EPISODE 20

3902 Kata
*** Nara POV. . . Karna kelamaan nongkrong ditempat makan, jadilah kami baru otw pulang jam 8 malam, dan yang pasti gue udah ngasih tau mama loh ya, iyah atas paksaan kak Davi yang kadang gila izin ini. Badan gue rasanya rada kebanting-banting dikit, gimana enggak ini kak Davi bawa mobil kayak orang kesetanan, ngebut banget buat gue ngeri. Sampai tanpa sadar. . . Braakk. . . buugg. . . . Ciiiitttttttt. . .. Gue ngerasa mobil kami terbanting kedepan begitu gue rasa kak Davi nginjak rem mendadak, sumpah ini gak tau kenapa kepala gue rasanya kosong, tangan kiri gue rasanya pegal kepentok pintu mobil, gue noleh kekanan kearah kak Davi yang mematung matanya masih menatap lurus kedepan. "Kakak gak apa-apa?" tanya gue begitu sadar itu muka kak Davi pucet banget. Gue beraniin nyentuh wajah kak Davi, membuat yang punya wajah menoleh kearah gue, matanya mengerjap beberapa kali, nafasnya tidak beraturan. "Kamu gak pa-pa?" tanyanya lirih, kak Davi tersenyum tipis, gue mengalihkan pandangan gue kearah depan, sudah banyak orang yang berkerumun, dan demi apapun baru kali ini gue ngelihat secara langsung orang tabrakan dan kami nyaris jadi korban juga seandainya kak Davi gak sigap nginjak rem. Gue mengangguk kecil, sembari tersenyum mencoba meyakinkan, secara itu muka kak Davi pucet banget, gue gak mau dia khawatirin gue juga. Melihat respon gue kak Davi menghembuskan nafasnya pelan sembari membalik badannya membuka pintu mobil hendak keluar. Gue melepas seatbelt gue begitu gue lihat kak Davi membuka pintu dan langsung berjalan kearah tepi trotoar dan mendudukan dirinya disana, matanya masih menatap kearah kerumunan orang. Gue berjalan mendekati kak Davi, duduk disampingnya dan melihat kearah yang sama dengannya. "Kakak nyaris nyelakain kamu" suaranya masih terdengar lirih, gue nyoba nyentuh punggung kak Davi dan mengelusnya pelan. "gak pa-pa, syukurnya kita baik-baik aja" terdengar egois memang, tapi tetap aja gue bersyukur kami gak menambah korban kecelakaan dihadapan kami, gue gak begitu ingat gimana kejadiaannya yang jelas, ada mobil dari arah berlawanan yang entah pakai ilmu apa bisa terbang dan menerobos kejalan yang berlawanan arah dan menabrak dua mobil didepan kami. Belum lagi beberapa mobil yang ditabraknya sebelum masuk kejalur kami tadi membuat gue merasa ngeri, padahal ini jalan satu arah yang menurut gue aman walaupun ngebut nyatanya? Petaka datang tanpa diundang, lagian siapa juga yang mau ngundang petaka buat datang. Gue masih diam sambil ngelus punggung kak Davi entah ini perasaan gue aja atau kak Davi beneran kelihatan syok berat, sampai seorang bapak-bapak mendekat kearah kami. "itu mobelnya adik ya" gue mendongakkan kepala melihat kearah bapak-bapak yang kelihatannya berumur 50 tahunan atau gak taulah yang jelas terlihat lebih tua dari papa gue. Kak Davi menegakkan kepalanya "iya, ada apa ya?" kak Davi mengerjapkan matanya, mencoba menguasai diri sepertinya. "gini saya gak sengaja nabrak belakang mobilnya" katanya, membuat gue dan kak Davi menoleh kesisi belakang mobil kak Davi dan mobil pick up berwarna hitam dibelakangnya. "saya benar-benar gak sengaja, tadi gak sempat ngerem" sambungnya. Kak Davi tersenyum lembut wajah pucatnya sudah terlihat sedikit segar, mungkin efek dingin juga kali ya. "gak pa-pa pak, lagian salah saya yang ngerem mendadak" gue diam aja gak mau ikut campur bingung juga disaat seperti ini siapa memangnya yang bisa disalahkan? "kecelakaan didepan parah sekali" bapak itu masih berdiri melihat kearah kerumunan orang yang sibuk membantu korban yang gue dengar terjepit diantara kemudi, dan yang pasti gue gak mau lihat. "apa ada yang rusak dimobil bapak?" "mobil saya itu sudah jelek mau lecet dikit gitu juga gak masalah dek, itu yang jadi masalah mobil adek jadi lecet kena bemper mobil saya" ucap bapak itu bisa gue lihat raut wajah khawatir bapak itu, tentu saja kalau gue diposisi bapak itu gue juga pasti ngerasain hal yang sama, bayangin aja kalau diminta ganti rugi bisa berjut-jut eey buat ngilangin goresannya aja. "lecet sedikit gak apa-apalah" kak Davi tersenyum manis, buat gue yang ngelihat dia senyum ikutan tersenyum. "Beneran ni dek?" tanya bapak itu antusias, yah iya kali gak antusias udah bikin lecet mobil orang tapi gak perlu ganti rugi walau dalam hal ini gak bisa juga mau nyalahin siapa-siapa. "kalau gitu saya mau lanjut jalan dek" pamit bapak itu setelah mendapat anggukan dari kak Davi bapak itu berjalan menuju mobilnya meninggalkan kami. Kak Davi menghadapkan wajahnya kearah gue, tangan kanannya terjulur kearah kepala gue dan mengusap lembut rambut gue, nyaman. "maaf, kamu pasti syok banget" suaranya masih terdengar lirih. Gue beraniin diri menangkup wajah kak Davi dengan kedua tangan gue membuat dia sepenuhnya menghadap kegue dan gue beraniin diri menatap kearah mata coklat kak Davi, untungnya disini cukup terang karna lampu jalan. "Nara gak apa-apa, bahkan sekarang udah gak deg-degan, justru kakak yang terlihat lebih syok" Kak Davi tersenyum kecil, kemudian terkekeh sendiri "kau benar. Kakak nyaris mencelakaimu" Gue menggeleng kecil "buktinya kita gak apa-apa, syukurnya" gue mencoba tersenyum semanis mungkin, mencoba menghilangkan kekhawatiran kak Davi. "kakak keren, disaat melaju dengan kecepatan luar biasa itu, kakak bisa refleks nginjak rem" kata gue antusias dan lagi-lagi kak Davi terkekeh sendiri. Gue ngambil hp didalam kantung jaket gue, mau ngasih tau mama gue kalau sepertinya kami akan pulang jauh lebih terlambat. Kak Davi mengusap wajahnya pelan lalu menghadapkan kepalanya kelangit yang terlihat mulai mendung. "Haloo" kata gue saat mendengar panggilan gue dijawab. Kak Davi menoleh kearah gue, gue bergumam kecil 'mama' memberitahu kak Davi. "ma, Nara pulangnya telat kayaknya" gue gak ada niatan sebenarnya buat ngasih tau mama soal kami yang nyaris jadi korban tabrakan beruntun. "hayoo mau lagi ngapain" mulai deh mama gue. "hmmm. . " gue bergumam sendiri mencari alasan sampai kak Davi mengulurkan tangannya meminta HP yang sedang bertengger cantik ditelinga gue. "ambilin kakak minum" katanya setelah menerima HP yang tadi gue pegang. Gue mengangguk kecil berdiri dan berjalan kearah mobil. Gue buka pintu mobil ditempat biasa gue duduk, mata gue mencari-cari botol air mineral, mata gue menelusuri setiap sudut mencari makhluk berbentuk botol dengan air didalamnya. Gue menutup kembali pintu mobil sambil memegang botol berisi air yang tinggal setengah saat mobil ambulance dan polisi berdatangan. Gue berjalan kembali menuju kearah kak Davi. "Loh nelponnya udah?" tanya gue saat ngelihat HP gue yang tadi tersambung ke mama sekarang udah bertengger ditangan kanan kak Davi, atau pulsanya abis? Kak Davi diam aja dan langsung mengambil botol ditangan gue dan meneguk airnya hingga tandas, gue berdiri disamping kak Davi dan siap mendaratkan b****g gue ditempat gue duduk tadi, tapi kak Davi keburu berdiri. "Ayo" katanya membuat gue yang nyaris duduk, berdiri lagi. "kakak males berurusan sama polisi" sambungnya sembari berjalan menuju mobil. Ealaah tau gitu sekalian aja tadi kemobil ambil air minumnya sendiri. Gue duduk kembali kesinggasana gue alias kursi disamping kemudi, kak Davi sudah menyalakan mesin mobil dan menjalankan pelan mobilnya meninggalkan tempat kejadian, wajah kak Davi udah gak sepucat tadi. Kak Davi memutar mobilnya melawan arah, gue agak kaget, lah emang iya sih itu gak bisa lewat didepan rame banget. "Permisi pak" gue noleh ngelihat kak Davi ngomong sama siapa? Ulalala polisi berompi kehijauan yang sedang mengatur jalan agak kendaraan lain tidak melewati tempat kejadian. "saya mau putar balik" jelas kak Davi menunjuk kearah jalan yang kami laluin saat pergi kepantai tadi. Polisi itu terdiam seaat lalu memperhatikan mobil kami, yah gak ada tanda-tanda kami menabrak apapun kecuali bemper belakang ye. "Silahkan" kata polisi itu kemudian meniup peluitnya dan mendahulukan mobil kami. "kirain tadi kita bakal distopin" "kalau gak salah kenapa harus takut" gue manyun menghadap kearah kak Davi, yang gue ajak ngomong malah senyum sendiri. "lah ini mau kemana?" tanya gue begitu sadar mobil kami berjalan kembali kearah jalan menuju pantai tadi. Gue masih natap kak Davi yang diam saja, konsentrasi nyetir kali yah, tapi tetap aja gue mau tau eeey, atau mau lewat jalan lain kah? Kak Davi menepikan mobilnya kemudian berbelok kearah sebuah gedung yang bertuliskan Hotel? HAAAH? "kak kita ngapain kesini?" kata gue panik sendiri. "kita nginap, besok kita pulang" kak Davi membuka pintu mobilnya dan beranjak keluar. "APA?" *** *** NARA POV. . . Gue berjalan mengekori kak Davi yang sudah lebih dulu berjalan sambil membawa tasnya dan juga tas gue menuju meja resepsionis. "Selamat malam, Selamat datang di hotel kami, ada yang bisa saya bantu" ucap mbak cantik yang gue tau namanya Bella dari nametag-nya, tepat saat kak Davi sudah berada di depan meja resepsionis. "Selamat Malam, saya mau pesan kamar...." kak Davi noleh kearah gue, seolah menunggu respon gue. Dengan cepat gue menyambung ucapak kak Davi, "satu malam, dua tempat tidur satu kamar" kata gue membuat kak Davi sedikit melotot, dan yah gue balas melebarkan mata gue, melotot gak kalah sangar, dan berjalan meninggalkan kak Davi yang masih mematung melihat gue ngeloyor ketempat duduk yang gak jauh dari meja resepsionis membuat kak Davi geleng-geleng kepala sendiri, bodo amat dan bisa gue lihat mbak-mbak resepsionis itu tersenyum geli melihat kelakuan kami. Gue lihat kak Davi menghelakan nafasnya dan menutup matanya sesaat sebelum kembali berbincang dengan mbak resepsionis. Kak davi berjalan menuju kearah gue sambil menenteng sebuah kunci didepan dadanya, menandakan kalau dia sudah selesai memesan. "Ayo" katanya dan tanpa menunggu gue langsung berjalan menuju lift, eh ini gak ada yang ngantar kami? "504, gak perlu diantar" cuek kak Davi, seolah menjawab pertanyaan didalam otak gue. Gue manyun melihat tingkah kak Davi yang mendadak aneh. "kakak kenapa sih?" gue narik lengan kak Davi bergelayutan ditangannya. "kenapa pesan satu kamar" kak Davi menghembuskan nafasnya pelan, gue diam melihat ekspresi tak terbaca dari wajah kak Davi. "lah emangnya kenapa?" iya sebenarnya yang membuat gue mau pesan satu kamar itu karena? Karena gue khawatir sama ni orang, mukanya masih pucat, gue takut kalau dia sendirian nanti dia kenapa-kenapa gak ada yang bantuin? Piye? Lagian biar hemat juga. "gak baik, kan kita belum menikah" kak Davi natap kearah wajah gue yang juga lagi mendongak melihat kearah kak Davi, kemudian kami berjalan keluar dari lift. "lah terus kenapa?" gue memiringkan kepala gue, bingung. "mama belum mau punya cucu katanya" ucap kak Davi membuat gue berhenti berjalan dan menatap lurus, oh my mom, gue gak kepikiran kesana? Jujur tadi gue emang sempat mikir yang aneh-aneh tapi begitu ngelihat muka kak Davi, gue malah nggak mikir kesana lagi. "kenapa gak kepikiran kesana?" tanya kak davi yang gak perlu gue jawab karna emang gue rada lambat loading begini, eh tapi kan kasurnya dua, gak masalah kan ya? "mbak resepsionis tadi kayaknya ngira kita pasangan suami istri yang lagi berantem" Kak davi tersenyum jahil dan memutar badan membuka kamar dengan nomor 504, kemudian masuk ke dalam meninggalkan gue yang masih mematung. "ayo masuk, kenapa bengong disitu? Gak pengen masuk ke kamar kita?" tanya-nya dengan nada penekanan pada kata kamar kita, membuat gue entah kenapa jadi gak tenang. "kenapa tadi kakak gak pesan kamar lain aja?" iya ini seharusnya kak Davi pesan 2 kamar aja supaya gak canggung gini, tap[i eh kalau kak Davi sendirian terus kenapa-napa, piye? Aaarrrgg serba salah dah gua. "kan, Adek yang pesan duluan" kak Davi tersenyum sambil menaik turunkan alisnya, plis deh lagi gak mau dijahilin nih, gue berjalan sambil sedikit menghentakkan kaki gue melewati kak Davi masuk kedalam kamar, yang, wah mayan juga bagus dengan dua tempat tidur, jelaslah kan gue yang minta. Gue menghempaskan badan gue keatas tempat tidur beralas putih dengan selimut berwarna coklat, kak Davi masuk kedalam kamar mandi, sambil menenteng tasnya dan tas gue ditaruhnya disamping tempat tidur bersender pada nakas. Gue masih masih berbaring nelentang sambil melebarkan kedua tangan gue menatap langit-langit yang gak tau kenapa kelihatan menarik, kayaknya otak gue lagi abnormal, pintu kamar mandi terbuka, membuat gue menoleh, kak Davi keluar dengan kaos berwarna hitam dan jeans yang gue yakin itu celana yang tadi dia pake secara emang berapa banyak baju yang kami bawa, wajahnya sudah terlihat lebih segar. "gak mau mandi?" tanyanya membuat gue menoleh kearah dinding menjaci jam, 21:30, mandi? Jam segini?. Dengan gak mau banyak bicara gue ngeloyor masuk ke kamar mandi, eh gue mau mandi, kalian jangan ikut masuk yah, hehe Akhirnya ritual mandi gue udah selesai, untungnya tadi kami gak main air sampai ngebasahin baju kami, jadilah baju ganti gue gak kepakai, syukurnya, gue keluar kamar mandi dengan baju kaos berlengan panjang berwarna kuning, dan celana kulot, iya celana kulot bermotif bunga-bunga berwarna senada. Kak Davi terlihat sudah terlelap diatas kasurnya, cih tidur gak nunggu-nunggu gue lagi, eh tapi gak apa-apa sih daripada canggung berkepanjangan, gue duduk diatas tempat tidur gue, rambut gue masih lembab, takutnya kalau gue langsung tidur nanti yang ada gue bangun sakit kepala, dan gue ini makhluk yang gak suka pakai pengering rambut. Entah kenapa wajah tidur kak Davi kali ini terlihat lebih, eemm, lebih tampan? No, lebih sexy lebih tepatnya, dan aw aw aw ini pertama kalinya gue berduaan sama cowok didalam satu kamar semalaman, iya biasanya gue Cuma numpang duduk doang dikamar kak Davi. Entah kesambet setan apa sampai gue berani berani mendekat kearah tempat tidur kak Davi, mengangumi waja sexy nya saat sedang tidur, dan ini kok bisa ya gue nekat mendaratkan ciuman dikening kak Davi, ya ampun Nara kayaknya kepala gue beneran kebentur tadi. Yah berhubung kak Davi udah molor, gue juga mau ikutan, ya kali kalau ketahuan kak davi gue mandangin dia lagi tidur bisa habis gue di ejekinnya. Gue kembali ke kasur gue, membaringkan diri miring menghadap kak davi yang berada di kiri gue, mata gue mendadak terasa berat buat dibuka. Mata gue mengerjap saat sayup-sayup suara isakan menyeruak kedalam telinga gue, demi apa? Ini hotel gak ada hantunya kan? Ini gue takut loh ya buat buka mata, gimana kalau hantunya lagi didepan muka gue?. Suara isakan itu sekarang berganti dengan ringisan membuat gue memberanikan diri membuka mata, dan voilaa.. gelap, iya gelap soalnya tadi sebelum tidur gue matiin lampunya. Dengan agak takut gue nyalain lampu tidur, mengedarkan pandangan gue kesekeliling kamar, pyuuuh gak ada siapapun, lagi-lagi kenekatan membuat gue berjalan mendekati kak Davi yang kini tertidur dengan posisi miring menghadap kearah tempat tidur gue, gue sedikit berjongkok mencoba melihat wajah kak Davi kalau-kalau wajahnya masih pucat. "kak? Kak bangun kak" gue menggoyang-goyang kak badan kak Davi, iya gue bangunin kak Davi, karna apa? Karna air mata kak Davi mengalir keluar lolos dari mata kak Davi yang masih terpejam dan ringisan kecil, ya tuhan jangan bilang kak Davi sakit. "kak" gue masih menggoyang-goyang kan badan kak Davi, dan Bug... Pantat gue sukses mendarat dilantai, gue kaget melihat kak Davi yang terbangun langsung terduduk, gue bangkit dan langsung duduk ditepi tempat tidur, menyentuh bahunya membuat dia refleks menoleh, nafasnya memburu, wajahnya bahkan banyak keringat "kakak gak apa-apa?" iya gue khawatir banget baru kali ini gue ngelihat kak Davi kayakgini. Kak davi menghembuskan nafasnya terlihat berat, kemudian menundukkan kepalanya kebahu gue, refleks gue memeluk dan mengusap lembut punggung kak Davi, kayaknya gue mulai mikir aneh lagi, gila aja sekarang gue lagi pelukan sama orang yang gue sayang diatas tempat tidur, semoga dikamar ini gak ada orang ketiga, alias si syaitonirojjim. "kakak mimpi buruk ya?" gue masih mengelus naik turun punggung kak davi memcoba membuat dia tenang, bisa gue rasain nafas kak Davi dileher gue, merinding booo... "kau, wangi" ucap kak davi lembut, eeeeehhhh... "kakak mimpi buruk?" gue mengulang pertanyaan tadi, ini kok ya badan gue tegang banget Kak Davi mengangguk didalam pelukan gue, tangannya sekarang udah bertengger melingkari pinggang gue, tapi jujur ya ini nyaman banget, ya tuhan Nara jangan sampai khilaf, ingat dosa, ingat mama papa dirumah, ingat hari esok. "kakak gak mau cerita?" iya gue kepo ini cowok gue yang suka masang muka cool dan suka senyum jahil mimpi apa coba sampai nangis dan berkeringat plus nafas terengah-engah? Kak Davi mempererat pelukannya dan membawa badan gue ikut berbaring, jadilah kami berbaring menyinding berhadapan, aduh jantung jangan mulai deh, pelan gue tarik tangan gue yang tadi terhimpit badan kak Davi dan menaruh kedua tangan gue tepat didada gue, haduh POSISI MACAM APA INI? Cobaan, ya tuhan semoga beneran gak ada setan yang berbisik-bisik manja. "Maaf, maaf membuatmu khawatir" kak Davi mempererat lagi pelukannya, jantung gue? Iya ini jantung gue kayaknya lagi pesta sambil nge DJ didalam sana. "kakak mimpi apa?" suara gue malah mirip cicitan kecil, mendadak leher gue berasa banyak lendirnya, susah mau keluar suara. "sepertinya efek hipnoterapy nya mulai hilang" gue sedikit mendongak, gak ngerti? "adek tau kan? Orang tua kakak meninggal karna kecelakaan?" kak Davi melonggarkan pelukannya membuat gue mendongakkan kepala melihat kearah wajah kak Davi yang terlihat lesu diremang-remang kamar yang hanay diterangi lampu tidur. Gue mengangguk kecil. Kak Davi menghembuskan nafasnya lagi, dih kok gue malah jadi gak enak gini ya? Jangan bilang kak Davi mimpiin orang tuanya. "mereka..." kak Davi menggantung ucapannya, gue bisa lihat kak Davi ragu ingin bicara. "gak apa-apa kalau kakak gak mau cerita" gue mengulas senyum mencoba membuat kak Davi senyaman mungkin, kak Davi menggeleng kecil "mungkin akan lebih baik jika ada teman berbagi" ucapnya membuat entah kenapa gue jadi tersipu. "sebenarnya mereka meninggal dibunuh" badan gue menegang dan bisa gue rasa mata gue melotot mendengar ucapan kak Davi " lebih tepatnya dibunuh dengan cara seolah-olah itu kecelakaan" oh my god seharusnya tadi gue gak nanya, ini berat banget. "kak" gak tau kenapa suara gue malah mirip rengekan, kak Davi menatap lekat kearah mata gue dan mendarat kan ciuman diatas kening gue, membuat badan gue menegang, dan jantung gue makin pesta didalam sana. "tadi kakak memimpikan kejadian itu, rasanya seperti nyata" "jangan dipaksain" gue gak tau harus apa, maunya meluk kayak tadi dan ngelus punggung kak Davi tapi kalau gue lakuin itu nanti badan gue nempel banget sama kak Davi beda sama duduk tadi badan kami masih berjarak lah sekarang intim pake banget. Kak Davi menggeleng "mungkin sebaiknya kau tau sekarang" kak davi diam sesaat dan gue tau waktunya gue jadi pendengar yang baik. "kakak lahir dari keluarga yang berkecukupan, apapun yang kakak mau pasti dengan cepat dikabulkan, orang tua kakak punya perusahaan atau lebih tepatnya perusaah yang dikelola turun temurun,tapi kamu kau tau kan? Setiap kesuksesan tidak selalu mendatangkan kebaikan, selalu saja ada orang yang tidak suka, dan..." kak Davi menghela nafasnya sebelum melanjutkan ceritanya, oke gue gak tau perkara kak davi yang kayaknya anak miliyuner. "singkat cerita, kami pergi jalan-jalan keluar kota, kakak bahkan masih ingat hari itu kami pakai baju kaos yang sama, saat perjalan pulang, tiba-tiba mobil kami ditabrak dari samping oleh mobil truk, kau tau yang ukurannya sangat besar, bahkan mungkin bannya ada belasan bahkan puluhan" kak Davi menghela nafas lagi, gue yakin dia lagi bersiap menceritakan hal menyakitkan yang seharusnya gak dia ceritakan karna pastinya itu melukai hatinya. "mobil kami terdorong sampai masuk kedalam sungai" kak Davi tiba-tiba menyerjitkan keningnya, kemudian tangan kirinya memijat keningnya. "udah kak jangan dilanjutin" tangan gue ikut memijit kepala kak Davi, bodo amat badan kami nempel, kalau ada apa-apa tinggal minta nikahin, elah nara kayak gampang aja. "orang tua kakak, sopir dan asisten rumah tangga yang juga ada didalam mobil itu meninggal, entah ini keberuntungan atau musibah, hanya kakak sendiri yang selamat" suara kak Davi bergetar, matanya kembali mengeluarkan airmata, kalau gue jangan ditanya gue udah nangis dari awal dia bilang kalau orang tuanya dibunuh. Dunia ini benar-benar kejam. "bagaimana menurutmu, jika kau tertidur selama 4 hari dan saat kau bangun kau sudah menjadi yatim piatu" katanya melanjutkan ceritanya dan mempererat pelukannya, getaran disuaranya membuat airmata gue lebih deras mengalir. "dalam beberapa minggu, ingatan soal kecelakaan itu menghilang, dan hanya menyisahkan ingatan bahwa orang tua kakak meninggal karna kecelakaan, hanya itu" gue mencoba mengendurkan pelukan kak Davi dan mendongak melihat wajah dan matanya yang sembab. "kenapa?" iya ini mulut gue bisa-bisanya nanya. Aduh Nara "hipnoterapy, karna kakak seperti orang gila setelah kejadian itu, Opa memaksa kakak untuk di hipnoterapy dan perlahan melupakannya, yah otak kakak melupakannya tapi kladang reaksi tubuh kakak jadi berlebihan saat melihat air dengan jumlah banyak, apa lagi naik speedboat, kalau kakak terpelanting dan jatuh kelaut gimana" kak Davi menarik hidung gue kemudian tersenyum, gue yakin dia lagi mencoba membuat gue nyaman dan menghilangkan perasaan gak enak gue, banyak yang ingin gue tanya, tapi gue harus sadar diri, gue gak boleh bikin kak Davi sedih lebih jauh lagi. Eh tunggu.. "kakak punya opa?" akhirnya gue bisa tau soal keluarga kak Davi, dia mengangguk kemudian tersenyulembut. "nanti kalau beliau datang kakak kenalin, sekarang kita tidur" kak Davi mengeratkan lagi pelukannya membuat badan gue benar-benar menempel dengannya. "kak" cicit gue, yah ini jantung gue mulai clubbing kayaknya. "boleh kan, kakak peluk kami sampai kakak tidur?" gue mengangguk dalam pelukan kak Davi, nyaman itulah yang gue rasakan saat ini, gini ya rasanya tidur sambil dipeluk pujaan hati, gini juga mungkin rasanya jadi mama gue yang selalu nempel sama papa. "kayaknya kakak harus mandi air dingin" gue bisa dengar kekehan kecil kak Davi, but why? Kenapa jadi ngomongin mandi? *** Sekarang kami sudah dijalan pulang, setelah tadi pagi terbangun dalam satu ranjang berukuran kecil yah tau bakal tidur seranjang mending sekalian pesan kamar dengan tempat tidur single, eh. Kami sekarang sudah berada di parkiran apartemen kak davi, kenapa kami disini? Soalnya kata kak Davi nanti siang dia ada meeting sama kliennya jadi dia mau siap-siap dulu abis itu ngantar gue dan barulah dia ketempat meetingnya. Gue mondar mandir di ruang tamu bosan, walaupun tv yang gue nyalain lagi nampilin drama korea yang gue gak tau judulnya apa, hari sudah hampir jam setengah 12 siang. Karna bosan gak tau kenapa gue malah jadi pengen lihat pemandangan dari jendela besar dikamar kak Davi, jadilah gue beraniin diri ngetuk kamar kak Davi. "kak" ini udah yang keberapa kali gue ngetuk kamar kak Davi tapi gak ada jawaban, gue beraniin diri, gue buka pintu kamarnya, dan taraaaa... kosong, bisa gue dengar suara gemericik air, lagi mandi toh, oiya ini orang mandinya kayak putri – putri kerajaan sodara-sodara lama bener, fakta baru. Gue berjalan mendekat kearah jendela, gak taunya ini kok gue kangen sama suasana kamar kak davi, aduh kak lihat kasur jadi keingat kejadian semalam, gue berjalan kearah tempat tidur, oiya gue belom pernah nyobain kasur kak Davi, hehee Dengan berani gue jatuhin badan gue keatas tempat tidur kak davi yang wadooow empuk banget, nyaman kayak orangnya. Eh.. Gue mengibas-ngibaskan tangan gue seperti sedang mencoba terbang, nyaman lembut dan aroma manly ini, aroma kak davi yang khas, tangan gue terus mengibas-ngibas sampai rasanya tangan gue menyentuh sesuatu dibalik bantal kak Davi, gue dudukan badan gue dan menyingkap bantal tersebut, sebuah HP canggih berwarna hitam dengan headset yang masih terpasang. Kak Davi suka dengerin musik kayaknya sampai ketiduran. Duh gue kepo beut, ini HP kak Davi kan ya? Oh iya dia pernah bilang soal HP khusus buat klien dia, karna gimanapun ini insting posesif gue keluar jadi gak apa-apa kankalau gue ngepoin isi hp pacar sendiri? Dih dipassword... yah pasti pass nya tanggal jadi kami, dan taraaa.... gak kebuka, asem.. 5 kali gagal bakal keblokir ni, ulang tahun kak Davi? Salah juga, ultah gue? Salah juga, apa dong, Aaarrggg.... ada satu lagi yang belom gue coba, tapi kalau salah piye? Bodo lah tanggung resikonya nanti, dan eng ing eng kunci hp nya terbuka, hayooo apa passwordnya? Yupss benar tangal kecelakaan mobil yang membuat kak Davi jadi yatim piatu, lah kan gue jadi keingat cerita semalam, dan darimana gue tau? Karna tadi pagi gue nanya biar nanti kalau hari peringatan gue bisa ikutan ke makam ketemu orang tua kak Davi, mau juga kan gue jadi mantu idaman. Gue pake headset ditelinga gue, dan langsung gue geser layar hp kebawah saat gue lihat ikon w******p yang bertengger diatas, biasanya kalau gitu menandakan ada pesan masuk dan, ini kayaknya kak Davi lagi dengerin pesan suara, ini kok kayak gue kenal ya suaranya? Seketika badan gue menegang, ini apa?. . . . ***

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN