Bicara empat mata

1588 Kata
Emily berangkat ke kantor dengan Lukman. Hubungan Emily dan Lukman perlahan membaik dan pertemuan terakhir keduanya membawa kesepakatan bahwa keduanya akan memberi jeda waktu sebelum mencoba kembali. Keduanya sama-sama menaruh harapan yang besar kalau kali ini hati keluarga mereka bisa melembut dan menerima hubungan keduanya. "Mas pikir satu minggu lagi, Mas akan temui Ibu di Jogja lalu Mas akan kembali menemui orang tua kamu. Satu minggu Mas rasa cukup memberi waktu mereka berpikir bahwa kita sama-sama serius. Hubungan kita sudah cukup lama dan rasanya sudah pantas melangkah ke jenjang pernikahan." Lukman berucap sambil menyetir dengan tatapan fokus ke arah depan dan menoleh ke arah Emily sesekali. Emily menoleh mendengarkan setiap ucapan Lukman sambil berpikir dan tidak lama kemudian mengangguk. Emily rasa pilihan Lukman sudah tepat. Mereka harus memberi waktu pada keluarga mereka untuk berpikir. "Kali ini aku akan berusaha lebih keras. Semoga usaha kita kali ini membuahkan hasil ya.." Emily tersenyum hangat dan mengangguk, "Aku akan selalu doain kamu dan hubungan kita, Mas. Aku berharap keluarga kita akhirnya bisa menerima keputusan kita." Lukman mengangguk, "Keinginan kita sebenarnya sederhana. Kita hanya mau menikah, hidup bersama dan memiliki kebahagiaan kita sendiri tapi kenapa orang-orang membuatnya rumit dengan perbedaan status sosial kita juga." Emily menghela nafas panjang membenarkan ucapan Lukman, "Semoga kali ini kita bisa mendapatkan apa yang kita doakan. Semoga kali ini kita sama-sama bisa bahagia." Sepanjang perjalanan menuju kantor, tidak ada yang berubah. Lukman bersikap lembut seperti biasa dan Emily tidak henti-hentinya tersenyum karena hubungan mereka yang kembali membaik. Keduanya saling berbincang santai seakan tidak ada masalah besar yang sedang menghadang keduanya. Ketika mobil Lukman sampai di tempat parkir dalam gedung Algantara. Lukman pun memarkirkan mobilnya dan saat mobil itu sudah terparkir sempurna, Lukman dan Emily pun keluar dari dalam mobil dan keduanya menuju lift. Keduanya naik ke dalam lift dan saat berada di lantai lobby, lift terbuka dan beberapa karyawan lain masuk ke dalam termasuk Wisnu. Emily dengan sopan menyapa atasannya sebagai bentuk sopan santun namun Wisnu dengan santainya membahas penampilan Emily saat ini tanpa memperdulikan tatapan tajam yang tertuju padanya. "Kamu potong rambut? Saya rasa rambut kamu lebih cocok panjang, Ly." Emily meringis sambil mengangguk pelan dengan gerakan salah tingkah memegang rambutnya secara spontan sambil menoleh ke arah Lukman yang berada di dekatnya. Emily melihat wajah Lukman yang sudah nampak tegang. Wisnu memang sangat ramah namun keramahannya kali ini berada di posisi yang kurang tepat karena Lukman berada di dekat mereka dan wajah kekasihnya itu jelas tidak suka pada Wisnu. Ketika lift terbuka, Wisnu pun spontan menahan lift dan mengajak Emily turun bersama. Sebelah tangan Wisnu menahan lift dan tangan lainnya memegang lengan Emily, "Ayo, turun, Ly. Kita sudah sampai." Emily pun serba salah karena itu. Di dalam lift itu ada karyawan lain dan ia yakin setelah ini akan ada gosip tentang dirinya. Emily pun memandang Lukman seakan pamit dan keluar dari dalam lift. Namun siapa sangka, saat Emily keluar, Lukman pun keluar. Lukman harus memberi peringatan pada Wisnu karena pria itu jelas-jelas sudah kelewat batas. Di sisi lain Wisnu sendiri merasa ada kekesalan dalam dirinya melihat Emily yang berdiri bersebelahan dengan Lukman. Keduanya bahkan menggunakan baju dengan warna senada membuat Wisnu menangkap seakan keduanya sedang menegaskan bahwa mereka sudah kembali bersama. Ucapan Azka membuat Wisnu sadar bahwa ia benar-benar harus menjauhi Emily. Azka benar, rasa penasarannya bisa membuatnya terjebak dan Wisnu tidak mau dirinya terjebak dalam rasa penasarannya sendiri. Tapi ketika melihat Emily dan Lukman bersama, sesuatu di dalam dirinya terasa terbakar. Wisnu merasa gerah dan spontan ia melakukan sesuatu. "Bisa kita bicara sebentar?" Lukman bertanya sambil menatap Wisnu dengan wajah serius. Emily mendadak menatap Lukman dengan wajah panik, "Mas..." Lukman menatap Emily dan tersenyum berusaha menenangkan Emily, "Aku hanya mau bicara sebentar. Kamu bisa masuk dulu?" Emily memandang ragu Lukman namun Lukman memberikan tatapan berusaha meyakinkan tidak akan ada apapun terjadi. Emily pun masuk ke dalam ruang divisinya meninggalkan Lukman dan Wisnu berdua. Keduanya memilih masuk ke dalam ruangan meeting yang terletak di sebelah ruang divisi bisnis analis. Walau ruangan itu terbuat dari kaca tapi tidak ada seorang pun yang bisa mendengar percakapan mereka dari luar. Lukman berdiri sementara Wisnu dengan santai duduk di kursi. Lukman memandang tajam Wisnu sementara Wisnu dengan santai masih tersenyum pada Lukman. "Apa yang mau kamu bicarakan, Man?" Wisnu bertanya dengan nada santai. Lukman menatap tajam pria yang berada satu ruangan dengannya itu, "Jauhi Emily. Anda bersikap berlebihan untuk interaksi seorang atasan dengan karyawannya." Wisnu tersenyum dan masih menatap Lukman dengan santai, "Kenapa saya harus mendengarkan ucapan kamu?" "Karena saya dan Emily sudah kembali bersama artinya saya mempunyai hak untuk memperingatkan anda. Jauhi pasangan saya!" Lukman berucap dengan nada datar di awal kaliman tapi jelas ada penekan diikuti peringatan di akhir kalimatnya. Wisnu tersenyum santai, "Kalian belum menikah. Apapun bisa terjadi selama kalian belum menikah. Saya hanya melakukan apa yang menurut saya perlu saya lakukan. Walau saya baru masuk ke Algantara tapi saya sudah banyak mendengar cerita apa yang terjadi disini. Tidak sulit untuk mendapatkan informasi dan dari apa yang saya dengar, hubungan kamu dan Emily pun masih terganjal restu. Jadi jelas saya masih memiliki kesempatan selama kalian belum menikah." Lukman mengepalkan kedua tangannya dengan erat menahan emosi, "Saya peringatkan anda sekali lagi. Jauhi Emily dan jangan usik kami." Wisnu menghela nafas panjang dan kali ini wajah Wisnu sudah berubah lebih serius. Wisnu menatap lekat-lekat Lukman tepat dikedua matanya, "Saya tidak akan melakukan apa yang kamu ucapkan karena pada dasarnya hubungan kalian masih belum mempunyai kekuatan hukum. Apapun bisa terjadi dan saya siap menunggu kesempatan datang berpihak pada saya." Mungkin Wisnu gila karena mendeklarasikan peperangan dengan Lukman namun Wisnu sendiri tidak bisa menahan diri. Sesuatu dalam diri Wisnu seakan berkobar mendengar peringatan yang dilayangkan oleh Lukman. Lukman berdecak kesal, "Kita lihat saja nanti. Saya yakin pada akhirnya Emily akan memilih saya karena sedari awal Emily sudah memilih saya." Wisnu tersenyum santai dan terkekeh, "Tidak ada yang tau masa depan. Semua bisa terjadi dan berubah dalam sekejap mata. Bisa saja Emily memilih kamu tapi kamu meninggalkan Emily sehingga Emily memilih pria lain." Lukman sudah hendak menanggapi namun sialnya ponselnya berbunyi dan nama Ryandra Algantara sudah tertera di layar ponselnya. Lukman pun spontan keluar meninggalkan Wisnu seorang diri di dalam ruangan dan langsung mengangkat panggilan Ryandra sambil berjalan menuju lift. Wisnu memandangi punggung Lukman yang menjauh lalu menghilang karena pintu lift tertutup. Senyum santai Wisnu yang sedari tadi menghiasi wajah Wisnu mendadak lenyap. Kesadaran menghantam Wisnu. Hal gila apa yang barusan ia lakukan? *** Sementara itu di dalam ruangan divisinya Emily mondar mandir layaknya seterikaan. Emily khawatir kalau-kalau sesuatu terjadi. Emily tidak mau Lukman mendapat masalah karena pria itu tidak bisa mengontrol emosinya. Emily sadar betul bagaimana tidak sukanya Lukman dengan atasannya. Namun kekhawatirannya lenyap ketika mendapati Wisnu masuk ke dalam ruang kerjanya dalam kondisi baik-baik saja. Bisa Emily asumsikan tidak ada baku hantam yang terjadi karena hal yang Emily takuti adalah saat Lukman tidak mampu mengontrol diri dan memilih menyelesaikannya dengan kekuatan fisik. Mas, kamu baik-baik saja? Sudah selesai bicaranya? Emily dengan cepat mengirimkan pesan pada Lukman dan pesan balasan dengan cepat masuk ke dalam ponselnya. Aku baik-baik saja. Aku sedang menemani Pak Ryandra menemui salah satu pemegang saham. Mari bicara nanti sore setelah pulang kerja. Pesan singkat antara Lukman dan Emily berakhir saat Emily menyetujui ajakan Lukman. Keduanya memamng perlu biacra serius. Ucapan Lukman beberapa hari lalu mengenai perasaan pria itu jelas mengganggu Emily. Sedari tadi Wisnu berusaha mendapatkan waktu berdua dengan Emily sementara Emily menghindar dari Wisnu. Emily lelah memperingatkan Wisnu. Emily sudah mengancam pria itu namun pria itu hanya menganggapnya sebagai angin lalu. Emily lelah memperingatkan dan lagi ancamannya sendiri tidak mungkin ia realisasikan. Memusuhi Wisnu adalah sebuah kemustahilan karena Wisnu adalah kepala divisinya. Mau tidak mau Emily akan berinteraksi dengan Wisnu. Seperti siang ini, Wisnu memanggilanya hanya untuk ikut acara makan bersama siang ini membuat Emily lelah sendiri. Emily menghela nafas panjang sebelum mengangkat panggilan kepala divisinya yang masuk ke dalam ponselnya itu, “Maaf, Pak Wisnu. Saya tidak bisa makan siang bareng hari ini. Saya mendadak ada urusan. Saya akan langsung kembali ke kantor begitu jam makan siang selesai.” Emily menutup panggilan Wisnu dengan segera tanpa menunggu jawaban pria itu. Emily bahkan tidak peduli pria itu berpikir bahwa ia wanita yang tidak sopan. Emily sudah siap memanggil taksi namun sebuah mobil yang akhir-akhir ini ia kenal baik itu tiba-tiba berhenti dihadapannya. "Kamu baru mau berangkat? Ayo, masuk. Saya anter aja." Emily menghela nafas panjang dan menolak. Namun seperti biasa Wisnu terusa berusaha membuat Emily mengikuti pilihannya dan Emily akhirnya mengalah mengikuti keinginan pria itu. Beberapa mobil sudah mengantri dan Emily tidak mau menimbulkan keributan. Emily akhirnya duduk di kursi penumpang disebelah Wisnu dengan wajah cemberut sementara Wisnu tersenyum lebar. "Soal ucapan saya kemarin soal ketertarikan saya sama kamu.." Wisnu menjeda kalimatnya melihat reaksi Emily. "Saya menganggap tidak pernah mendengar semua itu jadi saya harap anda pun tidak membahasnya lagi" Emily dengan cepat memotong ucapan Wisnu sebelum pria itu kembali melanjutkan ucapannya. Wisnu pun kaget dan langsung menepikan mobil yang ia kendarai. "Saya tidak main-main. Saya serius dengan ucapan saya." Emily menghela nafas panjang dan menatap pria disampingnya dengan tatapan putus asa, fix. pria disampingnya ini sudah benar-benar gila. "Saya tidak memiliki keinginan untuk makan siang lagi. Bisa kembali ke kantor atau saya harus ke kantor dengan kendaraan lain?" Wisnu menatap Emily lekat-lekat. Wanita disampingnya jelas marah. Ia sendiri tidak menyangka akan bertindak sejauh ini namun mengingat apa yang terjadi tadi pagi sesuatu rasanya terbakar dalam dirinya membuat pria itu seakan terbakar dari dalam. Kini pengakuan keduanya sudah terucap dan kegilaannya sudah benar-benar tidak tertolong lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN