Bab 6. Telat

1214 Kata
Tidur kami kebablasan. Rencana akan terbangun pada sore hari dan akan pergi ke suatu tempat yang katanya sangat rahasia, namun kenyataannya kita bangun saat sudah malam. Padahal aku sudah menyetel alarm untuk membangunkan kita berdua. Mungkin tubuh kita terlalu nyenyak karena kelelahan. "Astaga, kita sudah telat Dante. Kita tidak bisa pergi seperti yang kamu janjikan" Ujarku merajuk dan memakai pakaianku di depannya sedangkan ia hanya santai saja tersenyum miring melihatku. "Oh, please Dante. Kamu sangat tidak bisa menepati janjimu. Lebih baik aku menemani ibu saja daripada menemani yang tidak bisa memegang ucapan sendiri!" Aku kesal dengan Dante. Ia dengan sifatnya yang tidak karuan membuatku kesal dan akhirnya memutuskan untuk keluar dan menemani ibu yang masih belum siuman. Astaga, aku sampai lupa kalau ibu belum sadar sedangkan aku bersenang-senang dengan orang lain. Anak macam apa aku ini?. Air mata seketika lolos ketika hanya mendengar detak jantung ibu saja. Aku sangat ingin melihatnya siuman dan kita bisa berdiskusi seperti biasa. Kalau seperti ini, aku hanya bisa menatapnya dalam keadaan yang lemah. "Maafkan aku ibu karena menjadi putri yang tidak baik selama ini. Ana janji, setelah ibu sadar, Ana akan menceritakan semuanya. Ibu berhak marah dan nanti Ana tidak akan mencoba untuk mengelak. Ana rela menyia-nyiakan tubuh Ana sendiri demi Ibu" Satu hal yang bisa aku lakukan pula adalah mencium tangan ibu. Sekarang menjadi hobi ketika ia mulai dalam keadaan seperti ini. "Ibu, Ana mau cerita. Ibu masih ingat gak dengan si Culun?. Culun teman kecil Ana itu loo. Sekarang dia menjadi pria yang sangat tampan dan penuh dengan sejuta pesona bahkan sampai membuat Ana tidak menyangka bahwa ia adalah Culun Ana yang dulu. Dia sekarang memperlakukan Ana sama seperti dulu, namun sekarang dengan cara yang berbeda. Sepertinya perasaan Ana padanya tidak akan pernah layu begitu saja" "Siapa yang kau maksud Ana?" Tanya Dante tiba-tiba dari belakang tubuhku. Deg. Jantung rasanya mau copot dari tempatnya. Semoga Dante tidak mendengar ceritaku dari awal atau dia akan tahu kalau perasaanku padanya masih sama. Aku tidak ingin dia tahu perasaanku. Aku hanya sebagai wanita yang ia sewa rahimnya dan setelah itu tidak memiliki hubungan yang lebih lagi. Aku tidak mau memberi harapan padanya, meski dia tidak ingin. Terlebih pada diriku sendiri, aku tidak ingin selalu bergantung padanya. Beberapa hari bertemu saja sudah membuatku merasa berbeda, apalagi untuk satu tahun kedepan. Semoga diri ini bisa diajak bekerja sama untuk tidak sama-sama jatuh padanya. Semoga. "Tidak ada, Dante" Ucapku gugup. "Aku harap kamu tidak sedang memikirkan laki-laki lain disaat kamu baru saja telah selesai melakukan itu denganku. Jika aku mendapatkan bahwa kamu melakukannya, jangan salah aku ketika nanti aku bersikap kasar" Ujar Dante dan mendekat. Ia mengelus tengkuk leherku. Seketika menjadi merinding dan dengan lancangnya tubuh ini menginginkan hal yang lebih. Mohon sadar, Ana, jangan bertindak kelewatan!. "Tidak pernah Dante dan aku bisa pastikan itu" desahku. "Good" Ia langsung menciumku di depan ibu yang masih tersambung berbagai macam selang. Semoga ibu tidak sadar tiba-tiba dan melihat putrinya melakukan hal ini. "Kamu mau pergi ya? Aku antar ke depan, sepertinya rencana kita pergi dibatalkan saja. Kamu adalah orang yang sangat sibuk dan aku tidak berani untuk mengalangi pekerjaanmu" Aku memegang tangan Dante tanpa malu keluar ruangan. Untung saja ada akses lift yang khusus dan langsung mengarah pada basement, otomatis hubungan rahasia ini tidak terpublikasikan mengingat Dante adalah salah satu orang yang terkenal. Ada yang aneh. Aku bahkan mau saja saat dibukakan pintu oleh Dante dan masuk ke dalamnya. Aku baru sadar saat Dante mulai mengendarai mobilnya menuju tempat yang entah aku sama sekali tidak tahu menahu. Oh astaga, sebegitukah anehnya diriku di dekat Dante?. "Kita mau kemana, Dante?" Tanyaku penasaran. "Sesuai janji, kita akan keluar. Aku tidak mau membuatmu memiliki pikiran yang tidak baik terhadapku. Karena itu, aku akan mengajakmu ke dinner romantis yang sudah disiapkan oleh orangku" "Dinner?" "Iya. Makan malam romantis" Jelasnya. "Iya, tahu. Tapi ketika kita Dinner, sudah pasti banyak mata yang akan melihat kita dan sekarang notabennya aku ini adalah bukan siapa-siapa kamu. Kamu adalah pria yang sudah sangat terkenal, sedangkan aku? Bahkan semut saja tidak mengenalku. Otomastis aku akan langsung dituduh dengan berbagai macam sebutan. Kamu mau melihatku sangat malu bahkan ucapan mereka bisa saja nanti menjadi pembunuhku" Ujarku sedikit emosi dengan jalan pikir Dante. Dia dengan begitu santai akan main publikasi, sedangkan aku adalah perempuan yang tidak memiliki status terhadapnya. "Tenang saja. Aku juga sangat mengerti kalau sekarang kamu masih belum siap" "Aku bukannya belum siap, tapi kenyataannya bahwa aku bukanlah siapa-siapa kamu" Citttt.... Sontak badan langsung maju kedepan. Dante mengerem tiba-tiba. Banyak mobil yang menbunyikan klaksonnya karena tidak terima dengan apa yang dilakukan olah Dante. Tentu saja, aku juga setuju dengan mereka. Ini bukanlah jalanan yang dimiliki oleh nenek moyang Dante. Dia tidak boleh main rem saja, harus menghargai pengendara lainnya. Dante melepas seatbeltnya dan mengenggap tanganku. "Jangan mengatakan seperti itu. Kamu adalah perempuan yang selalu ada di hatiku semenjak kita tumbuh bersama. Aku hanya menyalahkan takdir yang sudah memisahkan kita. Kalau saja aku bisa menemukanmu lebih cepat, aku pasti akan menikahimu sesuai dengan janjiku dulu saat aku pamit ke luar negeri" ucap Dante. Ia mencium tanganku. Sedikit dari perasaanku, aku merasa senang. Dia memperlakukanku dengan sangat baik. Tetapi aku kembali bersedih ketika mendengar kata Dante bahwa ia akan menikahiku sesuai janjinya saat kecil dulu. Tenyata kalimat itu menjatuhkanku. Ternyatahanya sebuah janji. Rasa kecewa lebih besar dari rasa istimewa untuknya. "Ternyata hanya janji ya?" tanyaku memandang matanya. "Bukan. Bukan maksudku mengatakan seperti itu. Itu adalah hal yang sudah ak--" "Sudahlah, lupakan!. Lebih baik lanjutkan saja perjalanan kita. Kasihan banyak pengendara yang harus berusaha untuk memotong jalan" Ujarku dan melepas tanganku dari genggamannya. *** Entah Dante membawaku ke tempat apa. Intinya ini adalah tempat yang sangat indah. Meski sudah malam, namun tempat ini diperindah oleh pemandangan hamparan bintang di atas kepala kita. Dante membawaku ke suatu tempat sederhana. Di ujung sana sudah disediakan musik alami oleh ombak laut, dengan meja yang sudah terbalut beberapa lembar kain dan lampu yang menghiasi. Tidak hanya ditemani suara deburan ombak, melainkan juga oleh beberapa musisi yang sudah siap memainkan alatnya. Piano, benda yang menarik perhatianku. "Apa aku sedang bermimpi? Ini seperti kisah yang selalu aku baca di n****+-n****+ romantis" Ujarku terkagum-kagum. Aku sampai melupakan sedikit rasa kesal yang tadi memebuhi pikiranku. Mendengar deburan imbak, rasanya semuanya sudah hilang bak pasir yang terbawa begitu saja seiring dengan besarnya ombak yang menyambutnya. "Tidak. Kamu tidak bermimpi. Ini nyata. Apa kamu menyukainya?" Tanya Dante. "Oh, astaga. Jangan tanyakan perihal itu. Sudah pasti aku sangat menyukainya" Saking senangnya, aku melepas sepatu yang aku gunakan dari rumah sakit. Satu hal yang kurang adalah pakaianku yang sangat sederhana, bahkan sangat santai. Tidak mencerminkan perempuan yang akan berhadapan dengan keindahan dan keseruan dinner romantis. Tapi terserah, yang penting laut ini mendamaikanku. "Hei!. Ana, kamu mau kemana? Meja dinner ada disini!" Teriaknya. Aku hanya tertawa. "Lepas sepatumu dan bergabunglah denganku. Aku jamin berjalan di pesisir dan ditemani deburan ombak lebih menyenangkan daripada menu makanan romantismu!' Teriakku. Aku kira dia tidak akan bersedia. Nyatanya dia melakukan itu, persis seperti yang aku perintahkan. Dia berlari dan mencoba menghampiriku. Suasana tidak akan seru kalau tidak berlarian di antara pasir-pasir pantai. "Stop, Ana!. Jangan berlari!" Teriak Dante. "Kalau kamu bisa, tangkap aku!" "Baik, kamu yang meminta!" Teriak Dante dan berlari. "Aaaaaaaa!" Aku berteriak ditemani oleh suara deburan ombak yang begitu keras mengenai karang-karang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN