***
Author POV
Davi berjalan dengan tergesa-gesa membiarkan puluhan pasang mata menatapnya aneh dan ada pula yang menatapnya dengan tatapan memuja Davi yang selalu ramah dan suka tersenyum tiba-tiba terlihat sangar dia mengeratkan rangangnya meminimalisir kemarahan yang tadi baru saja dilampiaskannya.
Davi berjalan dikoridor Gedung Akuntansi memperhatikan setiap tulisan diatas pintu ruangan mencari ruang 2.2 tempat Nara berada, walaupun satu fakultas namun davi sangat jarang datang kegedung Akuntansi selain karna dia jurusan manajemen yang berbeda gedung juga karna larangan Nara untuk tidak menemuinya saat kuliah dengan alasan takut dibully, karna Nara berpacaran dengannya.
Davi memperhatikan seorang gadis berambut panjang sedang berdadah-dadah ria kearahnya dan dia mengenali wajah itu, Siska sahabat Nara sedang tersenyum memberi kode untuk segera mendekat.
Davi menghela napasnya kasar agar emosinya sedikit mereda dia tidak mau menambah masalah.
"Mana?" tanya davi sesampainya didepan Siska
"tuh" Siska menunjuk kearah bangku paling belakang, terlihat seorang gadis sedang menenggelamkan kepalanya diatas meja menghadap ketembok.
"Thanks" Davi berjalan kearah Nara, dan Novi yang tadinya duduk didekat Nara menyingkir memberikan ruang untuk Davi mendekat. sontak orang-orang didalam ruangan itu menjadi heboh maklum tidak biasanya seorang arka davi datang ke Gedung Akuntansi, yah walaupun gedung jurusan mereka tidak terlalu jauh tetap saja ini merupakan momen langka.
banyak yang berbisik-bisik tidak jelas seolah-olah bertanya sedang apa sang The Most Wonted datang kekelas mereka bahkan banyak juga yang berkerumun melihat dari luar ruangan.
kehebohan semakin menjadi saat Davi berjongkok disamping Nara dan mengelus kepalanya.
"Nara"
***
Nara POV.. . .
Dari tadi pagi gue mager banget, mau buka mata aja mager banget, gimana enggak baru bangun otak gue udah ngingatin masalah foto kak Davi, Aarrgg pengen gue jambak rasanya tuh cewek padahal semalam udah mikir tenang sekarang bangun tidur malah uring-uringan lagi.
Gue baru inget kalau hari ini jam kuliah yang seharusnya siang diganti jadi pagi, jadilah sekarang gue udah duduk anteng dimeja makan, untung mama gue udah pulang dan udah masak sarapan so gue gak harus makan mie instan lagi bareng vino, maklum gue gak suka kedapur takut ngebakar rumah, terakhir gue masak telor goreng apinya masuk kedalam wajan dan lo tau gimana paniknya mama gue? bukan panik karna takut gue kenapa-napa tapi takut Dapur beserta koleksi piring mama gue kebakar, Uuuy Emak Gue
gue duduk mojok paling belakang, gak biasanyakan? biasanya gue paling suka duduk didepan biar apa? biar papan tulisnya kelihatan secara gue seketek doang iya kali duduk dibelakang cuma bisa mandangin kepala temen-temen kelas gue.
Siska sama Novi apa kabar? tenang gue gak ngomong sepatah katapun kok sama mereka kan gue lagi mode ngambek, walau bukan salah mereka juga sih, salah gue aja yang kudet tapi namanya juga gengsi ya pura-pura kesel aja biar dipujuk #eh
Gue bahkan gak fokus dengerin dosen gue cuap-cuap manja, jujur gue gak napsu kuliah, nih tangan udah greget banget buat nelpon kak Davi tapi gue mesti sabar sampe dia yang ngubungin walaupun dalam hati juga ada yang berbisik kak Davi gak bakal ngubungin gue, Dasar Bisikan Setan.
sampai gak tau ada apa orang-orang pada grasak-grusuk padahal dosen lagi gak ada, gue sih bodo amat, otak gue masih jungkir balik mikirin kak Davi, apa gini ya yang namanya cemburu atau patah hati? eh tapi kami masih pacaran? kalau kak Davi minta putus gimana? secara tu cewek cantik banget gila aja ada cowok gak hilaf. paling gak gue harus nyiapin hati buat ketemu muka sama kak Davi Nanti.
sampai gue ngerasa ada yang ngelus kepala gue
"Nara"
Deg. . .
suara ini. . .
Kak Davi, ngapain disini? pantesan ni kelas mendadak krasak-krusuk gak jelas
berani nengok gak ya gue. . .
Nengok. . . enggak
Nengok. . . enggak
Nengok aja kali ya tapi takut. . .
"Nara" ja elah pake manggil lagi tambah deg-degan ni malu juga kayaknya dilihatin banyak orang. sesaat senyap gue gak denger suara kak Davi selain yang lain masik krasak-krusuk.
"kalian masih ada jam kuliah?" kak Davi kayaknya lagi nanya sama seseorang gue masih gak berani nengok soalnya mendadak suara kak Davi kedengaran beda dan bikin gue agak ngeri.
"enggak, habis ini kosong" gue enger kayaknya Siska yang jawab.
"Nara" kak Davi ngelus kepala gue lagi dengan suara yang melembut gue bisa dengar suaranya sejajar sama kkepala gue yang berarti kak Davi lagi jongkok disamping gue.
Sreeeetttt. . .
pandangan gue menjauh dari dinding, gimana enggak kursi yang gue duduki terseret kekanan ditarik seseorang, sontak gue negakin kepala kaget, dan kak Davi sudah berada tepat didepan gue dengan wajah yang kelihatan 'Marah'.
Kak Davi menangkap tangan kanan gue dengan tangan kirinya dan tangan kanannya mengambil tas gue yang nyander didinding, maksa gue buat berdiri. ini pertama kalinya gue ngelihat wajah kak davi kayak gitu dan gue ngerasa 'takut'.
gue berdiri mematung didepan kak Davi masih bingung harus berekspresi seperti apa.
"Naranya gue pinjam dulu" kak Davi menoleh kearah Siska dan Novi yang tersenyum mengiyakan dan langsung berbalik badan nyeret gue supaya ikutan jalan.
tangan gue rasanya agak sakit digenggam erat sama kak Davi yang berjalan cepat, bisa lo bayangin gimana gue yang pendek ini bisa buat ngimbangin jalan seribu kak Davi? iya kaki gue keseret-seret setengah berlari kagak mikir apa ya ni orang kalo kaki dia itu kelewat lebar langkahnya .dan herannya gue gak protes dan ngikutin aja seolah menikmati momen digandeng cowok ganteng ditengah keramaian koridor dengan banyak pasang mata yang keheranan dan iri tentunya.
setelah berjalan cukup lama sampailah kami disamping mobil kak Davi yang terparkir di parkiran gedung jurusan manajemen yang jaraknya gak terlalu jauh dengan parkiran gedung jurusan gue, kak Davi bersiap membuka pintu buat gue dan melepaskan genggamannya.
"Mochi gimana?" gue beraniin buat nanya
"Rafli yang urus masuk" dia membalikkan badan gue agak masuk kedalam mobil, mata gue terperannga melihat apa yang ada dikursi yang biasanya gue duduki ini, bucket bunga mawar merah dan sebuah paper bag yang bisa gue lihat berisi coklat silverqueen berukuran jumbo.
gue noleh kearah kak Davi, dia tersenyum kecil
"buat siapa?" tanya gue sok bego, padahal emang iya
"buat pacar" kak Davi masih tersenyum kecil seolah nunggu reaksi gue dan gue gak habis pikir sama reaksi gue sendiri.
"Pacar yang mana ni?" gue ketus
"emang kakak punya berapa pacar?" senyum tadi menghilang, dan kak Davi maksa gue buat masuk dan mindahin bunga dan coklat keatas pangkuan gue dan menutup pintunya.
kak Davi melajukan mobilnya, menatap lurus dan tidak bicara apa-apa, jujur gue ragu harus apa walaupun kita sering dalam keadaan ini keadaan diam saat berkendara tapi ini beda wajah kak Davi dingin banget, serem eeey selama setahu pacaran baru kali ini gue lihat ekspresi yang kayak mau nelan orang gini.
gue beraniin diri gue nyium bunga mawar yang tadi katanya kak Davi buat pacarnya. dan seingat gue, guelah pacarnya jadi gak salah dong kalau gue cium ni bunga secara ini juga mawar kesukaan gue.
suasana hening ini sangat menyiksa pikiran gue.
"Kak dengerin radio y?" tangan gue udah siap mencet play di radio mobilnya namun ditepis oleh kak Davi seolah ngelarang gue buat nyalainnya.
"kak kita mau kemana?" bingung juga dari tadi dia diem gak ngasih tau mau kemana
"diem" ketus amat yak ni orang
gue bingung harus apa mana jalannya padat pula. gue meluk tas gue erat nempelin badan gue kearah pintu mobil.
"sumpah ya kan seharusnya gue yang marah ini kenapa malah dia yang lebih sangar" gue bergumam sendiri, heran juga. gue ngelirik kearah kak Davi dia masih anteng menghadap kearah depan memperhatikan jalan. masih hening dan sesekali gue mencuri pandang kearah samping memastikan mata gue gak salah, seorang Arka Davi terlihat sangat seram sodara-sodara.
"Apa? ngelirik terus? udah tau kakak ganteng" katanya tanpa menoleh kearah gue, Sialan
gue mendengus kesal rasanya pengen mencak-mencak terus ngejambak rambut cewek difoto itu, eh? tukan keinget itu lagi, berani gak ya gue tanyain sekarang.
Mobil kak Davi berbelok masuk ke wilayah apartemennya paling gak gue tau dia bawa gue kerumahnya, Eh rumah? kan kagak ada orang ya? ini orang mau apa? kok gue berasa takut ya?
"kakak gak mau jelasin apa gitu?" gue udah kehabisan kesabaran kayaknya. kak Davi membuka kaca mobilnya memanggil seorang satpam yang berdiri tidak jauh dari kami
"Siang pak ino" tangannya mengamit kecil sembari tersenyum seperti biasa, gue cengo gila kali ni orang yak? tadi mukanya datar banget sekarang udah senyum mempesona.
"tolong pesanin saya Nasi padang 2 lengkap antar kekamar saya, saya tunggu paling lama setengah jam" pak Ino yang dipanggil tadi mengangguk kecil dan gue? gue cengo? bingung sejak kapan pesan makanan bisa lewat satpam? emang tu satpam buka rumah makan padang?
gue masih membungkam sambil memeluk tas gue saat kak Davi memarkirkan mobilnya, turun dan membukakan pintu disamping gue.
"ayo turun" gue natap bingung kak Davi menjulurkan tangannya.
***
***
Author POV. . . .
"tu orang PMS kali ya? kan seharusnya gue yang marah ini malah dia yang lebih galak" Nara bergumam kecil sambil menunjuk dirinya sendiri berjalan mengekor mengikuti Davi. "gak pengen apa dia ngomong sesuatu gitu ke gue? gak tau apa seharusnya gue yang marah saat ini, Kan gue yang butuh penjelasan, Dasar Gabut"
Buug...
"eth dah idung gue" Nara mengusap-usap hidungnya yang menabrak lengan Davi yang sedang berdiri menyamping "Kalau berenti bilang-bilang dong? kalau hidung Nara jadi pesek gimana?" Rutuk Nara menambah kekesalan yang sejak kemarin ia pendam
Davi menoleh tepat kearah wajah Nara, "mangkanya kalau jalan itu Fokus, lagian juga ini" davi menunjuk kearah hidung Nara "ini bisa dibilang mancung ya??" Davi tersenyum kecil mengejek "Minimalis" kata davi menambahkan, Nara mendengus kesal
"terus ngapain berdiri disini?" Nara celingukan melihat sekelilingnya, Davi sedang berdiri didepan pintu "ini Apartemen kakak?" nara menunjuk kearah pintu "kok gak masuk?"
Davi menoleh kearah Nara dan menunjuk kearah pintu "Buka" kata davi singkat membuat nara terpelongo.
"sesaam buka pintu" Nara sambil mengangkat kedua tangannya "simsalabim"
"Kau sedang apa?" Davi menginstrupsi
"buka pintu? menurut lo?" desus Nara yang masih amat-sangat kesal dengan kelakuan aneh Davi hari ini dan hal bodoh yang sedang ia lakukan sekarang. Davi menghela Napas kasar
"memang ini pakai sensor suara?"
nara menaikkan bahunya "Apartemen siapa minta bukain siapa?" nara membuang muka menghindari tatapan Davi
"kau kan tau passwordnya, cepat buka?"
"mana nara tau? bukan rumah nara?" lagi-lagi nara tidak mau menatap wajah davi
"passwordnya tanggal penting kita" Davi mencoba menurunkan suaranya agar terdengar seperti biasa
"masa? tanggal penting kita atau tanggal penting sama yang lain?"
"jadi kita mau terus berdebat didepan pintu? atau mau masuk dulu?" Nara mengembungkan pipinya seolah menahan napas, dan memperhatikan kepala davi memberi kode nara untuk menekan passwordnya, dengan malas akhirnya Nara menekan passwordnya dan waaalaaah pintu terbuka.
Nara masih mematung didepan pintu
'mau apa ni orang ngajak gue kerumahnya? gue gak bakal di apa-apainkan? kalau ternyata gue dihipnotis buat ngelupain semuanya gimana? eh sejak kapan kak Davi bisa hipnotis orang
Nara termenung asik dengan pikirannya sampai dia merasa keningnya terasa sakit
"aaaau" davi menyentikkan jarinya tepat dikening Nara "jangan banyak mikir, nanti otak mu overload" Nara melongo mendengar kata-kata davi yang langsung masuk kedalam apartemennya "mau sampai kapan kau berdiri disitu? mau jadi patung selamat datang?" kata davi sambil tersenyum jahil
"cih" Nara berdecak kesal percuma rasanya dia merasa kesal karna sepertinya Davi malah menikmati rasa kesal dari Nara. Nara berjalan malas kedalam apartemen, dan menaruh tasnya disofa ruang tengah bisa dia lihat davi sedang menyiapkan gelas dan mengambil air dari dalam kulkas, entah mengapa Nara merasa kangen dengan tempat ini padahal baru sekali ia datang kemari.
Davi meletakkan air diatas meja dan duduk diatas sofa menghadap ke Nara yang asik memandang kearah pintu kamar Davi, Davi mengikuti arah pandangan nara
"Mau berduaan dikamar aja?" davi tersenyum menyeringai, Nara bergedik mendengar kalimat davi "Modus" nara langsung mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu meneguknya dalam sekaligus.
"kak"
"kita bicara setelah makan" ucap davi enteng sambil membalik koran yang entah sejak kapan dia buka.
"tumbem gak bilang hhmmm" gumam nara
"hmmm?" Davi mendongak kearah Nara
"ja elah baru diomongin udah keluar aja tuh kata" gumam Nara kembali membuat Davi mengerutkan dahinya bingung
"apa liat-liat" Nara sok sangar malah membuat Davi tersenyum tertahan, Davi kembali fokus ke koran yang sedang ia baca sementara nara bingung harus apa? sampai dia teringat kalau sejak tadi pagi hpnya belum dia keluarkan dari dalam tas.
saat layar hpnya diusap muncul
9 panggilan tak terjawab
Prince
Nara mendongak kearah Davi, sedikit merasa bersalah karna dia berpikir Davi sama sekali tidak menghubunginya
"apa lihat-lihat?" kata davi mengembalikan kalimat Nara tadi
"Cih" Nara kembali mendengus kesal percuma dia merasa tidak enak toh orangnya tetap kelihatan santai
selain itu juga banyak pesan masuk dari Siska dan Novi yang mencoba membujuknya membuat Nara tersenyum kecil, rasanya tidak enak juga seolah nara menjadikan kedua sahabatnya itu sebagai korban salah sasaran kekesalannya, dan satu pesan menarik perhatiannya
Mama : tadi davi kerumah, kalian berantem?
Nara kembali mendongak melihat kearah Davi yang terlihat masih anteng membaca korannya, ternyata Davi tadi pagi kerumahnya dan pandangan Nara jatuh kearah bunga dan coklat disamping tasnya.
Ting. . .Tung. . .
Davi melipat korannya dan menaruhnya diatas sofa berjalan menuju monitor lalu menuju pintu dan membukannya. sampai masuklah 2 orang laki-laki dan perempuan membawa makanan yang tadi dipesan Davi, dan menyiapkannya diatas Meja.
Davi mengantar kedua orang tersebut keluar dari Apartemennya dapat Nara lihat davi mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang ke orang tersebut, tapi fokus nara lebih kepada pemandangan menggiurkan diatas meja.
Davi tersenyum kecil melihat Nara yang terpaku melihat kearah meja
'tau banget ni orang kelemahan gue
Nara menatap Davi yang sudah duduk didepannya
"ayo makan"
Nara malah terlihat bingung harus makan dengan apa dulu? Nasi sudah ada dipiringnya hanya saja dia bingung harus makan dengan lauk apa? ada berbagai masakan padang yang sudah tersaji diatas meja, mulai dari Rendang ayam dan ikan panggang, sambal ijo sampai perkedel kesukaan Nara
Davi sudah menyuapkan Nasi dengan Ikan bakar kedalam mulutnya "kok diem gak laper?" tanya davi sambil tersenyum jahil membuat Nara memasang wajah cemberut
'gimana gue bisa marah-marah nanti kalau kekenyangan, nyesel juga ngiya-iyain aja dari tadi Batin Nara.
Davi membalik sendoknya setelah Nasi didalam piringnya habis membiarkan matanya memandang kagum kearah Nara yang sedang asik dengan makanannya
"Habisin " Davi menggantung kata-katanya, membuat nara menoleh kearahnya
"semuanya" sambungnya
Pruufft. . .
Nara nyaris menyemburkan nasi yang ada didalam mulutnya, dan melihat diatas meja masih banyak lauk pauk yang bahkan belum tersentuh.
kemudian Nara membalik sendoknya menandakan kalau dia sudah tidak ingin makan membuat davi menaikan alisnya "kakak kan suruh abisin?"
Nara menarik Nafas dalam, "Ayo kita mulai pembicaraannya" walaupun didalam hatinya nara merasa agak takut juga karna davi terlihat seolah-olah tidak bersalah.
Davi paham Nara sedang dalam mode serius sekarang "Beresin dulu mejanya, abis itu cuci piring" perintah Davi, Nara masih mematung memandangi Davi membuat Davi yang sejak tadi mencoba santai menjadi ketar-ketir.
"tanyakanlah apa yang mau kau tau?" Davi mencoba terlihat santai dan tenang
Nara lagi-lagi menarik Napasnya dalam-dalam tiba-tiba rasa sakit hatinya semalam mulai menyeruak keluar
"siapa dia? yang difoto?" Nara mulai mengintrogasi Davi
"teman satu angkatan, namanya Alona sekretaris Bem" jawab davi singkat
"maksud nara apa hubungan kakak dengannya?" entah kenapa Nara merasa ingin menangis mendengar jawaban davi yang santai seolah tidak merasa bersalah, padahal biasanya mood nara akan sangat bagus setelah perutnya kenyang.
"kan sudah kakak bilang teman satu angkatan"
"Kenapa kakak foto kayak gitu sama dia?"
"kerjaan teman iseng" melihat Davi yang terlihat santai membuat mata Nara memanas
"Apa menurut kakak ini bukan masalah? kakak gak mau jelasin ke nara? apa kakak gak merasa bersalah?" Air mata sudah menggenang dipelupuk matanya, Nara bukan orang yang cengeng seharusnya dia hanya perlu mendengarkan penjelasan Davi hanya saja hatinya terasa sakit, dan merasa takut, takut dipermainkan sama seperti rasa sakit karna seseorang dulu.
"Nara" Davi terlihat panik melihat air mata nara, ini pertama kalinya davi melihat nara menangis. sikap tenang davi tadi menghilang dengan cepat dia berpindah kesamping nara.
"Nara tau nara gak cantik, gak langsing, gak pantes bersanding dengan kakak. Nara juga ngerasa kok cuma nara yang antusias dengan hubungan kita, cuma nara yang selalu bilang kalau nara sayang sama kakak, kakak bahkan tega gak ngasi kabar seharian" ungkap nara panjang lebar membuat Davi terdiam mematung dia tidak sadar bahwa nara yang selama ini ceria disampingnya merasa tertekan.
Refleks davi meraih tubuh Nara dan memeluknya dalam-dalam, menahan isakan Nara didalam pelukannya. "tanya satu-satu biar kakak gak bingung jawabnya" Davi melonggarkan pelukkannya.
"kakak kenapa dari kemarin gak ada kabar?" tanya Nara masih dalam pelukan Davi
"kemarin kakak ada meeting dengan klien, dan mengurus ini itu sampai tengah malam, dan HP pribadi kakak ketinggalan diatas tempat tidur, kalau tidak percaya kau bisa tanya Rafli karna kemarin seharian kakak bersamanya." jawab davi panjang lebar.
Nara tediam sesaat menikmati detak jantung Davi yang terdengar berdetak cepat sehingga nara bisa mendengarnya, dan hatinya meng iyakan bahwa davi tidak berbohong
"bunga dan coklat?"
"untuk membujukmu" Davi melepaskan pelukannya menatap langsung kemata nara meyakinkan kalau dia tidak berbohong.
"soal foto? kakak baru tau tadi" Sebelum Nara menanyakannya davi sudah berinisiatif menjawabnya. "kakak gak tau kapan foto itu diambil? kau tau sendiri kakak suka ketiduran dimana saja" Nara tersenyum kecil tau kebiasaan Davi yang kebo dan mudah tidur, bahkan Davi bisa tidur dalam waktu hitungan detik hanya dengan berbaring diamana saja.
"kakak gak ada hubungan apa-apa dengan dia"
"terus kenapa tadi kakak sangar sama nara?" Davi terlihat bingung mau menjawab apa? secara tadi dia hanya terbawa emosi karna foto tersebut. "karna kau mendiami kakak dan tidak mengangkat telpon" alasan Davi. Nara terdiam mencerna omongan Davi
"dan soal cantik atau tidak " dan menghela napas dan mencoba mengatur napasnya, benjawab sebelum nara bertanya dan mengusap airmata dipipi nara seolah berkata sudah jangan menangis.
"kau cantik, cantik dengan caramu sendiri, perempuan pertama yang menarik perhatianku" Davi memegangi kedua pipi Nara
"kenapa kakak gak pernah bilang cin. . ."
"karna malu" sela davi sebelum nara selesai bicara, mendengar kalimat davi membuat nara hendak menangis lagi
"Aah ayolah jangan buat kakak mengatakan hal memalukan itu" Davi menyandarkan kepalnya diatas sofa karna sejak makan tadi mereka duduk lesehan dilantai.
"jadi menurut kakak mengatakan cinta itu memalukan" nara memanyunkan bibirnya mencibir tidak percaya.
"bukan itu yang memalukan tapi kelakuanku" cicit davi membuat Nara bergedik bingung
"aaah ini benar-benar memalukan untuk dikatakan" davi mengacak rambutnya frustasi, dan nara menunggu dengan tatapan intens kearah davi
"baiklah" davi menegakkan tubuhnya kembali menghadap Nara "kau jangan mentertawakanku" Davi menarik Nafas dalam-dalam siap bercerita kebenarannya kepada Nara.
"kau ingat saat kau menyatakan perasaan padaku?" Nara mengangguk kecil
"apakah menurutmu itu kebetulan?" Nara menyatukkan alisnya
"iya kebetulan ketemu kakak dibelakang sekolah, Takdir" ucap nara yakin, davi menggelengkan kepalanya membuat nara bingung
"bagaimana kalau kakak bilang kalau sebenarnya kakak mengikutimu kebelakang sekolah?" Nara makin bingung "kok gitu? bukannya kakak lagi nelpon?"
"kalau mau nelpon kenapa harus berjalan sejauh itu?" menyadarkan nara sesuatu nara kebelakang gedung sekolah yang cukup jauh dari aula tempat acara perpisahannya, kemudian kembali menatap Davi menunggu lanjutannya
"Hari itu kalau kau tidak menyatakan perasaan duluan, kakak yang akan melakukannya" Ucap davi yakin membuat nara melongo tidak percaya
"jangan menatapku begitu" Davi menarik hidung nara membuat gadis itu meringis kecil "bohong" nara mengusap hidungnya
davi kembali menyandarkan kepalanya kesofa dan menatap langit-langit sambil merentangkan tangannya "susah ya ngomong denganmu"
"habis kata-kata kakak gak masuk akal" Nara tidak percaya
"Lalu menurutmu kenapan kakak langsung bilang ya saat itu tanpa pikir panjang?" kalimat ini sukses membuat nara tertegun. benar juga davi langsung menerimanya tanpa pikir panjang
"Karna aku menyukaimu jauh sebelum kau menyadarinya"
***