Bab 1 - Pria yang Menjatuhkan Dompet
Aku curiga, apa jangan-jangan semua makhluk bernama pria memang diciptakan untuk menjadi pengkhianat? Seakan tiada satu pun pria di dunia ini yang tidak menyandang predikat pendusta.
Selama ini, bahkan hampir dua puluh satu tahun aku hidup di dunia ini, belum pernah sekali pun aku bertemu dengan pria yang benar-benar tulus. Mungkin bagimu hal ini terdengar aneh karena aku menanamkan pemikiran semacam itu dalam sebuah garis yang bernama kehidupan. Ya, aku seperti ini karena memang faktanya begitu. Setidaknya, itu yang aku alami selama ini. Jika kalian tidak setuju dengan pernyataanku, tak apa. Lagi pula apa yang terjadi kepadaku, ya, hanya aku sendiri yang merasakanya.
Hmm, besok aku akan kembali masuk kuliah setelah libur semester yang cukup lama. Dan seminggu ini, aku menghabiskan waktu liburku di kota Yogyakarta. Aku tidak seperti kaum sosialita yang menghabiskan waktu liburan ke luar negeri. Bagiku, Yogyakarta sudah cukup membuat kepenatanku memudar. Lagi pula, aku rindu pada Bunda. Rasanya, selama kuliah di Jakarta, aku terlalu sibuk dengan segala macam kegiatan dan baru kali ini menyempatkan diri untuk menyekar ke makam beliau.
Aku kini berada di stasiun kereta api. Lelah rasanya setelah melewati perjalanan panjang dengan menggunakan kereta. Kau tahu, kan, duduk berjam-jam tanpa melakukan apa-apa justru akan membuat tubuhmu lelah. Aku berjalan dengan pelan sembari membawa koper mini dan tas ransel yang kusampirkan di bahu.
Tiba-tiba saja, pandanganku mengarah pada seorang pria yang setengah berlari, tampaknya dia sangat terburu-buru. Pria itu tak sengaja menjatuhkan sesuatu hingga aku dengan refleks mengambilnya – bermaksud untuk memberikannya. Namun sayang sekali, pria berjas hitam itu sudah lenyap dari hadapanku. Akhirnya, aku bawa saja dompetnya. Siapa tahu bisa menghubunginya di alamat yang ada pada kartu identitasnya.
Aku sama sekali tidak tahu, bahwa dompet inilah awal dari segalanya dimulai.