Keluarga Elvan

1123 Kata
Hening sejenak hingga akhirnya Pandu bersuara, "Kamu kenapa gak bilang kalau ada anaknya dosen dingin itu dan tidur di kamar kamu? Kamu juga gak bilang kalau dia mau datang? Bagaimana bisa?" Pandu memberondong pertanyaan pada Zea. "Kamu baru datang dan gak bertanya padaku?" Elak Zea yang bingung mau mulai dari mana menjelaskan pada sang kekasih, pasalnya pria itu tidak pernah percaya dengan ucapan Zea. "Yah harusnya kamu bilang dong!" Benar dugaan Zea, Pandu selalu tahu bagaimana cara memojokkan dirinya dan seakan menyalahkan. "Kan kamu baru sampai, Yang. Aku langsung buatin minum jadi belum sempat ngomong eh itu dosen killer udah keburu datang." "Jadi gimana ceritanya?" Pandu meminta Zea menceritakan bagaimana bisa anak dosen itu bersama gadisnya. Dan Zea menjelaskan dari awal kalau anak laki-laki itu tadinya di kampus bersamanya lalu ikut dia pulang dan tertidur, papanya anak itu datang menjemput. Sudah itu saja tidak ada cerita yang Zea tutupi atau lebihkan pada sang kekasih. "Kamu suka sama Dosen itu?" tuduh Pandu. Kedua bola mata Zea membola, sungguh dia tidak percaya pria itu melayangkan pertanyaan demikian padahal dia sudah menjelaskan kronologi kejadiannya dengan jujur, sejujur-jujurnya. Ini yang Zea tidak sukai dari Pandu, pria itu sering kali posesive tidak pada waktunya. "Kamu gak percaya sama cerita aku?" balas Zea yang tidak suka di tuduh seperti itu. "Aku cuma tanya, kenapa kamu marah? Atau memang terjadi sesuatu di antara kalian?" tanya Pandu penuh selidik. Pria ini memang sedikit posesif pada pacarnya, cemburuan tingkat dewa tidak pada tempatnya. "Kamu ke sini mau ngapain sebenernya?" tanya Zea kesal karena terus di tuduh. "Mau ketemu sama kamu dan mengucapkan turut berdukacita atas meninggalnya Abang Zio. Maaf kalau aku kemarin itu tidak bisa hadir dan menemani kamu. Kamu harus melewati masa sulit itu sendiri, harusnya aku ada di saat-saat seperti itu. Maaf yah, Sayang." ucap Pandu dengan nada bicara yang lebih rendah dari pada tadi. Zea yang sedari tadi sudah buruk moodnya sudah tidak respect lagi dengan ucapan Pandu. Pandu dan Zea memang sudah cukup lama berpacaran, masalah mereka tidak jauh dari kata cemburu dan itu selalu datangnya dari Pandu yang selalu berprasangka buruk dan tidak percaya pada pasangannya. Terkadang masalah receh saja bisa jadi besar. Keduanya berbeda jurusan hingga gedung fakultas mereka pun berbeda, kesibukan mereka juga berbeda hingga keduanya jarang bertemu walaupun satu lingkungan kampus. *** Sementara itu di rumah Elvan, Indira sudah menunggu di depan pintu utama rumahnya dengan resah dan gelisah pasalnya sang cucu belum juga pulang dari sekolahnya. "Ya Tuhan, kalian dari mana saja?" cecar Indira yang langsung menghampiri Yuza. "Maaf, Ma. Tadi aku jemput Yuza di sekolah dan membawanya ke Kampus." jawab Elvan jujur memang dia membawa Yuza dari sekolahnya ke Kampus awalnya. Namun, Elvan tidak bercerita kalau Yuza sampai di bawa oleh salah satu mahasiswinya. "Omah, aku lapar." rengek Yuza pada Omahnya. "Duh cucu kesayangan omah sampai kelaparan begini," balas Indira yang selalu memanjakan sang cucu semata wayangnya. "Kamu kelewatan Elvan, masa anak gak di kasih makan." lanjut Indira yang mengomel pada putranya sendiri. Saat seorang ibu jika sudah memiliki cucu maka dia akan lebih sayang pada cucunya ketimbang anaknya sendiri. Ketika Indira menuntun Yuza masuk kedalam, kepala Yuza menoleh ke arah sang papa dan dia mengedipkan sebelah matanya seakan meledek dan memberitahu kalau dia lebih di sayang dari pada Elvan. Seketika wajah Elvan berubah kecut karena di ledek oleh anaknya sendiri. Indira langsung membawa Yuza ke dalam kamar anak itu sendiri kemudian memandikannya setelahnya memberikannya pakaian bersih, walaupun di rumah itu ada asistent rumah tangga dan babysitter akan tetapi Indira selalu mengurus cucunya sendiri. Para asistent rumah tangga dan babysitter tugasnya hanya membantunya atau ada kejadian di mana Indira sedang sakit atau terlalu sibuk barulah dia meminta babysitter itu mengurus Yuza. Sementara itu Elvan masuk ke dalam kamarnya, pria berdarah Jepang-Indonesia itu duduk di tepi ranjang sembari menghela napasnya panjang, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya tapi apa? Apa yang membuatnya seketika menjadi resah. Sejak pagi sampai sore dia merasa bahagia tapi dalam sekejap mata saat dia bertemu kedua mahasiswanya itu-Zea dan Pandu seketika dia merasa ada sesuatu yang sulit dia ungkapkan. Rasa cemburu kah? Elvan sendiri masih belum yakin, masa iya dia cemburu dengan kedua sejoli itu. Pasalnya dulu pun dia pernah mengalaminya bersama mendiang istrinya-Yuri saat mereka masih berpacaran. Elvan tidak mau berlarut dalam perasaannya hari ini, akhirnya sama seperti putranya pria itu pun membersihkan dirinya dengan mandi dan berganti pakaian rumah yang bersih dan nyaman barulah kemudian dia merapihkan pekerjaannya sedikit sampai asistent rumah tangganya mengetuk pintu dan memanggil dari balik pintu kamarnya. "Maaf, Den Elvan. Nyonya meminta saya memanggil Aden karena makan malam sudah siap." ucap sosok yang Elvan kenal itu adalah suara Mbok Ijah salah satu asistent rumah tangga yang sudah lama bekerja di sana, Mbok Ijah yang merawatnya Elvan sedari dia kecil. Wanita yang sudah tidak muda lagi itu harusnya sudah pensiun, Namun dia masih ingin mengabdi pada keluarga besar Ryuzaki karena keluarga ini lah Ijah dapat bekerja dan menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi dan bekerja di perusahaan yang bagus. Elvan membuka pintu kamarnya dan tersenyum pada Mbok Ijah, "Mbok masak apa hari ini?" tanyanya sembari merangkul pundak Mbok Ijah dan berjalan menuruni anak tangga. Dari sekian banyak asistent rumah tangga yang bekerja di sana, Elvan hanya dekat dan ramah pada Ijah. Wanita yang sudah tidak muda lagi itu sudah Elvan anggap ibu keduanya dan Indira suka cemburu dengan kedekatan Elvan dan Ijah pasalnya dia tidak suka jika putra semata wayangnya itu lebih dekat dengan pengasuhnya dari pada dirinya. "Biasa, Den. Makanan kesukaan Den Elvan dan Den Yuza, tapi khusus Den Yuza makanannya Nyonya yang masak." jawab Ijah membuat kepala Elvan mengangguk-angguk paham. Sama halnya seperti dia masih kecil pun mamanya yang selalu masak untuknya, Indira tidak mengijinkan anaknya makan masakan orang lain selain dirinya. "Mama gak berubah," gumam Elvan. Ijah terkekeh mendengarnya begitupun dengan Elvan keduanya seakan memiliki kemistri, tanpa keduanya berkata mereka dapat tahu apa yang ada di pikiran masing-masing. Membicarakan Indira memang tidak ada habisnya, Nyonya Besar penguasa rumah keluar Ryuzaki. "Pa," tegur Elvan saat dia tiba di ruang makan di sana sudah ada sang papa yang sudah duduk di kursi makan dengan wibawanya. "Elvan," balas Ken Ryuzaki ayah kandung Elvan yang murni berdarah Jepang. "Itadakimasu, Ojiichan, Obaasan, Papa." ucap Yuza pada sang kakek, nenek dan papanya saat dia mau memulai makan. "Itadakimasu," balas Ken, Indira dan Elvan bersamaan. Karena orang Jepang memiliki kebiasaan memberi salam selamat makan sebelum mereka menyantap makanan mereka sebagai rasa sopan santun. Itulah yang saat ini mereka lakukan. Dengan lahapnya Yuza menyantap makan malamnya yang di masak oleh Indira. "Oh iya, Elvan. Siapa itu Zea?" tanya Indira. Seketika Ken menatap Indira dan Elvan bergantian, karena baru kali ini dia mendengar istrinya menanyakan nama seorang wanita pada putranya setelah nama Yuri. Siapa itu Zea, pikir Ken.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN