Hari telah berganti menjadi pagi dan saat ini waktu baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seperti biasa setiap hari Radit, Selena, dan Wulan akan menyantap sarapan bersama, dan begitu juga dengan pagi ini. Namun sedari tadi mereka hanya terdiam dan sibuk dengan makanan masing-masing, tidak ada satupun yang berbicara.
"Oh ya, aku hampir lupa" Selena berkata, memulai percakapan setelah beberapa menit mereka hanya terdiam. "Kemarin aku bertemu dengan Thalia di cafe dan kami mengobrol cukup banyak, salah satunya adalah tentang mengadopsi anak"
"Mengadopsi anak?" Radit mengerutkan dahi dan menoleh ke arah istrinya. "Tunggu, maksud kamu dia menyarankan kita untuk mengadopsi anak?" tanyanya yang tampak mengerti dengan yang ingin Selena bicarakan.
"Benar" Selena mengangguk. "Thalia mengatakan, kita bisa gunakan anak yang diadopsi sebagai pancingan agar kita bisa memiliki anak" jelasnya menatap sepiring makanan yang masih tersisa. "Dan mungkin aja cara itu berhasil" ia melanjutkan.
"Sayangnya, cara itu enggak selalu berhasil" Wulan menambahkan, membuat Radit dan Selena menoleh ke arahnya. "Sebab Ibu memiliki seorang teman yang memakai cara itu, namun sampai saat ini dia belum juga memiliki momongan. Bahkan anak yang dia adopsi telah menikah. Sehingga cara itu hanya sia-sia aja" jelasnya, menyendok makanan dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Dan aku pikir sebaiknya kita enggak perlu memakai cara itu" Radit berkata dan Selena menoleh ke arahnya. "Bukannya aku enggak mau mencoba tapi aku enggak siap jika nanti kita juga enggak berhasil"
"Tapi kan enggak ada salahnya jika kita mencobanya. Siapa tau itu berhasil" Selena bersikeras dan menatap suaminya, mencoba untuk menyakinkan pria itu untuk mencoba cara tersebut. "Kalaupun enggak berhasil kita bisa merawat anak itu hingga besar. Anggap aja itu adalah anak kita"
Radit menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan sedikit kasar. "Maaf ya, sayang, aku tetap enggak mau mencobanya. Lebih baik kita mencari cara lain" katanya, meraih tangan Selena yang berada di meja dan meremasnya dengan lembut.
Karena tidak ingin berdebat Selena pun menghela nafas pasrah. "Ya udah, enggak apa-apa. Aku enggak akan memaksa" katanya menganggukkan kepala.
Sebuah senyuman terukir di wajah Radit saat mendengar yang Selena katakan, ia meremas tangan wanita itu sekali sebelum melepaskannya dan melanjutkan makannya.
***
Sama halnya seperti kemarin malam, malam ini Radit juga pulang telat karena masih membicarakan tentang bisnis yang akan ia bangun bersama dengan temannya. Namun kali ini Selena tidak menunggunya karena ia merasa begitu kantuk sehingga ia memutuskan untuk tidur lebih dulu.
"Kamu yakin mau lagi?"
"Yakin, Mas, punya kamu enak banget. Aku jadi ketagihan"
"Punya kamu juga enak, sayang. Sempit banget"
"Ya udah, ayo Mas kita lakuin lagi"
"Iya, iya deh, apa sih yang enggak buat kamu"
"Aahhh... Pelan-pelan dong, Mas"
"Iya, sayang. Sakit, ya?"
"Dikit, Mas, tapi enggak apa-apa. Ayo masukin lagi"
Selena membuka matanya dengan perlahan saat samar-samar ia mendengar suara itu, ia memperhatikan ke sekitar dan mendapati dirinya yang berada di kamarnya. Ia pun melirik ke arah jam di dinding dan melihat waktu yang telah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
"Udah hampir tengah malam kok mas Radit belum pulang juga?" ia bergumam dan bertanya pada dirinya. Ia pun terdiam sejenak dan bertanya-tanya ke mana suaminya karena tidak biasanya Radit seperti itu.
"Aah... Aahhh... Ahh... Ayo Mas lebih cepat lagi aku udah mau sampai nih"
"Kamu cepat banget sih udah mau sampai aja"
"Abisnya punya kamu enak banget, Mas, jadinya aku cepat sampai. Aahhh... Ouhhh... Iya Mas kayak gitu"
Selena tersadar dari lamunannya saat mendengar suara itu. Ia segera bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju dinding. Kemudian ia menempelkan telinganya dan mencoba untuk mendengar lebih jelas lagi.
"Masss... Aku udah enggak tahan lagi. Aku beneran mau sampai"
"Ya udah keluarin aja, sayang. Sebentar lagi aku juga bakal sampai"
"Kok itu kayak suara mas Radit?" Selena mengerutkan dahi dan bertanya pada dirinya, jantungnya berdebar dengan antisipasi membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Tapi nanti keluarin di dalam aja ya, Mas?"
"Nanti kalau kamu hamil gimana?"
"Bagus dong, kan kamu jadi bisa punya anak"
Selena tidak bisa menahan diri lagi, ia segera berjalan keluar kamarnya dan menuju sebuah kamar yang berada tepat di sebelah kamar tidurnya. Tanpa ragu ia membuka pintunya namun matanya melebar saat melihat Radit yang sedang bercengkrama di atas tempat tidur bersama dengan seorang wanita. Namun ia tidak mengenal wanita itu, bahkan sebelumnya ia belum pernah melihatnya.
"Mas Radit!" pekik Selena.