ADIK YANG HILANG

1005 Kata
"Serius? Akhirnya?" Sagara merasa kaget sekaligus senang. "I'm happy for you." Bayi cantik yang diberi nama Ayudisa Kalingga tiba tiba lenyap di tengah duka meninggalnya Arsyana Oendari. Istri dari Ardika Kalingga dan mama dari Arkatama Kalingga itu meninggal dunia karena komplikasi ketika melahirkan Disa. Saat kejadian, Disa mungkin baru berusia dua minggu. Ia hilang dari kamar tidurnya sendiri. Ketika itu, Saga dan Tama masih berusia tujuh tahun. Jadi bayangan kejadian itu samar samar saja melekat di benaknya. Pencarian Disa tak pernah berhenti. Ia tahu betapa keras upaya Tama dan Om Dika untuk menemukannya. Dan sekarang, dua puluh lima tahun kemudian, ternyata ada titik terang kalau ternyata Disa masih hidup di dunia ini. "Jadi sejak dua puluh lima tahun lalu, kita mencari bayi perempuan di setiap panti asuhan yang ada di Jakarta. Tapi nihil," jelas Tama. "Kita lalu memperluas area pencarian, hingga ke Depok, Bogor, Bekasi dan juga Tangerang. Sayangnya tidak juga ketemu," Tama menarik nafas panjang. "Kamu bayangkan, berapa ribu panti asuhan yang harus kita cek. Belum lagi, Disa hilang kala bayi. Jadi belum banyak foto yang kita miliki. Semuanya serba terbatas," Tama menerangkan. "Apalagi wajah seorang bayi kadang mengalami perubahan yang membuatnya berbeda dari bulan ke bulan." "Apa yang membuatmu yakin Disa masih hidup? Dimana Disa sekarang? Apa petunjuk baru yang kamu dapatkan?" Saga makin penasaran. "Itu yang harus ditelusuri lagi, tapi ada jejaknya," ungkap Tama. "Satu bulan lalu, ada telepon gelap menghubungi papa. Katanya dia tahu kalau kita sedang mencari seorang bayi perempuan." "Si penelepon bilang kalau dia dulu bekerja di sebuah panti asuhan di Tangerang. Dia mengungkapkan kalau ada bayi perempuan dititipkan di panti asuhan tempatnya bekerja pada dua puluh lima tahun lalu. Tak hanya itu, dia memberikan bukti foto," Tama menambahkan. "Sayangnya, dia tidak menyebutkan nama panti asuhannya." "Tentu saja papa tidak percaya begitu saja. Tapi.. Foto itu menunjukkan kalau bayi tersebut mengenakan topi yang mirip dengan yang terakhir dikenakan Disa. Itu topi rajut yang mama buat sendiri, jadi tidak diperjualbelikan dimana mana," jelas Tama. "Akhirnya, foto bayi itu kita bandingkan dengan foto Disa yang kita miliki. Hasilnya.. Cocok," Tama menjabarkan semuanya. "Kemungkinan besar, siapapun yang menculik Disa meminta siapapun di panti asuhan untuk menutupi keberadaannya. Itu sebabnya, bertahun tahun lalu saat mencarinya tidak ada yang mengakui keberadaan seorang bayi perempuan," terang Tama. "Padahal faktanya, Disa ada di Tangerang." "Kita mendatangi ulang semua panti asuhan di Tangerang. Akhirnya satu minggu lalu, ketemu. Tapi, ternyata Disa sudah keluar dari panti asuhan itu sejak usianya lima belas tahun," Tama melanjutkan ceritanya. "A-apa? Kemana dia saat usianya masih lima belas tahun?" Saga tak percaya. Ia merasa miris dengan nasib Ayudisa. Bagaimana mungkin di usia masih kecil tapi hidupnya tidak jelas. "Aku hanya berharap kalau Disa baik baik saja," Tama berubah murung. "Tapi aku sedikit tenang karena menurut informasi dia dibawa pergi oleh bibik yang biasa bekerja di panti asuhan itu." "Sekarang kita lagi menelusuri jejaknya sejak keluar dari panti asuhan," tambahnya. "Kenapa Disa keluar dari panti asuhan?" Saga mengerutkan keningnya. "Saat itu, ada informasi kalau panti asuhan akan ditutup. Itu sebabnya Disa keluar dari rumah itu," Tama menjawabnya. "Sekarang kita lagi menelusuri jejaknya sejak keluar dari panti asuhan, dengan mencari keberadaan bibik itu. Mau tidak mau setidaknya wilayah pencarian meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Ini makan waktu karena kamu bisa bayangkan melakukan cross reference lebih dari sepuluh juta penduduk," Tama menarik nafas panjang. "Kamu tinggal cari dari nama bukan? Apa Disa menggunakan nama Ayudisa? Atau nama lain?" tanya Saga. Entah siapa namanya sekarang. Bisa saja dia ada di luar sana menggunakan identitas yang berbeda. "Itu dia persoalannya. Saat keluar panti asuhan, dia belum mendapatkan dokumen dokumen seperti akta lahir, kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. Jadi kita tidak bisa mendeteksi data data kependudukannya," jelas Tama. "Tapi, namanya? Siapa nama Disa yang tercatat di panti asuhan?" Saga mengulang pertanyaannya. "Namanya Prisca. Tanpa nama panjang," Tama menjawabnya. "Hmm.." Saga menggumam. "Lalu nama bibik itu?" "Tidak jelas. Orang orang hanya memanggilnya dengan sebut bik Nana," ungkap Tama. "Setidaknya Disa selamat. Itu saja jadi informasi yang melegakan," Saga mengangguk. Tama mengiyakan, "Itu seperti secercah harapan. Aku semakin yakin akan segera menemukannya." "Oh ya, mmm.. Ada salah satu karyawati di sini berbaik hati mentraktirku kopi. Aku.. Mmm.. Ingin berterima kasih, tapi tidak tahu namanya. Apa bisa aku mendapatkan data karyawan?" Saga dengan ragu meminta. Tama hanya tergelak, "Big NO! Itu pelanggaran. Data karyawan adalah rahasia." "Bagaimana mungkin kamu menerima traktiran kopi dari seseorang tak dikenal?" Tama hanya menggelengkan kepalanya. "Panjang ceritanya.." Saga tersenyum sendiri, "Aku akan terus memaksamu sampai mendapatkan data perempuan itu." "Coba saja, siapa yang mengalah lebih dulu," Tama tersenyum. "Aku atau kamu..." "Let see.. Kamu tahu kalau aku tidak mudah menyerah," Saga merangkul Tama dan mengajaknya duduk di sofa, "Sekarang kita bicara bisnis.." *** Arumi kembali duduk di meja kerjanya dan menikmati kopinya. Ia membaca beberapa laporan keuangan tahun tahun sebelumnya untuk mempelajari cara penulisan laporan standar di perusahaan ini. Tak terasa, waktu istirahat pun berakhir. Karyawan dan karyawati lain mulai bermunculan. Manik duduk di sebelahnya, "Kamu tidak makan siang?" "Terlalu seru membaca laporan laporan keuangan ini," Arumi tersenyum. "Kamu lucu, kenapa bisa se happy itu belajar soal akuntansi dan keuangan..?" Manik tergelak. Tiba tiba sosok Ravindra melintas. Manik meliriknya secara sekilas tapi lalu memalingkan muka. "Rumi, kamu harus hati hati ya sama si pak bos satu itu," jelas Manik. "Memang kenapa?" tanya Arumi. "Kita akui kalau pak Ravi memang ganteng, tapi dia itu katanya pemain," Manik berbisik. "Pemain bagaimana?" Arumi bingung. "Perempuannya banyak," jawab Manik. "Oww.." Arumi kaget. "Serius?" "Serius. Sori aku bilang begini, karena.. Mmm.. Sebelum kamu ada ada karyawati lain yang kerja di sini. Tapi dia keluar tiba tiba. Yang aku dengar, dia mengalami pelecehan. Pelakunya.. Mmm.. Si pak bos.." bisik Manik. "Aku sekedar mengingatkan." "Jadi, hati hati ok?" Manik bicara perlahan. "Thank you infonya," Aruma mengangguk angguk. Ia bertekad untuk menjaga dirinya. Jangan terlalu dekat Arumi, meski kamu mengakui kalau lelaki itu memiliki pesona tersendiri, tapi dia bukan untukmu! Ia kembali teringat apa yang dilihatnya sebelum memasuki lift, Bapak Ravindra berbicara dengan seorang perempuan yang penampilannya sangat menarik. Siapa perempuan itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN