EPISODE 17

2627 Kata
*** Author POV. . . Davi masuk ke dalam lift dan hendak menekan angka 30 sebelum "Tungguin gue woy" sebuah tangan mencoba menghalangi pintu yang akan tertutup. "Dari mana aja lo?" Davi melihat ke arah lelaki di sebelah nya yang sedang asyik menusuk - tusuk giginya dengan sebuah penusuk gigi. "Makan" jawabnya santai. "Udah tau, gigi lo banyak cabe" lelaki di sebelah nya, Rama tertawa garing. Davi dan Rama berjalan memasuki Alpartement nya, di sofa ruang tengah sudah ada Rafli yang duduk sambil memakan pop corn matanya asyik melihat ke arah tv. "Susah ya kalau gak ada adab, masuk rumah bukannya ngucap salam main nyelonong aja?" ucap Rafli, matanya masih melihat lurus ke arah tv. "Mana gue tau ada makhluk hidup yang udah nunggu di mari" Rama langsung duduk di samping Rafli dan menyomot segenggam penuh Pop Corn milik Rafli membuat empunya melotot kesal. Davi ikut duduk di sofa setelah mengambil se-botol air mineral dari dalam kulkas. "Ada berita apa ni?" Rafli dan Rama melihat dengan secara bersamaan ke arah Davi, Rafli langsung mematikan tv dan menaruh popcorn nya di atas meja. "Akh. . akhirnya kita ngobrol serius juga" Rama menelan kasar popcorn yang tadi dijejalkan nya secara paksa ke dalam mulutnya. Rama mengeluarkan HP nya dan fokus mencari sesuatu di dalam berkas file nya. "Ini hasil interview gue sama Anwar" Rama menaruh HP nya ke atas meja mendorong-nya sedikit agar mendekat ke arah Davi. "Interview? Bahasa lo kayak mau nyari karyawan" celetuk Rafli yang menatapnya jengah. "Lah kan lebih enak daripada kata interogasi? Berasa pak polisi gue" Rama kembali mengambil segenggam penuh popcorn diatas meja. "Lagipula, syukur ni si Anwar mau gue tanya-tanya" Rama sedikit mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Rama berjalan bersama Nara,Siska , Novi dan seorang gadis lagi yang dia tau bernama sisi, setelah kejadian labrak melabrak oleh Alona tadi membuat Rama merasa perlu menjaga pacar sahabatnya itu. Mereka duduk di tangga tak jauh dari halaman tempat bazqr yang sedang berlangsung sampai sosok Anwar muncul. "Loh, kak Davi mana?" tanya Nara saat melihat Anwar berjalan sendirian. Anwar menaikkan sedikit menaikkan bahunya "gak tau, tadi dibelakang gue, terus ngilang" Anwar terlihat bingung saat dia menoleh kebelakang Davi sudah menghilang. Nara sedikit merengut, kemudian duduk di anak tangga. "Gue permisi ya, mau ketempat lain lagi" pamit Anwar cepat sambil menggandeng tangan Sisi, tanpa menunggu jawaban dari yang lain Anwar sudah melangkah pergi. "Kenapa Ra?" Siska menyenggol lengah Nara yang terlihat tidak bersemangat. "Gue lupa nanya, tadi kak Davi sama Anwar ke mana aja?" "Lo takut mereka selingkuh?" Rama tersenyum jahil. "Apaan sih lo" Siska memelototkan matanya ke arah Rama dan membuat lelaki itu tertawa. "Ya udah, gue traktir es krim deh, sering-sering deh melototin gue, siapa tau lo jatuh cinta sama gue" "Najis" Siska membuang muka menjauhi tatapan Rama. "Siapa ni yang mau nemenin gue beli es krimnya?" Nara dan Siska menggeleng cepat membuat Novi mau tidak mau berdiri karna Rama sudah lebih dulu menarik lengannya. "Ya ampun Siska, jangan cemburu giti dong" Rama mengedipkan matanya genit. Siska sudah kembali menatap Rama dengan Horor. Rama berjalan bersama Novi hendak kembali ketempat Nara setelah memboyong 4 cup es krim. Sampai HP nya bergetar pertanda anda pesan masuk. Davi : gagal, lo aja. Rama menghembuskan napasnya kasar. Rama : laksanakeun. Nara ditangga dekat ruang prodi. Setelah membalas pesan Davi, Rama langsung berpamitan kepada Novi yang terlihat bingung, dan mengambil satu cup es krim rasa vanilla. Rama mengikuti Anwar yang sudah berada diparkiran, siap berangkat meninggalkan kampusnya. "Mau kemana mas bro? Buru-buru amat?" sebenarnya Rama sedikit terengah-engah mencari keberadaan Anwar namun dia mencoba terlihat sesantai mungkin. "Pu-pulang kak" Suara Anwar sesikit bergetar. "Lah, lo kok kayak ketakutan gitu? Kenapa? Belom makan ya?" Rama menaik-naikkan alisnya kemudian berganti tersenyum manis saat melihat Sisi disamping Anwar. "Ya udah kita makan dulu deh, lagian kalian baru bentar disini masa mau cabut?" Rama menaruh tangannya diatas pundak Anwar terlihat sedang merangkul namun Anwar tau Rama sedang mengintimidasinya. "Gak deh kak, kita mau balik aja" Sebisa mungkin Anwar ingin menolak, ingin menjauhkan diri dari masalah, cukup dulu saja dia harus berurusan dengan urusan yang membuat dia terpaksa harus keluar dari sekolah. "Gue yang traktir, tenang aja, lagian" Rama memandang kearah Sisi yang terlihat malu-malu. "Lo gak mau makasih setelah gue undang kesini?" Rama masih menatap kearah Sisi sambil tersenyum membuat gadis itu ikut tersenyum. "Jadi kakak yang kemaren DM Sisi?" Sisi terlihat antusias mengingat dua hari yang lalu ada yang men-DM instagramnya dan mengajaknya datang ke bazar ini. Rama mengangguk kecil tentu saja itu membuat Sisi menjadi tersipu malu tidak menyangka yang mengundangnya adalah orang dengan wajah yang menawan. Anwar menatap tak percaya kearah Rama, tentu dia tidak menyadari bahwa sejak awal dia sudah digiring untuk datang dan bertemu Nara dan Davi. "Kakak mau apa?" tanya Anwar tanpa basa-basi, Rama menaikkan alisnya seolah bingung dengan apa yang Anwar katakan. "Kita ngobrol sambil makan aja biar enak, Yok," Rama sedikit celingukan memperhatikan sekeliling. "Kita makan di Caffe bintang aja, lagi hits kayaknya" Saran Rama dan diangguki dengan semangat oleh Sisi, membuat Anwar mau tidak mau harus ikut. Mereka duduk betiga menghadap kearah meja yang sudah terisi penuh makanan. "Kok lo makan dikit amat?" Rama menyuap Sesendok nasi goreng kedalam mulutnya. "Kenyang kak" "Lo harus banyak makan, habis ini kita mau ngomongin bisnis" sontak Anwar menoleh kearah Rama. "Kak gue gak mau lagi terlibat yang kayak beginian, jujur gue bingung apa mau kalian" mata Anwar terlihat sendu, kejadian beberapa tahun lalu mulai meneruak keluar dari ingatannya. Sisi hanya memandang bingung kearah kedua orang dihadapannya, namun tetap melanjutkan makannya. "Ya udah kita ngobrol sekarang" Rama berdiri, dan menarik tangan Anwar agar ikut berdiri, raut wajah Ramah tadi berubah menjadi serius. "Ikut gue, dan lo" Rama tersenyum manis kearah Sisi yang masih kebingungan namun tetap memilih diam "tunggu disini ya" Sisi mengagguk kecil mengiyakan. Rama masuk kesebeuah ruangan dilantai dua Caffe tersebut. "Gak papa ni kak kita masuk kesini?" Anwar melihat kesekeliling ruangan terlihat jelas ruangan itu terlihat seperti ruangan kerja. Rama menunjukkan sebuah foto yang berada diatas meja kerja tersebut. Foto dirinya dan ketiga temannya. "Ini Caffe gue, jadi gak masalah" Rama menarik nafasnya berat "duduk, kita ngobrol santai aja, gue bisa jamin, mereka gak akan ganggu lo" "Kakak mau tanya apa?" "Gue suka lo to the point, oke kita mulai" Rama mengeluarkan HPnya membukan pesan dari Rafli yang mengatakan untuk membuat Anwar menceritakan apa yang terjadi padanya dan kedua temannya saat SMA sampai-sampai mereka harus keluar dari sekolah bersamaan. "Apa yang terjadi? Kenapa lo keluar dari sekolah?" **** *** "Apa yang terjadi? Kenapa lo keluar dari sekolah?" Anwar terdiam sesaat mencoba mengembalikan ingatan yang sejak tadi menjanggal pikirannya. Sampai kemudian dia menghembuskan nafasnya pelan sebelum dia mulai bicara. "Sebenarnya gue bingung kak gimana ceritanya, karna gue sendiri ngerasa gak tau apa² tapi gue dipaksa jadi korban" Rama diam matanya masih menatap anwar dengan tajam menunggu lelaki itu melanjutkan kalimatnya. "Gue bingung harus cerita darimana" "Dari awal" Rama memasang wajah seriusnya memaksa Anwar menceritakan segalanya. Anwar lagi-lagi menghembuskan nafasnya berat. "Gue bisa kenal sama Nara itu awalnya karna kami satu grup waktu MOS disana juga gue kenal Wisnu sama Haikal. dibanding anggota satu grup yang lain kami bertiga cukup dekat walau hanya dalam sehari," anwar menutup matanya sesaat ini sebenarnya bukanlah hal yang menyeramkan hanya saja entah kenapa sulit untuk diceritakan. Rama masih menunggu Anwar melanjutkan ceritanya, HP nya sudah merekam pembicaraan mereka tanpa sepengetahuan Anwar. "Sampai kami juga entah mungkin itu cuma kebetulan kami juga satu kelas,kqyal biasa kami akrab juga sering satu kelompok kalau bikin tugas, kakak pasti tau Nara itu orangnya Ramah, mudah berteman walaupun orangnya terkeaan biasa dia bisa dengan cepat beradaptasi, jujur dari awal gue suka sama Nara, gue bahkan kadang terang² an ngajak dia jalan, begitu juga haikal sama wisnu, sebenarnya kita cuma penasaran cowok kayak apa yang disukai Nara diantara kami bertiga, jadilah terbesit lelucon gila itu, kami" Anwar menggantung ucapannya membuat Rama mengerutkan dahinya tidak sabar menunggu kelanjutannya. Anwar menghembuskan nafasnya menghioangkan sesak didadanya. "Kami taruhan" anwar dengan takut takut melihat kearah Rama, namun Rama bahkan tidak bergeming. "Kami taruhan, siapa diantara kami yang bisa dapatin Nara duluan" Rama mengeratkan rahangnya tidak bisa dipungkiri dia merasa geram bagaimana mungkin orang sebaik Nara dijadikan barang taruhan. "Lanjutin" Anwar sedikit gemetar bagaimanapun menceritakan semua ini seperti membuka luka lama yang membuat dia trauma. "Sumpah kak kami gak ada niatan jahat sama Nara , kami cuma mau tau tipe nara itu yang kayak gimana," Anwar menutup matanya dan kembali melanjutkan ceritanya. "dan dari situ semua hal mengerikan itu terjadi" Anwar terrunduk lesu bagaimana mungkin hal seperti itu bisa terjadi padanya. "Sampai akhir ujian semester kenaikan kelas, bahkan Nara gak benar-benar serius nanggepin semua yang kami lakuin buat kedia" Rama hanya diam membiarkan Anwar bercerita sendiri. "Waktu itu kami nongkrong dibelakang kantin, gak sengaja wisnu ngebahas soal taruhan yang sudah hampir setahun kami lakuin, jujur gue bahkan gak nganggap serius taruhan itu,tapi kami gak tau kalau ada yang nguping obrolan kami jadilah malam mengerikan itu terjadi, kak please gue gak mau nyeritainnya lagi" suara Anwar sedikit bergetar. "Lanjutin, lo tau sekarang Davi juga dalam bahaya, lo harus cerita supaya kami bisa yakin gimana cara kami nyingkirin mereka" ucap Rama santai. Anwar menadahkan wajahnya menatap kearah Rama. "Kak Davi juga?" katanya tidak percaya. "Belom, jangan sampai, sebisanya jangan" "Oke bakal gue ceritain sampai selesai, semoga ini bisa ngebantu" Rama mengangguk mengiyakan. "Jadi, 2hari setelah itu, Nara chat gue, ngajakin gue ketemuan di taman dekat sekolah, kakak tau kan taman sepi didekat gang sempit?" Rama mengangguk. "Awalnya gue heran kenapa Nara chat ngajak ketemuan disana, tapi mungkin aja dia ada yang mau dia omongin sama gue, atau mungkin dia butuh bantuan, jadilah gue dengan buru² ketwmpat yang Nara bilang, dan disana" Anwar mulai menitikkan air matanya , menutup matanya sesaat, sebelum siap melanjutkan ceritanya. "Wisnu sama Haikal udah terkapar berdarah-darah dan beberapa preman berbadan besar, gue bingung, gue gak tau ada apa, jadi gue nyoba lari minta bantuan, tapi kakak tau sendiri disitu sepi banget, saat gue nyoba lari gue ketemu sama Reno, gue udah kalut banget, jadi gue berlari kearah Reno, minta tolong sama dia" Anwar mwncoba mengingat kejadian mengerikan yang nyaris merenggut nyawanya dan dua temannya itu. "Lo anak kelas X 1 kan? Please tolongin gue" Anwar mengguncang² tubuh Reno. "Ada apa?" Reno menatap dingin kearah Anwar "Lo panggil polisi, temen² gue sigebukin preman, tolongin" Anwar gemetaran. Reni tersenyum sinis "Terus gue harus tolongin gitu? Untungnya buat gue apa?" kalimat yang begitu dingin keluar dari mulut Reno. "Lo kok ngomong gitu, mereka bisa mati" Anwar menatap nanar kearah Reno. "Gue yang nyuruh mereka ngasih pelajaran sama mereka, memangnya kenapa?" Anwar melebarkan matanya tak percaya. "Apa maksud lo? Kenapa? Kenapa lo lakuin semua ini?" "Karna lo sampah" teriak Reno sembari menarik kerah baju Anwar, anwar ketakutan sudah ada beberapa preman dibelakangnya, bahkan dia kenal wajah duaborang diantaranya, orang yang sering bersama Reno "Gue gak ngerti" teriak Anwar frustasi, bingung dan ketakutan itulah yang dia rasakan. "Lo bodoh ternyata" Reno tersenyum sinis kemudian menarik lebih tinggi kerah baju Anwar. "Berani²nya lo jadiin Nara baramg taruhan" Reno mengeratkan rahangnya, Anwar melotot kaget. "Lo tau, sampah kayak kalian ini harus dibasmi" bisa anwar lihat Haikal dan Wisnu diseret paksa oleh beberapa preman. "Tapi kenapa lo tega kayak gini, ini cuma taruhan kecil, bahkan kami gak taruhan uang, cuma traktir makan" mata Anwar memerah, dia memang bukan lelaki yang bisa berkelahi. "Justru itu yang lebih buat gue marah, karna taruhan lo cuma merendahkan Nara" "Dan lo siapa kenapa lo lakuin semua ini" Anwar menatap tidak percaya orang gila didepannya. "Gue orang yang akan melindungi Nara dari orang² tidak tau diri kayak lo" anwar gemetar ketakutan, dia takut dia akan bernasib sama seperti kedua temannya yang sudah terkapar ditanah. Reno melepaskan tangannya dari kerah Anwar. Lalu menampar pipi anwar sampai lelaki itu terduduk ditanah. "Ayo pergi" ucap Reno datar, Anwar menatap tidak percaya, dalam hati dia bersyukur dia tidak dipukuli seperti kedua temannya. "Tenang aja lo gak perlu takut, pelaku gak mungkin babak belur juga kan" seorang lelaki berjaket biru berjalan melewati Anwar. Anwar terdiam mendengar kalimat tadi lalu mendongakkan kepalanya. "Apa maksud lo" "Lo yang nyewa preman buat mukulin mereka berdua" lelaki berjaket biru itu berjongkok dihadapannya kemudian menunjuk kearah dua temannya yang terkapar tidak berdaya. "Apa lo bilang? Kalian pelakunya" ucap Anwar tidak percaya. "Benar kah? Kita lihat siapa yang akan masuk penjara" lelaki itu tersenyum sinis, sampai kemudian semua membubarkan diri meninggalkan mereka bertiga dengan cepat Anwar berlari mencari pertolongan. "Jujur gue trauma banget ngingat semua ini" Anwar menatap Rama dengan mata penuh air mata, gue takut kak semuanya bakal terulang kalau gue ceritain masalah ini. "Lanjutin cerita lo, gue tau ini belom semua kan? Bagaimanapun lo gak bisa lari dari masa lalu, gue kan udah bilang, gue bakal jamin keselamatan lo, keluarga lo dan Sisi, so lo gak perlu khawatir" ucap Rama panjang lebar saat Anwar menatpnya dengan tatapan khawatir. "Gue pegang janji lo kak, oke gue lanjutin" Anwar menyeka airmatanya dan menarik berat nafasnya kemudian menghembuskannya pelan siap melanjutkan ceritanya. "Masalah sesungguhnya buat gue justru terjadi setelah malam itu, gue yang seharusnya jadi korban justru dijadikan tersangka" "Tersangka?" Rama menatap bingung, Anwar mengangguk kecil "oke lanjutin" "Keesokan harinya gue jenguk mereka dirumah sakit, tapi mereka berubah, mereka nuduh gue yang nyewa prema buat gebukin mereka, dan gue, gue" Anwar menitikkan airmata kembali mengingat hal mengerikan yang terjadi padanya. "Gue dipenjara, atas apa yang gak gue lakuin" Rama bahkan melongo mendengar ucapan Anwar. "Lo yang dipenjara?" "Iya kak, semuanya dituduhkan kegue, walau gue tau Haikal sama wisnu terpaksa buat ngaku kalau gue tersangkanya, mereka diancam, dan lo pasti tau kak gimana hancurnya hidup gue, setelah dua bulan dipenjara, gue dibebasin, dan kakak tau? Setelah itu gue tau Reno ngasi konpensasi 50jt kekeluarga gue, dan membuat gue dan mereka berdua keluar dari sekolah, Wisnu pulang keaceh, haikal dan keluarganya pindah kebatam, dan gue, gue mau gak mau juga harus pindah sekolah beberapa kali, dan gak jarang gue dibuli karna gue mantan napi, lo tau kan kak gimana mengerikannya itu semua? Mentang² dia orang kaya seenaknya dia memperlakukan kami kayak gini" Anwar menarik nafasnya panjang menyudahi ceritanya. "Kak, gue gak mau kak Davi juga bernasib sama kayak gue" ucap Anwar sungguh², dan dijawab Rama dengan tawa garing. "Santai aja, kuasa Davi lebih besar". " WOOW, ngeri banget bocah jaman now" Rafli mencomot kembali popcorn nya setelah mendengar isi rekaman itu. Davi hanya terdiam seolah memikirkan sesuatu. "Gue aja gak nyangka bakal separah itu" Rama menaikkan bahunya. "Lo udah jamin keselamatan Anwar?" "Kalau masalah itu, lo tanyain Rafli aja itukan bagian dia" Rama kembali mengambil paksa popcorn milik Rafli. Rafli mengangguk² kembali menyalakan tv. "Aman semua, gue udah nempatin orang buat jagain Anwar dan keluarganya plus pacarnya, paling gak sampai anwar balik ke jogja" "Anwar kuliah dijogja?" pertanyaan davi sukses membuat Rama dan Rafli kompak menatap kearahnya "Kebiaan lo dikasih informasi dibaca cuma sekilas" Rama melempar popcorn kearah Davi. Davi menatap jengah dan mulai berdiri meninggalkan kedua temannya itu. "Wooy ini gimana? Gak mau dibahas sampai selesai?" Melihat Davi yang mulai berjalan menuju kamarnya membuat Rama heran dan bicara sedikit berteriak. "Itukan tugas kalian, jagain gue" Davi memamerkan gigi putihnya tersenyum sumringah membuat kedua temannya itu geram untuk melempar sofa kearah lelaki itu. "Oiya satu lagi, ganti orang yang jagain Nara, Nara udah tau kalau dia diawasin, dan juga cari orang yang profesional, mau ngawasin orang tapi pakai sedan hitam baju serba hitam kaca mata hitam, siapa coba yang ngelihat gak ngira itu penculik" jelas Davi panjang lebar mengingat orang yang tadi siang mengikuti mereka. "Iya nanti gue ganti" Rafli menatap lurus kearah tv. "Tumben orang suruhan lo gak becus" Rama sedikit berbisik, tangannya mencoba mengambil popcorn kembali namun sayang sudah keburu di pukul oleh Rafli membuat Rama memasang tecingar. "Anak baru, biasa" jawab Rafli santai. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN