Nikmat syukur

1967 Kata
Bersyukur menjadi hal yang selalu disebutkan dalam Al-Qur'an. Dengan cara bersyukur tentunya kita semakin ikhlas dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ibrahim ayat 7 berikut ini: وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيلَشَدِيدٌ Artinya: Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, 'Sesungguh­nya jika kalian bersyukur (atas nikmat-Ku), pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.' 'Ada dua watak yang apabila keduanya terdapat dalam diri seseorang, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang sabar dan bersyukur. Yakni, seseorang yang jika melihat orang lain lebih pintar atas dirinya dalam masalah agama, ia mengikutinya. Dan jika melihat orang lain lebih sulit dari dirinya, lalu ia memuji Allah SWT atas karunia yang diterimanya. Orang seperti inilah yang dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersabar dan bersyukur.' (HR. Tirmidzi). Bersyukur juga berarti mengakui segala nikmat dan berusaha menggunakannya sebaik-baiknya. ______________ Kadang setelah Ibu Hafinah menjelaskan rasa syukur, maka baru disaat itulah, Mia akan terketuk kembali hatinya. Apa yang dia ucapkan ketika meracau, maka dari itu dia akan menyesalinya. Siapapun orang, jika sudah lelah dengan semua yang telah dialaminya, maka tanpa sadar racauan demi racauan itu akan keluar begitu saja dari bibirnya. Padahal dari hal kecil racauan itu akan mendatangkan murka Allah. Maka berhatilah-hatilah dalam berucap. Ibu Hafinah mengusap lembut jilbab Mia yang menjutai panjang menutupi sebagian tubuhnya. Ibu Hafinah sangat menyayangi Mia, bisa jadi Mia adalah sosok yang tunjuk Allah untuk menggantikan posisi Winda yang telah pergi mendahuluinya. “Nak Mia, alangkah lebih baiknya kamu persiapkan diri kamu untuk besok ya sayang, kamu tidak lupakan kalau besok kamu akan bertemu dengan calonmu,” goda Ibu Hafinah pada Mia. Mia tersentak, tiba-tiba pipinya terasa sangat panas. Bukan karena dia terlalu lama menangis melainkan ada sesuatu hal aneh yang muncul ketika ucapan Ibu Hafinah yang baru saja dilontarkan. “In Sya Allah Bu,” jawab Mia sedapatnya. “Ciee ... pipinya jadi merah,” ledek Vio membuat Mia langsung menangkup pipinya. “Nak Mia, harus tetap bertawakal kepada Allah dan percaya, bahwa DIA adalah satu-satunya penunjuk sesuatu hal yang paling benar,” terang Ibu Hafinah. “Iya Bu, terima kasih atas segala saran yang selalu Ibu berikan pada saya. Terima kasih juga sudah mau banyak membantu saya,”  balas Mia dengan memeluk Ibu Hafinah kembali. “Ciee, berarti jadi dong nanti malam nikung doi lagi, disepertiga malam.”  Vio terus menggoda Mia, hingga membuat wanita itu menahan malunya. “Apaan sih Vi ...,” ucap Mia begitu gemas jika sudah malu seperti itu. “... kamu pikir saya ini pembalap disuruh nikung, kalau jatuh beneran gimana. Yahhh ... nanti urusannya kelar dong.” “Yah nggak apa-apa kalau jatuh, berarti tandanya udah cinta dong. Jatuh cinta sama suami itu, dapat pahala loh.” Vio terus menyahuti Mia. “Suami yang mana Vi, saya nikah aja belum.” “Suami yang mana? ... Ternyata kamu punya banyak suami gitu ya Mi?” gurau Vio. “Astagfirullah, nggak gitu! Ishhh kamu ini ....” Mia memanyunkan bibirnya menandakan dia sedikit kesal. “Heheeee becanda sayangku,  utut ... ututt ... utuuuttt ...  jadi gemes deh.” Vio mencubit sedikit dagu Mia. “Ishhh sakit tau Vi, iya saya tau bahwasannya saya ini lucu. Tapi nggak sampai dicubit juga kali.” Mia mengelus bekas cubitan dari Vio. “Ihhh, nggak boleh muji diri sendiri loh Mi! Saya ingatin nih ya, senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan kejayaan seseorang bukan dengan pisau, melainkan dengan sebuah pujian yang dapat menghancurkannya. Dalam Alquran surat an-najm ayat tiga puluh dua yang berbunyi mengartikan : Atas banyaknya orang-orang yang suka membangga-banggakan diri, Allah SWT berfirman, janganlah kalian memuji-muji diri kalian sendiri, karena Dia-lah yang paling tahu siapa yang bertaqwa. Dalam ayat tersebut juga dijelaskan, bahwa manusia selalu diajarkan untuk rendah hati, banyak bercermin, dan mengakui bahwa tidak ada yang lebih dari dirinya selain Allah SWT. Mereka yang suka membangga-bangga diri hanya bisa menilai dirinya secara lahiriah, sementara batin mereka sendiri ialah buta,” jelas Vio panjang lebar membuat Mia menggelengkan kepalanya. Menandakan Mia salut padanya. “Masya Allah, nikmat mana lagi yang harus saya dustakan karena telah dipertemukan dengan orang-orang yang baik dalam hal agama, alhamdulillah ada peningkatan dalam diri kamu Vi.” “Ngledek, ngledek ...,” balas Vio. “Hahaaa gantian dong,” sahut Mia. “Ucapan nak Vio itu benar, tidak boleh seseorang memuji dirinya sendiri kecuali jika ada hajat untuk hal itu. Misalnya: Pertama: Ingin melamar seorang wanita dan ia mengemukakan keistimewaan dirinya. Kedua: Ingin memperkenalkan kemampuan dirinya dalam memenej pemerintahan dan mengurus agama seperti yang terjadi pada Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Yusuf berkata, اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (QS. Yusuf: 55) Ketiga: Boleh memuji diri sendiri agar bisa dicontoh. Tentu ini bagi orang yang benar-benar niatannya untuk dicontoh orang lain dan aman dari penyakit riya’ dan sum’ah. Seperti Nabi kita sendiri pernah berkata, أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ وَبِيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ وَلاَ فَخْرَ وَمَا مِنْ نَبِىٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَائِى وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ وَلاَ فَخْرَ “Aku adalah pemimpin (sayyid) anak Adam pada hari kiamat. Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri. Di tanganku ada bendera Al-Hamdi. Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri. Tidak ada seorang nabi pun, tidak pula Adam, juga yang lainnya saat itu melainkan berada di bawah benderaku. Aku orang pertama yang keluar dari kubur. Aku katakan ini bukan untuk menyombongkan diri.” (HR. Tirmidzi, no. 3148; Ibnu Majah, no. 4308. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).” Ibu Hafinah menjelaskan secara detail. “Tuh Mia, dengarkan!” “Iya-iya sayangku.” kini giliran Mia yang muncubit pipi Vio. “Sakit loh Mi, benaran nih sakit.” “Hahaa yah sekiranya begitulah yang tadi saya alami, ketika kamu mencubit dagu saya tadi,” jawab Mia sekenanya. “Astagfirullahaladzim, ternyata kamu tipikal orang yang suka balas dendam juga ya Mi?” ujar Vio. “Nggak gitu Vi, ya ampun maaf-maaf nggak bermaksud begitu.” “Ciahhh ... kena prank, seneng deh godain kamu kaya gini wkwkk,” ucap Vio. Ibu Hafinah hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat kedua anak didiknya terlihat seperti sepasang remaja yang masih labil. Padahal umur mereka sudah cukup dewasa dan satu diantara keduanya akan segera menikah. “Sudah-sudah bercandanya jangan dilanjutkan, nanti takutnya ada yang tidak terima dan akan timbul suatu penyakit yang sangat bahaya, yaitu penyakit hati,” ujar Ibu Hafinah. Kedua sahabat itu saling pandang satu sama lain lalu tersenyum sambil berpegang tangan. “Ibu ... boleh saya memeluk Ibu kembali?” pinta Mia. “Tentu saja, kenapa tidak?” Ibu Hafinah melebarkan tangannya. Jelas sudah Ibu Hafinah bisa dijadikan Ibu angkat untuk Mia. “Yahh ... dari tadi hanya Mia terus yang dipeluk Bu, saya juga mau kali Bu.” Vio menundukkan kepalanya, dia sedang merajut. Ibu Hafinah tersenyum indah. “Kemarilah sayang, biar Ibu bisa peluk kalian semua. Ibu sedikitpun tak pernah membedakan anak-anak Ibu. Ibu sangat sayang kalian dan sayang Ibu itu rata, tidak ada yang diunggulkan.” Meskipun Ibu Hafinah tidak punya anak dari dalam rahimnya, tetapi beliau dapat merasakan sosok menjadi Ibu bagi anak-anak didiknya. Ketiganya berpelukan bersama, menciptakan kehangatan baru yang tumbuh satu sama lain diantaranya. Ketiganya adalah orang-orang yang saling membutuhkan kasih sayang ibu dan anak. Dan ketiganya sangatlah melengkapi kekurangan masing-masing. ____________ BERCANDA MENURUT PANDANGAN ISLAM. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah. [al-Ahzâb/33:21]. RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM JUGA BERCANDA Sebagai manusia biasa, kadang kala Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering mengajak istri, dan para sahabatnya bercanda dan bersenda gurau, untuk mengambil hati, dan membuat mereka gembira. Namun canda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lebih-lebihkan, tetap ada batasannya. Bila tertawa, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melampaui batas tetapi hanya akan tersenyum. Dituturkan ‘Aisyah Radhiyallahu anha. مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ, إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ Aku belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga kelihatan lidahnya, namun beliau hanya tersenyum.[1] Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah! Apakah engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: نَعَمْ ! غَيْرَ أَنِّي لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.[2] CANDA YANG DIBOLEHKAN: Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan, atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan diperbolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda. 1. Meluruskan tujuan. Yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu, serta menyegarkan suasana dengan canda yang dibolehkan. Sehingga kita bisa memperoleh gairah baru dalam melakukan hal-hal yang bermanfaat. 2. Jangan melewati batas. Sebagian orang sering kebablasan dalam bercanda hingga melanggar norma-norma. Dia mempunyai maksud buruk dalam bercanda, sehingga bisa menjatuhkan wibawa dan martabatnya di hadapan manusia. Orang-orang akan memandangnya rendah, karena ia telah menjatuhkan martabatnya sendiri dan tidak menjaga wibawanya. Terlalu banyak bercanda maka akan menjatuhkan wibawa seseorang. 3. Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Terkadang ada orang yang bercanda dengan seseorang yang tidak suka bercanda, atau tidak suka dengan candaan orang tersebut. Hal itu akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda. 4. Jangan bercanda dalam perkara-perkara yang serius. Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk dibercandai. Misalnya dalam majelis penguasa, majelis ilmu, majelis hakim, ketika memberikan persaksian, dan lain sebagainya. 5. Hindari perkara-perkara yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta’ala saat bercanda. Tidak boleh bercanda atau bersenda gurau dalam perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di antaranya sebagai berikut : ▪️Menakut-nakuti seorang muslim dalam bercanda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لَاعِبًا وَلَا جَادًّا Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik bercanda maupun bersungguh-sungguh.[9] ▪️Berdusta saat bercanda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan ancaman terhadap orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa dengan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ Celakalah seseorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, maka celakalah ini.[12] Apalagi bila dalam candanya itu, ia menyebut sebuah aib dan rahasia orang lain, atau mencela dan mengejek orang lain. ▪️Canda yang berisi tuduhan dan fitnah terhadap orang lain. Kadang kala ini juga terjadi, terlebih bila canda itu sudah lepas kontrol. Sebagian orang bercanda dengan temannya lalu ia mencela, memfitnahnya, atau menyifatinya dengan perbuatan keji. 6. Hindari bercanda dengan aksi dan kata-kata yang buruk. Banyak orang yang tidak menyukai bercanda seperti ini. Dan seringkali berkembang menjadi pertengkaran dan perkelahian. Sering kita dengar kasus perkelahian yang terjadi berawal dari canda. Maka tidak sepatutnya bercanda dengan aksi kecuali dengan orang yang sudah terbiasa dan bisa menerima hal itu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan agar tidak banyak tertawa, beliau bersabda: لَا تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ “Janganlah kalian banyak tertawa. Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati.” Seperti yang telah dijelaskan di atas dari ‘Aisyah radhiyallahu anha. Banyak tertawa dapat mengeraskan hati dan mematikannya. 8. Bercanda dengan orang-orang yang membutuhkannya. Seperti dengan kaum wanita dan anak-anak. Itulah yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yaitu sebagaimana yang beliau lakukan terhadap ‘Aisyah Radhiyallahu anha dan al Hasan bin Ali, serta seorang anak kecil bernama Abu ‘Umair. 9. Jangan melecehkan syiar-syiar agama dalam bercanda. Umapanya celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol-simbol agama, ayat-ayat al-Qur`an dan syiar-syiarnya, wal iyâdzu billâh! Sungguh perbuatan itu bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ ۚ قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ﴿٦٤﴾وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. [at-Taubah/9:64-65] 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN