Emily menatap Lukman yang ada di dalam ruangan divisinya tepatnya di depan meja kerjanya. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Emily memang baru saja selesai mengerjakan pekerjaannya yang mengharuskannya untuk lembur. Ini bukan pertama kalinya Emily lembur dan Emily sendiri sudah terbiasa dengan kegiatan yang sudah lebih dari satu dekade ia jalani itu.
“Pulang bareng aku mau ya? Aku mau bicara sama kamu..” Lukman bertanya dengan penuh harap pada Emily.
Emily sendiri hanya diam mendengar pertanyaan Lukman. Ia tidak langsung menjawab pertanyaan Lukman karena ia sendiri sedang bingung dengan perasaannya sendiri. Emily baru hendak membuka mulutnya hendak menjawab, Wisnu keluar dari ruangannya dan dengan santai berucap, “Ly, ayo jalan.”
Emily memandang horor Wisnu sementara Wisnu berhenti bergerak dan menatap Emily yang sedang bersama dengan Lukman.
“Eh, Maaf. Saya enggak tahu kalo kamu sedang ada tamu. Kamu jadi pulang sama saya?” Wisnu berucap dengan nada bingung sambil menatap Emily.
Emily sungguh ingin memukul kepala si kingkong alien itu karena ulahnya saat ini. Emily bahkan tidak pernah sadar kalau si kingkong alien itu ada di dalam ruangannya sedari tadi. Emily tidak peduli atasannya itu ada dimana. Yang paling penting Emily bahkan merasa yakin sejuta persen bahwa ia tidak memiliki janji untuk pulang bersama dengan atasannya si kingkong alien itu tapi kenapa sekarang si kingkong alien alien ini malah membuat drama yang jelas membuatnya bingung.
“Em...” Lukman memanggil Emily pelan.
Emily menatap Lukman dan Wisnu secara bergantian dan menghela nafas panjang, “Maaf, Mas.. Aku sudah terlanjur buat rencana sama Pak Wisnu.. Maaf ya, Mas.”
Wisnu tersenyum lebar penuh kemenangan. Pria itu pamit pada Lukman dan dijawab sebuah anggukan pelan. Wisnu berlalu mengikuti Emily yang meninggalkan Lukman ditempatnya. Lukman terdiam ditempatnya mematung melihat Emily yang memilih pergi meninggalkannya.
Setelah ia berada di dalam lift, Emily hanya diam. Tanpa sadar Emily tersenyum miris memikirkan Lukman. Bahkan ketika Emily memilih pulang bersama dengan Wisnu pun Lukman tidak mengatakan apapun untuk menahannya hingga ia memilih berlalu, Lukman tetap diam. Emily kini mulai sangsi dengan keinginan Lukman memperjuangkan kembali hubungannya karena Lukman tetap Lukman yang sama yang tidak bertindak apapun.
Wanita suka pria yang pandai berkata-kata manis tapi pria yang menunjukkan tindakan nyata jelas lebih dibutuhkan dan saat ini Emily berharap Lukman bisa menunjukkan bukti nyata atas ucapannya. Lukman berucap bahwa ia mau mengajak Emily kembali memperjuangkan hubungan mereka namun melihat dirinya lebih memilih bersama dengan Wisnu saja pria itu diam. Bukankah seharusnya Lukman menahan Emily? Bukankah seharusnya Lukman menunjukkan rasa tidak sukanya atas pilihan Emily? Kenapa pria itu malah diam dan membiarkan Emily pergi dengan pria lain? Kemana pria yang mengajaknya berjuang?
“Emily, kamu mau keluar dari lift atau mau tetap melamun di dalam lift?”
Emily terkesiap mendengar pertanyaan Wisnu. Emily kaget melihat Wisnu yang sudah diluar lift sambil menahan pintu lift dengan tangannya. Emily pun menghela nafas pendek dan keluar dari dalam lift, “Maaf.”
Wisnu tersenyum dan memberi kode dengan matanya untuk mengikutinya dan Emily dengan patuh mengikuti atasannya itu dan sesampainya di depan mobil milik Wisnu, Emily pun masuk ke dalam mobil pria itu.
“Terima kasih sudah membantu saya tadi. Bapak bisa turunkan saya di halte transjakarta terdekat saja nanti saya bisa naik bus dan lain kali tidak perlu membuat drama seperti itu. Bapak bisa malu sendiri kalau saya tidak mengikuti apa yang bapak rencanakan,” Emily berucap dengan nada sopan.
Wisnu menatap Emily sambil merotasi bola matanya, “Setelah berhasil kabur seharusnya kamu mengucapkan terima kasih dan jangan lupa memberi sesuatu sebagai bentuk terima kasih pada orang yang sudah menolong kamu. Kamu bukan anak kecil yang cukup berterima kasih dengan kata-kata saja, Ly.”
Emily mendelik manatap pria yang sedang mengemudikan mobilnya keluar dari area parkir itu, “Bapak minta imbalan? Pertolongan Bapak tidak ikhlas?”
Wisnu merotasi bola matanya, “Kamu ini punya hipertensi atau bagaimana sih? Kalau ngomong sama saya pasti nadanya kalau enggak tinggi ya sengit. Banter-banter datar. Enggak ada pilihan lembut?”
Emily sudah hendak membuka mulutnya menanggapi ucapan Wisnu namun pria yang menjadi kepala divisinya itu pun dengan cepat angkat suara, “Temani saya makan. Saya tahu kamu juga belum makan. Kita makan dulu setelah itu saya antar kamu pulang. Ini sudah malam. Tidak baik perempuan pulang malam-malam sendirian. Bahaya.”
Emily merotasi bola matanya “Saya sudah bertahun-tahun menjalani ruinitas saya selama ini seperti ini, Pak.”
“Dan tidak ada yang tahu kapan seseorang tiba pada masa apesnya. Lebih baik berjaga-jaga,” Wisnu menanggapi dengan cepat.
Emily menghela nafas panjang. Wisnutama Narendra nampaknya memiliki kemampuan berdebat yang sangat baik karena setiap Emily berucap, Wisnu mampu menanggapi ucapannya dengan mudah dan sepertinya membiarkan pria itu melakukan apa yang ia inginkan jauh lebih baik karena pria itu selalu punya jawaban hingga akhirnya keinginannya terpenuhi.
***
Wisnu mampir ke sebuah restoran steak yang cukup terkenal yang lokasinya tidak jauh dari kantor mereka. Keduanya memesan steak yang sama dan ketika steak itu datang keduanya mulai menyantap menu makan malam mereka masing-masing. Emily sedang fokus memotong streaknya ketika tiba-tiba piringnya diangkat dan digantikan dengan piring milik Wisnu. Emily menaikkan sebelah alisnya melihat apa yang Wisnu lakukan.
Wisnu yang melihat reaksi Emily malah terkekeh. Pria itu merasa lucu dengan reaksi Emily dan berucap, “Selamat makan.”
Emily yang tidak ingin bercakap-cakap dengan Wisnu pun memilih tetap diam dan membiarkan pria itu melakukan apa yang ingin ia lakukan. Namun ternyata membiarkan Wisnu melakukan apa yang ingin pria itu lakukan nyatanya tidak sepenuhnya benar. Kini nafsu makan Emily lenyap karena Wisnu mengangkat topik yang tidak ingin Emily bicarakan dengan pria itu.
Wisnu dengan santai berbicara sambil menyantap daging steak yang sudah ia potong-potong, “Saya sudah memikirkannya, Lukman benar-benar butuh dorongan. Dia bahkan tidak melakukan apa-apa saat saya membawa kamu pulang bersama saya. Seharusnya dia menahan kamu. Kalau saya jadi Lukman, pasti saya akan berusaha menahan kamu dan saya mengusir pria yang mengajak kamu pulang bersama.”
Emily terdiam memandang datar Wisnu.
Wisnu yang menyadari cara pandang Emily pun mengerutkan alisnya, “Kamu kenapa?”
Emily meletakkan alat makan yang ia pegang dan menatap Wisnu lekat-lekat, “Apa ucapan saya kemarin kurang jelas? Saya minta Bapak untuk tidak ikut campur urusan saya.”
Wisnu berhenti mengunyah dan menelan makanannya lalu meletakkan alat makannya dan memandangi Emily dengan wajah serius, “Kalau saya bilang saya tidak bisa, apa yang mau kamu lakukan?”
Emily membulatkan matanya dan sudah siap menyemburkan kemarahannya namun Wisnu dengan cepat menahan kalimat yang hendak keluar dari mulut Emily dengan berucap, “Saya mau membantu kamu agar Lukman mau bergerak. Saya melihat Lukman memiliki perasaan yang sama dengan kamu tapi pria itu terlalu lamban untuk bergerak karena terlalu banyak berpikir. Saya yakin kalau saya mendekati kamu, Lukman pasti akan bergerak cepat.” Wisnu menjeda kalimatnya dan menyenderkan punggungnya ke kursi, “Tidak ada pria yang akan diam saja melihat wanita yang ia cintai di dekati oleh pria lain, Emily. Jiwa posesif pria itu akan terusik dan berusaha menjaga apa yang menjadi miliknya.”
Emily terdiam mendengarkan ucapan Wisnu.
Wisnu kembali bersikap santai dan mengambil alat makannya dan dengan santai melanjutkan kegiatan makannya sambil berucap, “Kalau kamu bertanya kenapa saya bisa berbicara seperti itu, jawabannya mudah karena saya juga lelaki dan saya merasakan hal yang sama. Itu perasaan wajar seorang lelaki, Emily.”
Tidak ada lagi percakapan antara Emily dan Wisnu namun tidak ada yang menduga tiba-tiba seorang wanita mendatangi meja mereka. Emily kaget namun terpesona dengan kecantikan wanita yang mendatangi mereka. Emily yang wanita saja mengatakan bahwa wanita yang dihadapannya saat ini cantik maka tidak perlu diragukan lagi bagaimana rupa wanita itu bukan?
“Tama..”
Emily bersumpah ia melihat bagaimana tubuh atasannya itu tiba-tiba menegang dan gerakan pria itu mendadak berhenti. Emily yakin wanita itu memiliki hubungan dengan atasannya melihat dari reaksi pria itu.
“Tama.. Aku hubungi kamu...”
Wanita cantik itu bahkan belum selesai mengucapkan kalimatnya ketika Wisnu langsung memotong ucapan wanita itu, “Carissa...”
Wanita yang ternyata bernama Carissa itu dengan cepat menatap Emily, “Kamu sudah melupakan Nadira lalu memilih dekat dengan wanita ini? Kamu harus jelasin semuanya sama aku Tam!”
Emily mengerutkan alisnya mendengar ucapan wanita itu dan menatap Wisnu yang ada didepannya dengan wajah bingung. Wisnu sendiri malah memejamkan matanya begitu mendengar ucapan Carissa berusaha mengontrol emosinya sejenak lalu menatap tajam wanita itu.
“Saya tidak harus menjelaskan apapun sama kamu dan lebih baik kamu pergi sekarang,” Wisnu mengusir Carissa dengan nada tegas.
Carissa mengabaikan pengusiran Wisnu, “Kamu harus jelasin, Tam! Aku yang selama...”
Ucapan Carissa terpotong karena Wisnu berdiri dari tempatnya, Wisnu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu dan meletakkannya diatas meja sambil menatap Emily, “Kita pulang sekarang."
Emily hanya bisa mengangguk dan mengikuti Wisnu. Carissa di belakang memanggil-manggil Wisnu dengan nama Tama namun pria itu mengabaikannya. Wisnu berjalan dengan cepat meninggalkan tempat makan hingga Emily berusaha keras menyusul pria itu.
Sesampainya di dalam mobil Wisnu masuk dan Emily dengan cepat menyusul dan ketika keduanya sudah di dalam mobil, Tama dengan cepat mengendarai mobilnya meninggalkan restaurant.
Emily hanya diam hingga saat lampu merah, Emily menyebutkan nama apartemennya dan Wisnu mengangguk menanggapi ucapan Emily. Wisnu berkali-kali menghela nafas panjang dan suasana mendadak jadi canggung.
“Tadi itu kakak mendiang istri saya. Semenjak istri saya meninggal, dia malah mengejar-ngejar saya. Saya bahkan sampai risih karena itu.” Wisnu menceritakan apa yang tadi terjadi.
Emily hanya diam dia tidak tahu harus berkomentar apa. Emily tidak pernah tertarik untuk mencari tahu kehidupan pribadi atasannya. Namun Emily menyadari cincin yang masih melingkar di jari manis atasannya semenjak hari pertama pria itu bekerja di Algantara, Cincin itu yang membuat Emily yakin pria disampingnya ini sudah menikah dan selebihnya bukan urusan Emily. Emily tidak ingin ikut campur dalam urusan atasannya itu.
Setelah pengakuan Wisnu, Tidak ada percakapan apapun lagi hingga keduanya sampai di depan lobby apartemen Emily. Hingga saat Emily pamit hendak keluar Wisnu menahan tangan Emily, Emily kaget dan spontan menatap tangannya yang ditahan Wisnu sebelum pandangan Emily pindah menatap Wisnu.
“Soal ucapan saya tadi soal Lukman, saya sangat serius. Saya ingin membantu kamu dan Lukman.”
'Ya Tuhannn! Si kingkong alien ini kenapa kepala batu banget sih!!!'