Perhatian!!!
Bab ini memuat konten dewasa di dalamnya. Harap bijak dalam memilih bacaan. Terima kasih.
*******
Sepanjang rapat, pikiran Vincent tak bisa fokus sepenuhnya pada pembahasan tentang interior untuk rumah contoh J Estate. Padahal, pertemuan kedua ini sangat penting baginya.
Pikirannya, selalu tertuju pada Alicia yang kini berada di rumah. Entah mengapa, percintaannya dengan Alicia semalam dan pagi tadi terasa begitu berbeda baginya. Apakah, itu karna ia sudah lama tak melewati malam panasnya bersama Alicia. Ataukah, karna rasa Alicia yang memang berbeda dari biasanya. Hingga, membuat Vincent ingin menyentuh Alicia lagi dan lagi.
Bayangan wajah Alicia yang merona di bawahnya. Juga erangan yang ditahannya. Semakin membuat Vincent hilang fokus.
"Pak."
"Ah, iya." Sebuah tepukan menyadarkan Vincent dari lamunannya tentang Alicia.
"Maaf, Tuan Archer. Jika sikap saya kurang profesional, hari ini. Saya, tak bisa fokus pada pertemuan kita kali ini sepenuhnya," ungkap Vincent menyesal sambil menatap lelaki yang duduk di seberangnya.
Carlton tertawa. Ia tak mempermasalahkan hal itu, karna semua agenda masih bisa berjalan dengan baik menurutnya.
Carlton Archer, adalah CEO J Estate. Di usianya yang baru menginjak dua puluh lima tahun, ia terpaksa harus menerima jabatan itu karna kondisi kesehatan sang ayah yang memburuk setahun belakangan. Rencana membangun sebuah cluster perumahan elit di negara ini pun, terpaksa harus di tunda hingga Carlton bisa menanganinya. Dan, baru beberapa bulan ini lah rencana itu bisa berjalan kembali setelah dirasa Carlton telah mampu.
Vincent, merasa sangat beruntung karna perusahaan sebesar J Estate mau bekerja sama dengannya. Maka dari itu, sebisa mungkin ia tak ingin mengecewakan mereka.
"Dari sikap anda, sepertinya ini berhubungan dengan wanita," tebak Carlton.
Vincent tersenyum. Ia, membenarkan ucapan Carlton barusan.
Pembicaraan seputar pekerjaan sudah selesai beberapa saat lalu. Maka, sekarang mereka bisa mengobrol dengan bebas sebelum jam makan siang tiba beberapa menit lagi.
"Apakah, dia cantik?" tanyanya penasaran.
Lagi, Vincent hanya tersenyum tatkala kembali membayangkan wajah merona Alicia.
"Waw, sungguh mengejutkan," seru Carlton.
Alis Vincent terangkat sebelah, bingung dengan maksud ucapan Carlton barusan.
"Apa yang mengejutkan, Tuan Archer," tanya Vincent.
"Carl. Panggil saja aku Carl, jika kita tidak sedang terlibat pembicaraan bisnis," pinta Carlton pada Vincent. Vincent pun, menyetujui permintaan Carlton dan meminta hal yang sama.
"Aku mendengar, bahwa kau adalah orang yang sangat dingin pada wanita. Bahkan, pada istrimu sendiri. Jadi, aku tak menyangka akan ada seorang wanita yang mampu membuatmu hilang fokus dan tersenyum seperti itu seharian," jelasnya yang membuat Vincent melongo.
"Apakah terlihat, sejelas itu?". Bathinnya.
Vincent akui, ia sendiri tak menyadari bahwa ia bisa berekspresi seperti itu. "Aku pun, tak mengerti mengapa aku bisa seperti ini," jawab Vincent pelan.
"Kau sedang jatuh cinta, Kawan." Carlton berdiri, menepuk pundak Vincent pelan. Kemudian berlalu keluar ruang rapat menuju restoran yang sudah dipesan untuk mereka, sebelumnya.
"Bagaimana mungkin?" tanya Vincent pada diri sendiri.
Pasalnya. Dua tahun menikah dengan Alicia. Tak sedikit pun, ia memiliki rasa lebih pada wanita itu. Bahkan, melihat Alicia berpose panas dengan beberapa lelaki pun, Vincent tak merasa cemburu sedikit pun. Jadi, rasanya mustahil ia jatuh cinta pada Alicia hanya dalam waktu satu malam saja.
Melihat Carlton sudah keluar dari ruangan, ia pun, segera menyusul Carlton agar pria itu tak menunggu dirinya.
***
Sepanjang makan siang itu, Vincent masih belum bisa menghilangkan bayang Alicia dari pikirannya. Hingga akhirnya, ia ijin pamit undur diri lebih awal pada Carlton, untuk pulang ke rumah. Ia, melimpahkan semua pekerjaannya hari ini pada sang asisten.
Sesampainya di rumah, Vincent mendapati Alicia yang tengah berada di dapur bersama beberapa asisten rumahnya entah sedang membuat apa. Terlihat, wanita itu tengah tertawa bersama mereka. Segera, ia menghampiri Alicia dan menariknya menuju kamar tanpa mengeluarkan satu patah kata , pun.
Bunyi berdebum begitu kencang terdengar. Membuat semua penghuni rumah besar itu kaget bukan main. Terutama, dua asisten rumah tangga yang sejak tadi bersama Alicia membuat spaghetti panggang. Mereka saling pandang. Khawatir, tuannya marah karna melihat nyonya-nya berada di dapur bersama mereka.
"Bagaimana ini, Tina. Sepertinya, tuan sangat marah. Apakah, nyonya akan baik-baik saja?" tanya Diah pada Tina. Mereka berdua lah, yang sejak tadi berada di dapur bersama Alicia.
Keduanya saling menggenggam tangan, menguatkan satu sama lain.
"Berdoa saja. Semoga, tuan Vincent tak akan marah pada kita dan nyonya," ucap Tina penuh harap.
Setelah meredakan rasa takutnya, mereka pun memutuskan untuk melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing.
Sedangkan di kamar.
"Vincent, lephhh ... "ucapan Alicia terhenti, karna Vincent langsung memagut bibirnya penuh nafsu. Sesaat, setelah pintu tertutup sempurna.
Vincent merapatkan tubuh Alicia ke tembok, hingga Alicia tak dapat bergerak ke mana pun. Secara membabi buta, Vincent terus melumat bibir Alicia dengan sebelah tangannya bergerak liar di tubuh bagian atas Alicia. Terpaksa, Alicia menendang benda pusaka milik Vincent untuk membebaskan dirinya dari kungkungan Vincent.
Dan, berhasil. Vincent melepaskan Alicia seketika.
Vincent memekik, sambil memegang pusakanya yang terasa nyeri.
Meski kekuatan tendangan Alicia tak seberapa, tapi tetap saja meninggalkan rasa nyeri luar biasa.
"Kamu apa-apaan sih, Al?!" teriak Vincent.
Alicia yang tak terima diteriaki seperti itu oleh Vincent, balik meneriaki Vincent.
"Kamu yang apa-apaan. Tiba-tiba narik aku, dan dengan kasar nyium aku. Kamu pikir, aku boneka yang bisa kamu perlakuin seenaknya?" Alicia tersengal. Dadanya naik turun, menandakan napasnya tengah menggebu. Perpaduan, antara amarah juga kehabisan oksigen.
Vincent mengusap wajahnya kasar. Merasa bodoh, karna bisa-bisanya ia kehilangan kendali. Tak seperti dirinya yang biasanya.
"Aku, minta maaf," ucapnya lesu.
Hasrat yang membumbung tinggi sejak tadi, menguap entah kemana. Ia sadar, jika ia sudah bersikap kelewatan barusan.
Alicia mengembuskan napas pelan, seraya menatap Vincent yang menundukan kepalanya.
"Kamu tuh kenapa, sih?" tanyanya menatap Vincent yang masih terduduk di lantai.
Vincent mendongakkan wajahnya, menatap Alicia. Kemudian menunduk kembali, dan menggelengkan kepalanya.
Alicia mengembuskan napasnya berat.
"Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Alicia.
Vincent mengangguk. "Kamu."
Hanya satu kata. Tapi entah kenapa, mampu membuat punggung Alicia meremang.
"Sekarang?" tanya Alicia lagi, yang mengerti dengan keinginan Vincent dari perilakunya.
Vincent menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
Lagi, Alicia menghela napas pelan. Bingung harus melakukan apa.
Masalahnya, ia masih merasakan lelah di tubuh akibat ulah Vincent. Bahkan, sejak tadi ia berniat meminta ijin pada Vincent untuk bisa beristirahat penuh malam ini.
Tapi, sekarang Vincent malah kembali menginginkan dirinya. Yang artinya, akan sulit untuknya meminta ijin istirahat pada Vincent.
Alicia melirik ke arah jam, yang tergantung di dinding. Jarum pendek, sudah hampir berada di angka tiga. Artinya, tak lama lagi siang akan berganti malam.
Setelah menimbang semua, akhirnya Alicia memberikan jawaban pada Vincent.
"Baik. Kamu bisa menikmatiku sekarang." Wajah Vincent, berubah cerah seketika mendengarnya. Namun, kembali berubah sendu setelah Alicia melanjutkan ucapannya. "Tapi, setelah itu aku ingin kamu memberikan aku waktu untuk istirahat hingga lusa."
Vincent gusar. Bimbang dengan permintaan Alicia. Jika, saat ini saja sudah sulit untuknya menahan hasrat pada Alicia. Apalagi, harus menunggu hingga lusa tiba. Ia, tak yakin bisa menahan selama itu.
"Bagaimana?" tanya Alicia, yang belum mendapat jawaban dari Vincent.
"Kalau, aku ngijinin kamu istirahat sore ini. Dan, kita ngelakuinnya malam nanti. Apa bisa, besok malam kita juga ...?"
Kembali Alicia berpikir. Apakah, ia akan mengijinkan Vincent menyentuhnya malam ini dan besok. Atau kah, memilih untuk melakukannya sekarang. Agar besok, ia bisa beristirahat sepenuhnya.
"Aku, akan memanggil terapis spa langganan kamu sekarang," ucap Vincent, yang membuat Alicia makin bingung.
Pasrah. Pada akhirnya, Alicia memilih memenuhi permintaan Vincent untuk menyentuhnya nanti malam.
"Jangan ganggu aku, sampai malam nanti. Jika, kamu ganggu aku. Aku pastikan, kamu ga akan bisa menyentuhku selama tiga hari kedepan."
Vincent mengangguk antusias. Gegas, ia keluar kamar setelah sebelumnya menanyakan pada Alicia, perawatan apa saja yang dibutuhkan olehnya. Ia, akan meminta Mona memesan semua hal yang Alicia butuhkan. Segera.
Alicia merebahkan tubuhnya di kasur, setelah Vincent meninggalkannya sendirian. Ia, tengah berpikir tentang tindakan Vincent sejak pagi tadi. Rasanya, mustahil jika hubungan Vincent dan Alicia yang asli, dingin. Karna, seharian ini justru ia merasakan hal yang berbeda dari Vincent.
Bahkan, berbeda juga dari sikap Vincent selama dua bulan ini padanya.
Pagi tadi, contohnya. Ia, sadar saat Vincent mengelus pipinya. Meski, hanya sebentar karna ia langsung terlelap akibat lelah yang mendera.
"Apa, memang hanya karna hasrat saja. Makanya, Vincent bersikap baik seperti ini padaku?" tanya Alicia, yang hanya berupa gumanan saja.