Semua yang Alicia butuhkan, sudah tersusun rapih di koper. Bahkan, koper itu juga sudah diletakkan di bagasi mobil milik Alicia. Lengkap, dengan Alicia yang sudah duduk manis di kursi depan samping pengemudi.
"Al, pergi dulu ya, Bun," pamit Alicia pada Yolanda yang berdiri di sampingnya.
Yolanda mengangguk. Lalu, memeluk Alicia. "Jaga diri kamu baik-baik, ya. Kabarin, kalau udah sampai di sana." Kini, giliran Alicia yang mengangguk menyanggupi permintaan Yolanda.
Mobil pun, bergerak semakin menjauh. Setelah keluar dari gerbang, tak lagi terlihat bayang dari mobil yang ditumpangi oleh Alicia dan Mona.
Yolanda, baru saja akan memasuki mobilnya, saat Vincent memanggilnya.
"Bun."
Yolanda memutar tubuhnya ke arah Vincent. Dan, menunggu anak semata wayangnya itu dengan tenang. Meski, dalam hati ia begitu kesal pada anaknya itu.
"Kenapa Bunda ngebiarin Alicia pergi?" tanya Vincent, saat ia sudah berada di depan Yolanda.
Alis Yolanda terangkat sebelah. "Kamu, ga salah nanya kaya gitu ke Bunda?"
"Memang, apa yang salah dari pertanyaan itu?" tanya Vincent kembali.
Yolanda menghela napasnya berat. "Pertanyaan itu, memang ga salah. Hanya saja, jika kamu yang bertanya udah pasti itu salah."
"Maksudnya?" Vincent, semakin tak mengerti.
"Alicia udah cerita semuanya ke Bunda. Bahkan, perbuatan b***t yang baru aja kamu lakukan padanya. Bunda ga habis pikir, kamu bisa melakukan hal sehina itu ke Alicia. Istri kamu sendiri."
Vincent menundukkan kepalanya. "Tapi itu salah dia, Bun," elak Vincent membela diri.
"Memang, apa salah Alicia?" tanya Yolanda menantang.
"Alicia, udah berani selingkuh di belakang aku, Bun."
Satu tamparan, mendarat di pipi Vincent. Untuk kali pertama dalam hidupnya. Yolanda, melayangkan tamparan ke wajahnya. Hal, yang sejak dulu sangat dihindari Yolanda untuk memberi pelajaran pada Vincent.
"Sekali pun, Alicia ga pernah selingkuh dari kamu. Dia, hanya terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Bunda. Bahkan, ponselnya saja lebih sering dipegang Mona. Ketimbang dipegang oleh Alicia sendiri." Yolanda meninggalkan Vincent yang terdiam. Lalu, duduk di kursi yang ada di teras. Diikuti oleh Vincent, tak lama kemudian.
"Kamu itu aneh, Vin. Dulu, saat Alicia masih bekerja jadi model dan menghabiskan banyak waktu dengan pria lain di luar. Kamu ga pernah marah sama sekali." Yolanda memijit keningnya yang sakit.
"Tapi, itu hanya untuk pekerjaan, Bun. Dan, Vincent tau Alicia ga pernah sampai berani naik ke ranjang bersama pria lain." Vincent menyela ucapan Yolanda.
"Nah, itu kamu tau." Vincent mengerjap.
"Dulu, saat dia masih bekerja sebagai model aja, ga pernah sekali pun dia selingkuh. Apalagi sekarang, di saat dia udah berhenti." Yolanda menggelengkan kepalanya. "Harusnya, kamu bisa berpikir jernih, sebelum melakukan tindakan hina seperti itu."
"Tapi, saat itu ada seorang pria yang menghubungi Alicia tengah malam. Bahkan, pria itu berkata bahwa dia merindukan Alicia. Dari mana pria itu mendapatkan nomer Alicia, jika bukan Alicia yang memberikannya."
"Kamu ga denger, tadi Bunda bilang apa?"
"Bilang apa?" tanya Vincent yang tak tau.
"Bunda udah bilang. Alicia itu, jarang memegang ponselnya. Bahkan, Bunda ga yakin dia hapal sama nomernya sendiri. Sedangkan untuk memberikan ponselnya pada orang lain. Sepertinya, sama mustahilnya. Karna, ponsel itu hampir selalu Mona yang pegang." Jelas Yolanda, yang membuat Vincent berpikir.
Memang benar. Selama ini, jika ia menghubungi Alicia. Lebih sering Mona yang mengangkat panggilannya. Setelah Mona berkata ia akan segera memberikan ponselnya pada Alicia. Baru lah, Vincent bisa berbicara pada Alicia.
Rasanya, sekarang ini sangat jarang Vincent melihat Alicia memainkan ponselnya itu. Padahal, ponsel yang Alicia miliki termasuk ke dalam jajaran ponsel mewah, yang hampir semua orang bermimpi ingin memiliknya.
"Selama ini, Alicia selalu menghabiskan waktunya bersama Bunda. Tapi sekali pun, ia tak pernah menceritakan masalahnya pada Bunda. Bahkan, menunjukkan bahwa ia sedang bermasalah dengan kamu pun, engga. Dia, menutup rapat semuanya. Jika akhirnya, hari ini dia menceritakan semuanya pada Bunda. Itu artinya, masalah yang dia tanggung sudah terlalu berat. Dan ternyata, memang benar."
"Kamu, bukan hanya menyakiti tubuhnya, Vin. Tapi, juga harga dirinya sebagai seorang istri."
Vincent menunduk, mendengar semua ucapan Yolanda. Bahkan, saat Yolanda pergi meninggalkan Vincent tanpa kata pun, Vincent tetap tak berani mengangkat kepalanya.
***
Tiga hari sudah, Alicia pergi meninggalkan rumah. Yolanda pun, tak mau memberitahu keberadaan Alicia di mana. Meski, Vincent sudah memohon. Namun tetap saja, Yolanda tetap pada diamnya.
"Udah ada kabar?" tanya Vincent pada Rizki, yang sejak perginya Alicia sudah ditugaskan untuk segera menemukan lokasi Alicia berada. Namun, sayangnya. Hingga kini, Rizki juga belum menemukan titik terang keberadaan Alicia.
Gelengan Rizki, sudah cukup bagi Vincent untuk memahami jawabannya.
Beberapa orang, sudah Vincent tanyakan seputar kegiatan Alicia belakangan ini. Dan, hampir semuanya berkata bahwa, Alicia banyak menghabiskan waktunya bersama Yolanda. Bahkan, untuk meyakinkan dirinya lagi. Vincent, sampai memeriksa kamera pengawas di beberapa tempat, yang katanya selalu dikunjungi mereka berdua untuk menghabiskan waktu.
Semua pengakuan orang-orang, cocok dengan bukti yang Vincent temukan. Yang artinya, semua tuduhannya pada Alicia memang hanya karna emosi semata.
Kali ini, Vincent sadar sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Ia bahkan, tak tau apakah Alicia masih mau memaafkannya atau, tidak.
"Ayo, berangkat." Vincent berdiri, dan berjalan mendahului Rizki. Siang ini, ia ada rapat dengan salah satu koleganya di luar kota. Meski luar kota. Namun nyatanya, jarak tempuhnya hanya satu jam perjalanan saja. Jadi, tak perlu terburu-buru untuk berangkat pagi-pagi sekali.
Setelah satu jam berlalu. Akhirnya, Vincent dan Rizki sampai di hotel tujuan. Hotel, yang menyatu dengan pusat perbelanjaan di bagian belakangnya. Gegas, mereka menuju ruangan yang sudah di booking sebelumnya oleh pihak kolega.
"Selamat siang, Pak Vincent." Seseorang yang merupakan kolega Vincent, bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan Vincent. Ia juga, mengulurkan tangannya untuk saling menjabat.
Vincent dengan senang hati menyambut uluran tangan tersebut. Setelahnya, mereka pun, kembali duduk di kursi yang sudah disediakan.
Rapat berjalan dengan baik selama tiga jam lamanya. Meski di tengah jalan, rapat harus ditunda karna waktu makan siang sudah masuk. Hingga waktu menunjukkan pukul dua siang, Vincent akhirnya bisa keluar dari hotel tersebut.
Gerakan Vincent, yang akan masuk ke dalam mobil, terhenti. Kala di gedung parkir, ia melihat siluet yang mirip dengan Alicia. Gegas, Vincent mengejar bayang wanita tersebut.
Masuk ke pusat perbelanjaan, Vincent kesulitan mencari sosok wanita tersebut, karna padatnya pengunjung pusat perbelanjaan. Vincent bahkan sampai berlari, demi menemukan wanita tersebut. Tak peduli, jika Rizki sejak tadi kebingungan mengejarnya, yang berlari ke sana ke mari.
Dari jarak sepuluh meter, Vincent melihat seseorang yang mirip Alicia. Dengan berlari, Vincent menahan lengan wanita tersebut.
"Al."
Vincent harus menelan kekecewaan, kala wanita itu berbalik menghadapnya. Karna, wanita itu bukanlah Alicia.
"Maaf," ucapnya sambil melepas lengan wanita tersebut.
Sungguh. Vincent rasanya frustrasi kini. Ingin rasanya ia menjelajah seluruh wilayah yang dapat ia jangkau, untuk menemukan Alicia. Namun, sayang. Gerakan Vincent masih terbatas, oleh tanggung jawabnya di perusahaan. Ia, tak ingin masalah pribadinya mempengaruhi perusahaannya. Karna, itu juga akan mempengaruhi keberlangsungan hidup banyak pegawainya.
***