. Pandangannya berkunang-kunang dan wajahnya perih. Sesuatu seperti ingus mengalir dari hidungnya. Refleks Kiran menyekanya dengan punggung tangan. Ternyata itu bukan ingus. Melainkan darah segar yang terus menetes. Ia berdarah-darah! Kiran membuka sabuk pengaman. Dalam keadaan babak belur, otaknya masih bisa berpikir logis. Ia harus segera keluar dari mobil. Bisa saja erjadi ledakan atau kebakaran karena tangki minyak yang bocor. Saat akan membuka pintu mobil, Kiran menjerit kesakitan. Ternyata jari jemarinya terluka. Namun Kiran memaksakan diri untuk membukanya. Pokoknya ia harus segera keluar dari mobil. "Ki, kamu tidak apa-apa?" Terdengar suara seseorang dari sampingnya. Kiran menoleh. AKP Demitrio Atmanegara. "Ti--dak, Om." Suara Kiran terbata. Untuk pertama kalinya ia merasa sangat bahagia melihat kehadiran Demitrio. "Hanya saja, saya tidak bisa membuka pintu mobil. Sepertinya rangkanya rusak," ucap Kiran lemah. Sejurus kemudian pintu mobil dibuka paksa dari luar. Satu hal yang baru Kiran sadari. Ternyata kaca mobilnya sudah lepas. Pantas saja Demitrio bisa langsung berbicara padanya tanpa membuka jendela mobil. "Apa ada bagian tubuhmu yang terluka, selain luka-luka luar ini? Coba gerakkan tubuhmu. Rasakan, ada yang sakit atau tidak biasa tidak?" tukas Demitrio prihatin. Kiran melakukan apa yang disarankan Demitrio. Ia menggerakkan kedua tangan dan kakinya dalam posisi duduk. Tidak ada rasa sakit berlebihan atau pun keanehan. Kecuali wajahnya yang rasanya remuk redam serta perihnya luka-luka luarnya. "Syukurlah. Untuk sementara saya simpulkan tidak ada luka dalam ataupun tulang yang patah. Sekarang ulurkan tanganmu. Saya akan mengendongmu ke tempat yang aman." Setelah memastikan kalau Kiran aman untuk dipindahkan, Demitrio mengeluarkan Kiran dari mobil. Ia menggendong Kiran dan membaringkannya di ujung jalan, agar ia bisa menelepon ambulance dan pihak kepolisian. "Ini, seka hidungmu dengan sapu tangan. Saya akan memeriksa pengemudi yang lain dan memanggil ambulance." Demitrio merogoh sapu tangan dari dalam saku. Memberikannya pada Kiran untuk menyeka hidungnya yang berdarah. Dengan tangan yang bergetar, Kiran menerima sapu tangan dari Demitrio. Dalam keadaan terbaring di pinggir jalan, Kiran menoleh ke samping. Ia melihat Demitrio sibuk menelepon ke sana kemari. Tangannya bergerak-gerak atraktif seiring nada bicaranya yang semakin cepat. Kiran bergidik melihat kekacauan di sekitarnya. Beberapa orang yang terluka tampak duduk di trotoar. Mobil-mobil yang ringsek terparkir sembarangan. Orang-orang baik dari segala arah berdatangan menawarkan bantuan. Satu hal yang Kiran syukuri adalah, tidak ada korban yang tewas. Semuanya dalam keadaan sadar seperti dirinya. "Mbak baik-baik saja?" Seorang ibu berkerudung biru berjongkok di depannya. Beberapa orang lainnya juga merubunginya. "Iya, Bu. Alhamdullilah saya baik-baik saja." Dengan suara sengau karena hidungnya masih tertutup sapu tangan, Kiran meyakinkan sang ibu. "Sebaiknya Mbak berbaring saja dulu. Jangan banyak bergerak. Takutnya Mbak mengalami luka dalam yang belum Mbak sadari." Anak muda berjaket hijau khas ojek online di samping sang ibu, memberi komentar. Mereka tidak berani memberi pertolongan apapun karena takut mencederainya. "Sabar sebentar ya, Ki? Ambulance tengah menuju ke sini. Saya juga sudah menelepon orang tuamu tentang kejadian ini." Dimetrio kembali ke sisi Kiran. "Om, bilang tidak kalau saya baik-baik saja? Jantung papa bisa kumat kalau mengira saya kenapa-kenapa. Belum lagi hebohnya mama," keluh Kiran cemas. "Tenang saja. Saya sudah katakan kalau kamu masih hidup," imbuh Demitrio kalem. Setelah mengetahui kalau Kiran selamat, Demitrio menjadi lebih santai. "Apa yang terjadi, Ki? Mengapa kamu tiba-tiba saja melaju tak terkontrol begitu? Saya tadi berkendara tepat di belakangmu. Saya menyaksikan semuanya. Di mana kamu melanggar lampu merah dan berputar-putar menabrak pengendara lainnya?" tanya Demitrio penasaran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN