Gengsi Tingkat Tinggi

1371 Kata
Waktu terus berlalu. Tak terasa sudah hampir jam delapan malam. Anisa masih betah ngobrol dengan Habibi dan Fatimah juga Alina. Sementara Firman sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Pikirannya terus melayang memikirkan tentang Anisa. Menebak dan mengira – ngira wajah Anisa. “ Betah amat kamu ngobrol. Bukannya nemenin suami dikamar, malah sibuk ngerupi,” ucap Firman kesal. Malam ini Firman berniat untuk membuka cadar Anisa setelah Anisa tidur. Firman malu kalau harus meminta Anisa untuk mebukanya sekarang. Harga dirinya akan jatuh dihadapan Anisa. Karena dia pernah berkata kalau dia tiak tertarik sama Anisa. Anisa tidak menjawab. Malah memilih keluar sambil membawa buku yang baru dibelinya tadi. Firman kesal karena merasa tidak dihargai oleh Anisa keberadaannya. “ Mau kemana lagi?” tanya Firman kesal. “ Keluar baca buku,” “ Disini juga kan bisa, Baca buku aja harus ninggalin suami sendirian.” Ucap Firman. “ Ya sudah aku baca buku disini, sekarang kamu tidur mas, aku gak mau ribut. Nanti abah sama umi denger,” jawab Anisa sambil duduk diatas Kasur dan bersandar. Firman semakin kesal, namun tidak berani mendebat lagi. Dia takut kalau sampai rebut didengar oleh kedua orang tuanya, ujung – ujungnya dia sendiri yang kena marah. Firman pun memilih untuk tidur duluan seperti malam sebelumnya. Namun kali ini matanya susah banget terpejam, bayangan bola mata milik Anisa terus mengganggu pikirannya. Bahkan bagian pribadi Anisa membuatnya semakin frustasi. Ingin rasanya mala mini Firman meminta haknya pada Anisa, dan diyakini Anisa tidak akan menolaknya. Bukan karena ketampananya, melainkan Anisa paham dengan dosa yang akan didapat kalau menolak ajakan suami ditempat tidur. Namun, niatnya itu tidak bisa diteruskan, karena Firman tidak mau nantinya jadi bahan tertawaan Anisa. Harga dirinya akan ditaruh dimana kalau sampai hal itu terjadi. Sementara waktu semakin malam jam di nakas sudah menunjukan pukul sebelas malam. Namun Anisa masih belum tidur juga. Sementara Firman semakin gelisah melihat Anisa yang masih melek. Tujuannya untuk melihat wajah Anisa saat tidur tidak mungkin bisa. Akhirnya, Firman pun tertidur. Setelah merasa Lelah, Anisa pun tidur karena besok berencana untuk Kembali mengurus perusahaan milik Ayahnya angkatnya. Anisa tidak mau berlama – lama membiarkan perusahaan ditingalkan olehnya. “ Selamat tidur mas, semoga kamu mimpi indah. Aku tahu, kamu sebenarnya menginginkan sesuatu dariku mala mini. Tapi egomu terlalu tinggi, kamu takut harga dirimu jatuh dihadapanku,” bisik Anisa sambil tersenyum lucu melihat tingkah suaminya yang semakin kekanak – kanakan. Kesokan harinya, Firman diminta Habibi untuk mengantar jemput anisa kekantornya, namun Anisa menolak. Karena Malas berdebat dengan Firman jika jalan bareng, Anisa lebih tenang naik taksi Online, karena mobilnya rusak sebelum mereka menikah. Anisa bukan tidak kebeli mobil lagi, namun dia lebih suka mobil lamanya, yang merupakan hadiah ulang tahun dari Ayahnya. Saat ini Firman hanya ingin cepat - cepat menemui Ilena. Firman tahu, saat ini Ilena sedang marah akibat panggilannya tidak dijawab. " Ini semua gara - gara Anisa. Ngapain juga minta diantar segala, jadinya aku telat jemput Ilena," Firman mengumpat kesal, dan melimpahkan kekesalannya pada Anisa. Firman kembali menghubungi Ilena beberapa kali, namun tetap tidak diangkat. Firman semakin gelisah. Sepertinya Ilena benar - benar marah padanya. Firman semakin bingung, apa yang harus dilakukan agar Ilena tidak marah lagi. [ sayang maafkan aku, tadi aku disuruh abah dulu nganter istriku, udah dong gak usah ngambek terus, kita kan mau beli mobil buat kamu ] Firman pun mengirim pesan ada Ilena. Diharap ilan membaca dan mau mengangkat teleponnya. Walau bagaimana pun, perasaan cinta Firman terhadap Ilena sangat besar. Dia tidak tahan lagi kalau harus diacukan oleh Ilena, Bisa - bisa dia mati berdiri. Karena menurutnya, Ilena adalah perempuan yang pantas untuk di jadikan istri. Firman Kembali mengambil smartpone miliknya. Mencoba menghubungi Ilena untuk kesekian kalinya, berharap kali ini Ilena mau mengangkatnya. " Ayo Ilena...angkat Ilena...jangan biarkan aku tersiksa seperti ini," bisik Firman sambil menempelkan smartphonenya ketelinga. Lagi - lagi panggilannya tidak dijawab. Firman semakin frustasi dengan sikap Ilena. Firman pun memutuskan untuk kekantor. Mungkin dengan mengerjakan pekerjaanya, Firman bisa sedikit lebih tenang. Lagian, har ini ada janji dengan sahabatnya. Mirza. Sesampainya dikantor, Mirza ternyata sudah menunggu. Dan tengah ngobrol dengan Disa sekretaris pribadinya, sekaligus tunangan Mirza. " Wah bener - bener begadang nih pengantin baru kayanya. jam segini baru sampe," sindir Mirza sambil tersenyum. " Ngomong apa sih Mir, Gua kejebak macet barusan," jawab Firman. " Kejebak macet apa terlalu lama digencet," Mirza terkekeh sambil memandang Firman. Sementara Disa pergi kembali ke meja kerjanya. " Hus...ngaco lo, gua mana mungkin mau digencet dia, orang sama Ilena aja yang secantik bidadari gua belum pernah," jawab Firman. Mirza kembali tertawa. Kadang sifat kekanak - kanakan Firman masih ada. Padahal dia itu sudah pernah menikah, bahkan sudah punya anak. Tapi, masih belum bisa berpikiran dewasa. " Man, lo yakin belum menyentuh istri lo?" tanya Mirza agak sedikit penasaran. " Gua gak mood sama dia. Gua gak bisa bercinta dengan wanita yang tidak gua kenali dulu wajahnya. Hasrat gua hilang, Lagian, dia juga gak mau," jawab Firman jujur. " Lo tau darimana kalau bini lo gak mau?" Mirza semakin tidak mengerti. " Buktinya semalam dia cuek sama gua, gak ngerayu atau memberi pancingan agar gua mencumbu dia," jawab Firnan polos, sampai Mirza menepuk jidadnya sendiri. " Hadeh...lo ini telmi banget sih man. Mana mungkin perempuan nyosor duluan, apalagi perempuan kaya bini lo, yang gua yakini ini pertama kalinya tidur bareng dengan lawan jenis berduaan dikamar. Yang ada rasa takut itu sudah pasti," jelas Mirza. " Bukan telmi Mir, gua cuma gak mau pas lagi tinggi - tingginya hasrat gua jadi ngedrop lagi pas gua liat wajahnya terlalu jelek," ucap Firman. " Lo yakin kalau bini lo jelek? " Firman hanya mengangguk. Firman yakin betul kalau Anisa memiliki wajah yang buruk. Makanya dia tidak ingin Anisa melepas Niqabnya. " Lo sudah meminta dia untuk melepas cadarnya belum?" Firman mengelengkan kepalanya. " Coba lo minta agar bini lo melepas cadarnya saat dikamar," saran Mirza sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. " Malas, takut gua kecewa," jawab Firman yang juga ikut menyandarkan punggungnya di sofa. " Maksud lo takut kalau bini lo ternyata buruk rupa?" tanya Mirza. Matanya menatap tajam wajah Firman sahabatnya. Sifat egonya kembali lagi setelah Aisyah pergi. Sifat yang selalu ditunjukan ketika masih SMA itu, hanya bisa dirubah oleh seorang Aisyah. tapi kini, setelah Aisyah meninggal, sifat itu kembali lagi. " Mir, lo kan tahu sendiri kalau cewek gua gak ada yang jelek. Aisyah apa lagi. Kecantikan Almarhumah bini gua itu adalah bidadari terindah dalam hidup gua. Bahkan seorang Cindy dan Ilena pun tidak bisa mengalahkan kecantikan Aisyah. Jadi gua malu kalau ternyata Anisa buruk rupa. Bahkan kalau memang benar Anisa cantik, Bagaimana gua mau memperlihatkan kecantikannya pada semua orang, termasuk pada rekan - rekan bisnis gua," papar Firman. Mirza hanya biasa geleng kepalanya. Sepertinya menyayangkan sikap Firman yang masih keras kepala dan tidak mau menerima kenyataan. Sifat ingin pamer kembali kambuh. Makanya, Firman masih belum yakin dan belum bisa menerima kalau Anisa itu adalah istri sahnya setelah Aisyah. " Ok, kalau memang tujuan lo seperti itu. Tapi ingat satu hal, Apa lo mau kalau wajah Anisa dikagumi banyak laki - laki? kalau memang lo tidak ingim Anisa memakai cadar, lo tinggal minta saja Anisa melepas Cadarnya, dan kasih alasan yang tepat agar dia mengerti.” Penjelasan Mirza membuat Firman sejenak terdiam. Mungkin apa yang dikatakan Mirza itu ada benarnya. Tapi, untuk meminta Anisa tiba – tiba untuk melepas cadarnya, itu sama saja mempermalukan diri sendiri. Pasalnya, Firman sudah terlanjur mengatakan kalau dirinya tidak akan tertarik walau pun Anisa cantik. ' Apa yang dikatakan Mirza benar, kalau ternyata Anisa lebih cantik dari Ilena, maka gua akan nyesel dan rugi. Tapi kalau gua juga memintanya untuk melepas Cadar, maka harga diri gua akan jatuh. Ah tapi gak mungkin Ansa cantik. Kalau dia cantil, sudah asti akan melepas cadarnya, dan memperlihatkan wajah cantiknya agar gua terpikat,' ucap firman dalam hati. " Tapi kalau menurut gua, gak mungkin Anisa cantik. Gua yakin itu," ucap Firman. " Ya terserah lo deh. Yang jelas, sebagai sahabat lo, gua mesti ngingetin lo. Karena gua yakin betul, klau lo akan menyesal karena telah menyia - nyiakan bini lo," tegas Mirza agak sedikit kesal. " Sekarang kita bcara masalah pekerjaan itu, jadi gak diserahin ke gua? Soalnya, gua lagi butuh banget dana untuk acara pernikahan gua dengan Disa," ucap Mirza.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN