PROLOG

1444 Kata
Arumi tak percaya saat melihat suaminya dengan bebas berciuman dengan mantan kekasihnya. Suaminya, Ravindra, dan mantan kekasihnya, Citta, bermain api di belakangnya? Ia ingin pergi dan berhenti memperhatikan keduanya. Tapi kakinya seperti membeku. Meski matanya melihat langsung, tetap saja ada rasa percaya tak percaya. Ba-gaimana mungkin ini semua terjadi? Di rumahku sendiri. Ia yang tadinya hanya berniat mengambil dompetnya yang tertinggal, ternyata harus menghadapi kenyataan pahit soal hubungan suami dan mantan kekasihnya itu. Arumi mengepalkan tangannya saat memperhatikan kalau tangan Ravi mulai bergerak lebih jauh menyentuh tubuh Citta. Ia memejamkan matanya menahan amarah. Ravi tidak pernah menyentuhnya seperti itu. Bahkan, bisa dibilang tidak pernah menyentuhnya sama sekali... Tapi, lalu Arumi memutuskan untuk membuka kembali matanya dan menyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang terlihat sungguh sungguh terjadi. Suaminya dengan ganasnya mulai melucuti apa yang melekat di tubuh Citta satu persatu. Tubuh polos keduanya terlihat dengan jelas di depan matanya. Arumi tahu, kalau ini saatnya pergi. Entah dengan kekuatan dari mana tapi ia bisa menggerakkan kakinya keluar dari rumah tersebut. Sekujur tubuhnya bergetar seperti mengalami serangan maha dahsyat. Ia terguncang. Ini puncak dari semua penderitaanku! Di halaman rumah, Arumi berhenti sesaat. Ia terengah engah. Nafasnya naik turun. Dadanya sesak. Ravindra dan Citta? Kalau mereka menjalin hubungan, kenapa, kenapa Ravi menikahiku? Arumi langsung berlari keluar rumah dengan perasaan tak menentu. Hingga akhirnya, ia tiba di ujung komplek. A-aku kemana dulu? Ia berlari ke sebuah mini market yang menyediakan kursi kursi dan meja untuk makan. Arumi membeli sebotol minuman dan duduk diam di salah satu meja. Tangannya masih gemetar. Tubuhnya seperti melayang. Semuanya tak sanggup ia kendalikan. Tenang Arumi, tenang... Luka di tubuhnya belum menghilang, sekarang luka batin kembali membuatnya menderita. Ia melihat lebam di tangannya akibat cubitan mama mertuanya. Tak hanya itu, ada bekas pukulan dan tendangan di paha belakangnya. Arumi berusaha keras menahan air matanya. Apa yang terjadi dengan hidupku? Sebelumnya, semua baik baik saja. Aku lulus kuliah, bekerja di perusahaan yang bagus. Namun, sejak mengenal Ravi, semuanya berubah. Sosok Ravi yang tampan dan menjadi idaman para wanita di kantornya memang membuatnya terpesona. Ravi adalah manajer keuangan dan akuntansi juga atasannya langsung di kantor. Sebagai seorang staf akuntansi, Arumi tentu saja beruntung sering menatapnya secara langsung hampir setiap hari. Meski Arumi tahu diri untuk tidak pernah mendekatinya. Ia hanyalah anak yatim piatu yang tidak memiliki apapun. Latar belakang keluarga tidak jelas dan juga berpenampilan sederhana. Tapi, suatu hari, tanpa diduga, Ravi mendekatinya. Hingga akhirnya menikah. Pernikahan yang aku pikir akan menjadi kebahagiaanku. Tapi ternyata... Diam diam Arumi menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Aku tidak tahan lagi. Setelah isi minuman di botolnya habis, Arumi bangkit berdiri. Aku harus tegas. Aku akan mengungkapkan semuanya hari ini! Tiba tiba ada pesan masuk ke ponselnya. Mama : Jemput mama sekarang. Arumi : Baik ma. Ia memesan taksi online dan bergerak menuju lokasi mama mertuanya berada. Setibanya di rumah teman dari mertuanya itu, ia pun bergegas turun dan meminta pengemudi taksi online untuk menunggunya. Arumi memperhatikan kalau mama mertuanya berpamitan pada teman temannya dan naik ke taksi online yang telah menunggunya. "Kenapa kamu pergi meninggalkanku?" Widuri langsung mengomel di dalam mobil. "Bukannya tadi aku bilang untuk menunggu?" mama mertuanya itu terus saja bicara tanpa henti. Bahkan tiba tiba saja memukul lengannya dengan tas yang ada di tangannya. "Dasar menantu tidak tahu diri! Kenapa juga si Ravi menikahi perempuan tidak jelas seperti kamu!" Widuri terus saja memukulnya. Arumi tidak mencoba menghindar. Ia hanya menahan rasa sakit dan kesal. Tanpa tahu harus berbuat apa. Dari kaca tengah mobil, ia memperhatikan kalau pengemudi taksi online itu diam diam melihat ke arahnya. Arumi hanya menunduk. Sampai akhirnya mobil tiba di rumah. Mereka turun dari dalam taksi dan bergerak masuk ke halaman. Arumi merasakan kalau tangannya lemas tak menentu seperti kehilangan kekuatannya. Apa Citta masih ada di rumah? Ia dan mama mertuanya pun masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, ia melihat Ravi dan Citta berbincang bincang seperti tidak ada apa apa. Arumi hanya bisa menahan rasa kesalnya. "Citta, tante senang bisa melihatmu," Widuri dan Citta saling berpelukan dan menyapa dengan ramah. Arumi masuk ke dalam rumah dan membiarkan mereka bertiga mengobrol. Bahkan Ravi pun seperti tidak peduli kepadanya. "Kamu cantik sekali. Tidak seperti menantu tante yang tidak pernah mengurus dirinya. Kadang tante heran, kenapa juga si Ravi bisa menikahinya," Widuri dengan sengaja bicara agak keras agar Arumi bisa mendengarnya. Arumi tahu kalau matanya kembali berkaca kaca. Ia masuk ke kamar tidurnya dan mengambil tas pakaian. Arumi mengambil dokumen dokumen penting miliknya, buku tabungan, uang tunai yang ia simpan, dompet, pakaian, sepatu dan beberapa buah tas yang memang miliknya pribadi. Tidak banyak barang yang ia miliki selama tiga bulan pernikahan ini, jadi semuanya bisa cepat ia bereskan. Ia meletakkan cincin yang melingkar di jari manisnya di atas meja rias. Setelah memastikan kalau tidak ada yang tertinggal, Arumi pun keluar dari dalam kamar tidurnya. Di ruang tamu, Ravi, Citta dan Widuri masih mengobrol sambil bercanda tawa. Arumi menghampiri mereka dan mencoba kuat. "Saya pamit," Ia menatap Ravi dan Widuri. "Hari ini jadi hari terakhir saya menjejakkan kaki di rumah ini," ia menatap Ravi dan Widuri bergantian. "Ravi, meski pernikahan kita berlangsung secara siri, tapi tolong urus perceraian kita," tambahnya. "Mama, terima kasih atas segalanya," Arumi berpamitan Ravi dan Widuri terlihat kaget. "Apa maksudmu?" Ravi berteriak. "Saya tahu kalau kamu dan Citta ada hubungan. Jujur saja! Jangan jadi pengecut!" Arumi berkata keras. "Apa kamu bilang? Aku bukan pengecut. Dasar perempuan jal*ng!" Ravindra membalas ucapannya. Arumi ingin rasanya menangis sejadi jadinya. Kata kata Ravi kasar sekali. Ia tak menduga kalau ucapan itu bisa keluar dari mulutnya. Bagaimanapun, Ravi masih menjadi suaminya saat ini. "Kamu pengecut! Kalau memang bukan, seharusnya tidak main belakang!" Arumi berteriak. Ravindra menatap Arumi dengan marah, "Ya, aku menyukai Citta. Kamu tidak ada artinya. Perempuan seperti kamu tidak mungkin bersamaku! Bahkan aku tidak berselera melihatmu!" "Satu hal yang saya pertanyakan, kalau kamu memang menyukainya, kenapa kamu menikahiku?" Arumi menggertakkan giginya. "Dasar lelaki kurangajar!" Ravi hanya diam. "Kamu bisa menikahinya, saya hanya pengganggu di rumah ini," Arumi mencoba tegar. "Baguslah," Widuri berkata dengan sinis. "Kamu bisa pergi dari rumah ini!" "Tapi, apa itu isi tasmu? Jangan kamu mengambil yang bukan hakmu!" Widuri menatapnya. "Semua yang ada di tas ini milik pribadi. Cincin sudah saya simpan di meja rias," Arumi menoleh ke arah Ravi. "Saya pergi," Arumi mencoba menahan air matanya. Saat ia melangkah, tiba tiba saja tas bajunya ada yang menarik. Widuri membukanya dan memeriksa isinya. "Apa yang mama lakukan?" Arumi merasa kesal luar biasa. Ia menarik tasnya dan memasukkan kembali isinya yang dikeluarkan mama mertuanya itu. "Mama bukan lagi mertua saya, jangan sembarangan!" Arumi berkata tegas. Tiba tiba saja sebuah tamparan mengenai pipinya. Widuri menatapnya dengan penuh amarah, "Dasar anak yatim piatu yang tidak tahu diuntung!" Arumi merasa marah. Semua emosinya langsung meluap. "Ravi, kita bukan suami istri lagi." "Sekali lagi tangan mama menyentuh saya, akan saya laporkan ke polisi!" Arumi melangkah keluar dari dalam rumah sambil berlari dengan mengenakan sepasang sandal. Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia hanya ingin berlari dan menjauh dari rumah itu. Arumi kembali duduk di area depan sebuah mini market dan menghapus air matanya. "Lihat saja! Mereka akan mendapatkan akibatnya!" Arumi terisak. "Aku akan membalaskan dendamku." Tapi kemudian ia menunduk dan teringat kalau dirinya tidak memiliki apapun. Bagaimana cara membalas dendam tanpa harta ataupun kekuasaan? Arumi memejamkan mata dan menahan diri agar tidak lagi menangis. Tenang Arumi, tenang.. Ini di tempat umum. Kamu jangan menangis. Pasti akan ada jalan keluar... Tiba tiba ada suara seorang lelaki menyapanya, "Arumi? Arumi Priscanara?" Arumi menengadahkan kepalanya. Penglihatannya sedikit berbayang karena air mata. Tapi, bayangan itu memperlihatkan seorang lelaki yang sekilas terlihat berwajah tampan dengan ramah mendekatinya. Lelaki itu mengenakan setelan jas yang terlihat mahal. Si-siapa dia? Kenapa tahu namaku? "I-iya, saya, saya Arumi," jawabnya perlahan sambil menggosok matanya. "Si-siapa ya?" "Akhirnya, kakak bisa bertemu denganmu. Arumi, aku kakakmu, Tama. Arkatama Kalingga," ucapnya. "Ka-kak?" Arumi terkaget kaget. Di belakang lelaki itu, muncul lelaki setengah baya yang kharismatik dan juga terlihat tampan, "Arumi, putriku. Ini papa, papamu. Ardika Kalingga." "Pa-pa? Ka-kak?" Arumi tak percaya. Yang lebih membuatnya kaget adalah ketika mendengar nama Kalingga terucap. Itu adalah nama keluarga konglomerat di tanah air ini. Pemilik dari perusahaan tempatnya bekerja dulu. "Kenapa kamu menangis?" Tama mengulurkan tangannya membantu Arumi agar berdiri. "Dengarkan kakak, siapapun yang membuatmu meneteskan air mata, akan mendapatkan balasannya. Kamu tidak sendiri," Tama menggenggam tangannya. "Tidak ada siapapun yang boleh menyakiti keluarga kita," Tama kembali berkata. "Ikut kakak dan papa, nanti kita bicara lebih lanjut," kakaknya itu menatapnya dengan lembut. Arumi seperti terhipnotis. Ia pun mengikuti langkah mereka masuk ke sebuah sedan mewah berwarna hitam. Aku tidak sendiri? Aku memiliki kakak dan papa? Antara percaya dan tidak percaya, tapi semua itu terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN