Penolakan

1050 Kata
"Berhenti membohongi anakku perempuan sun*dal! Kau pikir kami bodoh bisa semudah itu kau kelabui?" bentak sang ibu mertua dengan tatapan penuh kebencian. "Mas ... " "Salman, jangan percaya ucapannya! Dia itu penipu. Pasti dia sudah tidur dengan laki-laki lain sebelum menikah denganmu!" sambung Rani. "Ma, Mbak, jangan sembarangan bicara! Aku bukan perempuan murahan yang bisa semudah itu tidur dengan laki-laki lain yang bukan suamiku!" sentak Faza tak terima atas tudingan dan caci maki ibu mertua serta kakak iparnya. "Kau berani membentak mama?" Kini Susi pun sudah berkacak pinggang menatap nyalang Faza. "Mas ... " "Ma, Mbak, jujur aku bingung. Tapi apa mungkin Faza tidur dengan laki-laki lain sebelum menikah denganku sementara aku lah laki-laki pertama yang menyentuhnya." Salman memang bingung. Akan tetapi ia ingat benar, meski samar, ia bisa melihat darah perawan Faza di malam pertama mereka. "Jangan bodoh, Salman! Bahkan hal seperti itu bisa dimanipulasi. Kau pikir saja, kalian baru dua Minggu menikah, lalu dia tiba-tiba bilang dia hamil. Apa namanya kalau ia sebenarnya sudah hamil anak orang lain sebelum menikah denganmu?" tukas Rani nyalang. "Mas, aku mohon, percaya sama aku! Aku benar-benar hamil anakmu. Aku berani bersumpah demi ... " Tiba-tiba Salman mengibaskan tangannya membuat pegangan tangan Faza di lengan Salman terlepas. Rani dan Susi tersenyum sinis melihatnya. "Mas ... " "Jujur katakan padaku, anak siapa yang kau kandung?" desis Salman yang kini pikirannya mulai terpengaruh dengan kata-kata ibu dan kedua kakak perempuannya. Pikirnya, bukankah mereka lebih berpengalaman. Artinya mereka lebih paham akan masalah ini dibandingkan dirinya yang masih awam terlebih ia seorang laki-laki. "Astaghfirullahal adzim, Mas, Mas tidak mempercayaiku?" seru Faza dengan mata membulat penuh keterkejutan. Ia tidak menyangka suaminya akan meragukan anak yang ia kandung. "Tidak usah membawa-bawa nama Allah untuk berdusta, Faza. Jelas saja aku lebih mempercayai ibu dan kedua kakak perempuan ku. Mereka lebih tahu dibandingkan aku." "Tapi aku tidak berdusta, Mas, anak ini benar-benar anakmu." Ketegaran Faza saat menghadapi kata-kata pedas ibu mertua dan kedua kakak iparnya luruh sudah. Sejak tadi ia menahan sesak di d**a atas ketidakpercayaan serta penolakan ibu mertua dan kedua kakak iparnya, tapi sesak itu menjadi berkali lipat saat suaminya sendiri meragukan anak yang ia kandung. Kemana rasa percaya suaminya padanya selama ini? Bagaimana kepercayaan itu hilang seketika hanya karena ibu dan kakak-kakaknya mengatakan kalau anak yang ia kandung bukanlah anaknya? Apakah tidak ada sedikitpun perasaan bersalah pada dirinya saat meragukan anaknya sendiri? Air mata yang sejak tadi menyelimuti netranya tumpah sudah. Hatinya yang sudah begitu sakit atas penolakan ibu mertua dan kedua kakak iparnya jadi semakin perih setelah mendengar kata-kata suaminya yang tidak mempercayai buah cintanya sendiri. "Berhenti berdusta, Faza! Jangan terus membodohiku. Kita baru menikah selama dua Minggu tiga hari, bagaimana mungkin kau bisa tiba-tiba hamil? Katakan siapa ayah anak sialan itu, Faza! KATAKAN!" bentak Salman membuat hati ketiga orang di sana berteriak girang. "Ini anakmu, Mas. Anakmu. Dia anak kita. Buah cinta kita. Kalau kau tidak percaya, mari kita temui dokter. Dokter bisa menjelaskan secara medis kalau hamil setelah dua Minggu menikah itu bisa saja terjadi," teriak Faza nyalang. Faza tidak terima anaknya disebut anak sialan. Sudah tidak diakui, kini dihina anak sialan pula. Hati ibu mana yang tak sakit terlebih yang menghina itu ayah kandungnya sendiri. "Tidak usah berkelit, Faza. Bisa saja kau sudah bekerja sama dengan dokter tersebut. Sekarang katakan saja siapa ayah dari anak yang kau kandung itu. Cepat katakan, Faza!" desak Salman. "Mas, mau berapa kali pun kau bertanya, jawabanku akan tetap sama, anak ini anakmu. Darah dagingmu. Buah cinta kita. Percaya sama aku, Mas! Aku mohon!" melas Faza yang sudah tergugu pilu. Faza benar-benar tidak menyangka, kejutan yang ia pikir akan membahagiakan suami dan keluarga suaminya justru menjadi malapetaka untuk dirinya dan calon anaknya. Bukannya sambutan bahagia yang ia dapatkan, justru penolakan dan caci maki. "Jangan terpengaruh dengan ucapannya, Salman! Perempuan ular ini pasti sedang berakting. Mana mungkin anak yang ia kandung adalah anakmu. Heh perempuan sun*dal, berhenti membohongi adikku! Lebih baik kau katakan saja, siapa ayah dari anak itu! Cepat!" bentak Rani. "Aku harus apa agar kalian percaya kalau anak ini benar-benar anak Mas Salman, Ma, Mbak, Mas? Aku harus apa?" lirih Faza yang sudah nyaris putus asa. "Oke, kalau kau tak mau jujur, begini saja, ayo kita gugurkan kandunganmu itu, maka aku anggap semuanya selesai, bagaimana?" ucap Salman enteng, tapi mampu membuat Faza benar-benar terperanjat tak percaya. Sungguh, apa yang Salman ucapkan barusan bagaikan sebuah sambaran petir di siang bolong. Mata Faza sampai terbelalak mendengarnya. "Mas, ini anakmu, darah dagingmu, dan kau begitu tega ingin melenyapkannya? Oke kalau memang kau tidak percaya, tolong beri aku waktu sampai usia kandunganku 4 bulan. Aku pernah membaca kita bisa melakukan tes paternitas saat kandungan sudah masuk usia 16 Minggu. Kita bisa membuktikan anak ini benar anakmu atau bukan saat itu. Kalau memang bukan, aku bersedia diceraikan. Asal jangan kau memintaku menggugurkannya. Anak ini tidak bersalah, Mas. Lagipula kau pasti tahu kan membunuh itu adalah dosa besar. Aku tidak ingin kau menyesal setelah tahu kalau anak ini benar-benar anakmu." Faza berusaha bernegosiasi. Mana mungkin ia mau menggugurkan kandungannya. Meskipun saat ini usia kandungannya masih sangat kecil dan belum ditiupkan roh oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, tapi tetap saja, menggugurkan kandungan sama saja membunuh. Manusia tidak memiliki hak untuk melenyapkan makhluk ciptaan Allah. Lagipula anak di dalam kandungannya tidaklah berdosa. Betapa jahat dirinya bila menuruti permintaan suaminya hanya demi suaminya menganggap masalah ini selesai. Bagaimanapun caranya, Faza akan tetap mempertahankan buah hatinya. Ia harap Salman mau menerima permintaannya itu. "Sudahlah, Salman, jangan percaya ucapannya lagi. Bisa saja nanti ia justru memalsukan hasil tesnya. Siapa yang tahu niat busuknya. Kau tidak mau bukan mengasuh anak yang bukan darah dagingmu sendiri?" seru Rani berusaha terus mempengaruhi adiknya agar tidak menyetujui permintaan Faza. "Sudahlah Salman, kalau dia tidak mau mengaku juga, lebih baik kau ceraikan dia. Sudah miskin, murahan, untuk apa kau pertahankan perempuan bi*nal seperti dia. Kau masih muda, tampan, berpendidikan, memiliki pekerjaan bagus, mama yakin, banyak perempuan yang rela antri untuk menjadi pendampingmu. Dan yang pasti, perempuan itu pasti perempuan baik-baik, tidak murahan seperti dia," imbuh Salma. "Apa yang mama katakan benar, Salman, ceraikan saja perempuan murahan itu. Dia tidak pantas untukmu," sambung Susi. Degh ... Jantung Faza bagai direnggut paksa dari tempatnya. Bagaimana bisa ibu mertua dan kakak iparnya begitu tega menyuruh suaminya menceraikan dirinya hanya karena mereka mengira ia hamil anak orang lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN