Kepala divisi kepo!

1888 Kata
Emily duduk berhadapan dengan Lukman di sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari kantor mereka. Setelah bertahun-tahun Emily dan Lukman berpisah karena keduanya tidak mendapatkan restu untuk maju ke jenjang yang lebih serius, hari ini pertama kalinya keduanya kembali berbicara satu sama lain karena sebelumnya keduanya memilih saling diam dan bahkan kadang menghindar bertemu satu sama lain. “Apa yang mau kamu bicarakan, Mas?” Emily bertanya dengan suara pelan. Berdua dengan Lukman setelah sekian lama mereka berpisah nyatanya masih menghadirkan debaran yang sama. “Kamu dan atasan kamu dekat?” Lukman bertanya dengan nada menyelidik. Emily yang mendengar pertanyaan Lukman pun mengerutkan alisnya, “Dekat? Maksud kamu apa? Dekat seperti apa yang kamu tanyakan?” Lukman spontan mengusap wajahnya dengan kedua tangannya karena rasa frustrasinya, “Aku stress sendiri melihat kamu didekati pria lain. Tapi aku sendiri tidak bisa apa-apa karena aku sadar posisi kita saat ini.” Emily menghela nafas panjang setelah mendengar ucapan Lukman. Ia pun mengerti apa yang Lukman maksud dan menatap pria yang menjadi pemilik hatinya itu dengan tatapan mulai berkaca-kaca, “Kamu sendiri yang memilih menyerah saat aku masih ingin berjuang, Mas.” “Aku takut kamu akan terluka dalam kalau aku egois terus mempertahankan kamu. Aku takut kamu jauh dari keluarga kamu kalau aku memaksakan hubungan kita.” Lukman menjawab sambil menatap sendu wanita yang ada dihadapannya saat ini. Emily menunduk dan tersenyum miris, “Tapi saat itu aku sudah menegaskan kalau aku siap berjuang, Mas.” Lukman ikut-ikutan menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang penuh penyesalan. Lukman memejamkan matanya sekejap mengumpulkan keberanian yang ia miliki lalu menatap Emily lekat-lekat, “Kalau sekarang aku bilang kalau aku siap memulai lagi, apa kamu masih mau berjuang sama aku?” *** Lukman sudah kembali lebih dulu ke kantor karena Ryandra Algantara mencarinya. Lukman memang tangan kanan Ryandra. Bahkan orang-orang di gedung Algantara memandang Lukman dengan berbeda. Semua mata sudah memandang Lukman dengan pandangan hormat dan segan seiring berjalannya waktu. Namun Emily masih duduk dikursinya dengan secangkir kopi yang pasti sudah dingin. Isi kepala Emily kini sedang berisik memikirkan apa yang Lukman tawarkan. Lukman ingin memulai perjuangan mereka mendapatkan restu dari kedua keluarga mereka. Tapi mendengar tawaran Lukman tadi rasanya ada yang berbeda dalam dirinya mendengar tawaran itu. Hati Emily bahagia mendengar apa yang Lukman tawarkan namun kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar karena tiba-tiba rasa ragu menyergap hati Emily sedemikian rupa hingga kebahagiaan yang tadi ia rasakan lenyap. “Sampai kapan kamu mau bengong liatin kopi kamu yang sudah dingin itu?” Sebuah suara menyadarkan Emily. Emily menoleh dan menatap seorang pria yang ia kenal betul sudah berdiri menjulang tinggi di dekatnya sambil memegang tabletnya. Wisnutama Narendra, kepala divisinya yang baru bekerja dua bulan dikantornya menggantikan Adriel Dirgantara yang memilih resign dan bekerja ikut mengelola rumah sakit milik keluarganya sendiri. Emily spontan mengerutkan alisnya, “Sejak kapan, Bapak ada disini?” Wisnu memasang wajah berpikir sejenak kemudian kembali menatap Emily, “Sejak kamu datang dengan Lukman? Pria itu sekertaris bos besar kita, right?” Emily memasang wajah kaget mendengar pengakuan Wisnu. Kalau Wisnu ada disini semenjak kedatangannya dengan Lukman ke tempat ini artinya Wisnu mendengar percakapannya dengan Lukman? Wisnu memasang wajah santai, “Saya sudah ada disini sebelum kalian datang dan ini adalah tempat umum. Saya tidak akan membocorkan percakapan kalian tadi tapi jam makan siang sudah habis dan kamu dari tadi bengong.” Emily masih diam karena kaget. Namun Wisnu malah merotasi bola matanya, “Sudah jangan terlalu banyak berpikir, kita harus kembali ke kantor atau kalau tidak kita akan terlambat. Jam makan siang akan segera habis, Ly.” Emily menghela nafas panjang dan mengikuti Wisnu. Emily berjalan dibelakang Wisnu. Ia berjalan pelan sehingga ada jarak antara dirinya dan Wisnu tanpa ia sadari. Emily berjalan menuju kantornya perlahan sambil memikirkan apa yang Lukman ucapkan. Isi kepalanya benar-benar berisik memikirkan apa yang Lukman tawarkan padanya tadi. Lukman ingin memulai lagi perjuangan mereka untuk mendapatkan restu namun kini ia sendiri yang ragu. Emily terkesiap kaget ketika sebuah jentikan menghampiri dahinya dan Wisnu menatap Emily dengan wajah kesal, “Kalau jalan itu jangan melamun. Kamu tidak akan tahu apa yang terjadi saat kamu melamun, Ly.” Setelah berucap dengan nada kesal, Wisnu menggelengkan kepalanya menatap Emily lalu pergi meninggalkan wanita itu menuju kantor mereka lebih dulu. Di sisi jalan ada Lukman yang sedang berada di dalam mobil. Lukman berada di belakang kemudi sedang menepikan mobilnya menunggu Ryandra Algantara yang sedang membeli kopi di dekat kantor mereka. Pemandangan interaksi Emily dan Wisnu pun ia bisa lihat dengan jelas karena keduanya berjalan di trotoar menuju gedung head office Algantara Group. Interaksi Emily dan Wisnu mengusik Lukman. Memikirkan Emily bersama dengan Wisnu membuat sesuatu dalam diri Lukman terasa terbakar. *** “Em, elo dipanggil masuk sama Pak Wisnu itu,” Bayu berucap sambil mengetuk meja Emily demi mendapatkan perhatian Emily yang sedang terpusat pada laptopnya. Emily bekerja di Algantara sudah lebih dari satu dekade. Berawal dari kepemimpinan Ryandra Algantara hingga sekarang dipimpin oleh seorang Wisnutama Narendra. Pria yang berusia empat puluh tahun dan memiliki sederet pengalaman dan kemampuan yang jelas tidak main-main sehingga ia bisa menjadi penerus Adriel Dirgantara. Selain itu Ryandra Algantara tidak akan menempatkan orang yang sembarangan di divisi yang dulunya ia pimpin. Pria dengan tinggi seratus tujuh puluh lima sentimeter dengan rambut berwarna hitam dengan potongan pendek tapi rapi. Kulitnya sawo matang khas pria Indonesia, Wajahnya bersih dengan rahang yang tegas, tubuhnya juga jelas terawat dengan lekuk otot khas pria yang rajin melakukan olahraga rutin. Pria itu kini sedang fokus dengan kertas yang ia pegang ketika Emily masuk ke dalam ruangan pria itu dan duduk dihadapan pria itu. “Bapak panggil saya?” Emily berucap dengan nada formalnya. Wisnu mengangkat kepalanya dan menatap Emily lalu menyodorkan kertas yang ia tadi pegang ke arah Emily dan Emily dengan sigap mengambilnya dan melihat apa yang menjadi perhatian Wisnu tadi. “Itu proposal yang diajukan untuk pembukaan store baru di area Pekanbaru. Coba kamu teliti detailnya mulai dari pemilihan tempat hingga prosentse penjualannya nanti berdasarkan daya beli disana. Saya juga mau tahu detail apa store yang mereka pilih sebelumnya pernah digunakan untuk berjualan, saya mau tahu secara detail,” Wisnu berucap dengan nada tegas. Emily dengan seksama mendengarkan ucapan Wisnu. Pekerjaan Emily memang seperti ini kadang ia harus meriview rencana penjualan musim berjalan untuk sebuah kota atau melakukan riset pembukaan toko baru lini bisnis fashion yang ia pegang. Emily yang memiliki background seorang anak manajemen yang memiliki ketertarikan di dunia fashion pun dengan enjoy melakukan pekerjaannya selama ini. Bahkan Emily memiliki bakat terpendam untuk menjadi seorang designer. Emily bahkan pernah mengikuti sebuah kursus khusus menjahit dan belajar pola demi memenuhi hobi dan menunjang pekerjaannya. Emily pun hendak berdiri dari tempat duduknya dan berencana keluar dari ruangan kerja atasannya namun gerakan itu terhenti saat ia mendengar ucapan Wisnu. “Saya tidak tahu seberapa pelik hubungan kamu dengan sekertaris Pak Ryandra tapi saya rasa kalau pria itu tidak mau berjuang buat apa kamu repot-repot memikirkan pria itu sampai pekerjaan kamu terganggu,” Wisnu berucap dengan wajah santai sambil menyenderkan punggungnya di kursinya lalu memainkan pulpen ditangannya sambil menatap Emily, Wajah Emily mengeras mendengar ucapan Wisnu, “Seperti yang bapak bilang di awal, bapak tidak tahu hubungan saya dan Mas Lukman jadi lebih baik bapak tidak usah memberikan komentar.” Wisnu tertawa pelan, “Saya bingung dengan kamu yang malah masih mengambil waktu berpikir padahal pria itu tidak mau memperjuangkan kamu. Saya memberi komentar karena apa yang kamu pikirkan mempengaruhi kinerja kamu.” Emily mengeratkan pegangannya pada kertas yang sudah tidak beraturan betuknya, “Kalau kinerja saya menurun maka bapak cukup menegur kinerja saya tanpa mengomentari hubungan saya dan Mas Lukman lebih jauh.” Wisnu bersedekap menatap Emily lekat-lekat, “Saya sudah berkali-kali melihat kalian saling memandang dengan tatapan rindu tapi saya tidak paham apa yang terjadi tapi mendengar percakapan kalian kemarin, saya pun akhirnya mengerti. Kalian memiliki kisah yang belum selesai. Kenapa harus repot-repot berpikir untuk pria yang bahkan tidak mau berjuang untuk kamu? Itu yang saya bingung dari kamu.” Emily menatap Wisnu dengan wajah datar, “Saya minta bapak untuk tidak ikut campur dengan urusan saya karena saya rasa itu sudah melanggar border profesionalitas dan urusan pribadi saya bukan urusan Anda.” Emily mengucapkan kalimat itu dengan nada dingin lalu berdiri dari posisi duduknya dan berjalan melangkah hendak menuju pintu keluar. Namun sebelum Emily berhasil sampai dan memegang gagang handle pintu, Wisnu menatap lekat-lekat Emily dan berucap, “Bagaimana kalau saya memaksa ikut campur urusan kamu?” Emily menoleh menatap horor atasannya itu. ‘Ini manusia kepo banget! Dia ini ngerti bahasa Indonesia enggak sih?! Orang gak mau kenapa maksa?!’ *** Emily menghela nafas panjang berusaha mengontrol emosinya setiap berada di dekat Wisnu, apa lagi saat keduanya bersama dan Lukman tiba-tiba muncul. Emily bersumpah ingin melipat Wisnu dan memasukan pria itu ke sela tekukan laptopnya karena pria itu mendadak menjadi pria yang semakin menyebalkan dimata Emily. Wisnu benar-benar jelmaan dari manusia kepo dan usil dengan urusan orang lain. Seperti saat ini sedang ada perayaan ulang tahun Ryandra Algantara di ruang pertemuan gedung head office Algantara dan Wisnu seperti kutu yang menempel di rambut. Wisnu mengikutinya kemana pun ia pergi hingga Emily memilih menepi dan berbisik pada Wisnu, “Bapak ngapain ngikutin saya?” Emily bertanya sambil melihat sekitar dengan suara pelan sedikit berbisik berharap tidak ada yang mendengar percakapannya dengan bos aliennya itu. Ya, bagi Emily, Wisnu layaknya alien nyasar karena tingkahnya yang berbeda dengan bos-bosnya sebelumnya. Jelas Wisnu bertolak belakang dengan Ryandra dan Adriel yang pendiam. Wisnu tidak ada pendiam-pendiamnya. Bos barunya itu berisik dimata Emily. Bukannya tidak senang mendapat bos yang ramah dan mudah dekat dengan karyawannya namun keramahan Wisnu jelas mengusiknya. Wisnu kini ikut campur dalam urusannya padahal mereka baru mengenal beberapa bulan. Wisnu yang sedang memakan es krim yang tadi dia ambil pun menatap Emily dengan wajah santai, “Karena yang saya kenal baik di dalam ruangan ini cuma kamu. Yang lain saya enggak kenal. Bayu sama teman-teman kamu juga sudah mencar kemana saya enggak tahu. Cuma kamu yang saya tahu dan saya ikutin kamu. Saya tidak suka sendirian.” Emily merotasi bola matanya, “Tapi saya risih diikutin Bapak. Sudah kayak kutu saja ngikut kemana-mana.” Wisnu mengerutkan alisnya mendengar perumpamaan Emily untuk dirinya, “Usia kamu berapa, Ly?" Kini gantian Emily yang mengerutkan alisnya mendengarkan pertanyaan Wisnu, “Tiga puluh lima. Kenapa bapak jadi tanya-tanya usia saya?” Wisnu menatap Emily dengan tatapan prihatin tiba-tiba membuat Emily semakin mengerutkan alisnya karena cara bos aliennya itu menatapnya. “Kenapa liatin saya begitu?” “Usia kamu tiga puluh lima tahun tapi mata kamu kenapa sudah kayak usia tiga ratus lima puluh tahun? Badan saya segede kingkong begini kamu samain sama kutu? Saya saja enggak bisa ngeliat kutu kalo enggak pakai kaca pembesar. Bener-bener aneh mata kamu, Ly.” Selesai mengatakan kalimatnya dengan santai Wisnu meloyor menuju stand kue-kue yang tidak jauh dari tempat Emily berdiri meninggalkan Emily yang sudah siap mengumpat mendengar ucapan bos aliennya itu. ‘Hah! Tiga ratus lima puluh tahun katanya? Memangnya masih ada manusia yang hidup di usia segitu? Ada juga jadi fosil. Dasar alien aneh! Kingkong kepo!’ Di sisi lain ruangan tanpa Emily sadar ada sepasang mata yang menatap interaksinya dengan Wisnu dengan tatapan tajam. Pria itu bahkan sampai melonggarkan dasinya yang terasa mencecik lehernya sendiri setelah melihat interaksi Emily dengan Wisnu. Ada sesuatu yang terbakar dari dalam dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN