Kita Putus

719 Kata
Zico yang bertugas sebagai supir Ammar dan sejak tadi sudah stand by di dekat mobil pun langsung membukakan pintu belakang. “Aku menyetir sendiri saja,” kata Ammar, menolak pintu yang dibukakan oleh Zico.   Zico pun menutup kembali pintu yang sudah dia buka, lalu berinisiatif membukakan pintu bagian depan.  Dugh! “Argh..”  Ammar memegang lengan yang baru saja terantuk pintu mobil. “Maaf, Tuan Muda.  Saya tidak sengaja!”  Zico membungkukkan badan serta menundukkan kepala dengan raut cemas.  Dia siap menerima makian dari bosnya yang sudah menjadi makanan sehari-hari. Ammar adalah pria yang paling benci dengan pekerjaan yang tidak beres.  Termasuk keteledoran, seperti yang dilakukan Zico barusan.  Zico tidak melihat gerakan tubuh Ammar yang mendekati pintu mobil sehingga membuat kecelakaan itu terjadi. “Bisakah kau lebih berhati-hati saat bekerja?” geram Ammar dengan tatapan tajam.  Matanya yang gelap pun menyipit.  Tangannya mengelus singkat lengan yang sakit.  “Gunakan penglihatan dengan sempurna, jangan ceroboh!” “Baik, maafkan saya, Tuan Muda.”  Zico menjawab dengan kepala yang masih menunduk. Ammar masuk ke mobil dan memilih duduk di bagian kemudi.   Zico sedikit mengangkat kepala dan melirik wajah Tuan Mudanya, dia sempat heran melihat Tuan Mudanya yang baru saja marah-marah itu tiba-tiba senyum-senyum sendiri. Senyum Ammar masih mengembang saat mobil berlalu meninggalkan halaman rumah.  Dia mengenang pertemuannya dengan Ziva.  Detik berikutnya, senyum itu lenyap seketika saat dia menyadari satu hal, apa yang menyebabkannya tersenyum senang saat mengenang Ziva?Suara nyaring dering ponsel menarik perhatian Ammar yang sedang konsentrasi menyetir mobil.  Ia meraih ponsel di sisinya lalu menjawab telepon. “Ya, Jef.  Ada apa?” sambut Ammar pada Jefri, teman dekatnya yang bekerja di perusahaan yang dia kelola. “Kau dimana sekarang?” sahut Jefri di seberang dengan suara tercekat. “Di jalan.  Kenapa?  Apa kau ingin membahas mengenai party?  Masih ada waktu seminggu lagi.  Aku akan menghadiri acara bersama Talita.”   Beberapa hari terakhir, Jefri kerap membahas urusan party kantor dan memaksa Ammar supaya ikut.  Sudah berkali-kali Ammar menolak mengikuti party itu dan Jefri masih terus mendesak.  Kelihatannya Jefri tidak berhenti membujuk sebelum Ammar mengiyakan.  “Aku tidak membahas itu sekarang.” “Lalu?”   “Kau cepatlah ke club One Night sekarang.  Aku tunggu di sini.” “Kau kan tau sendiri aku tidak biasa di tempat begitu.” “Aku juga tidak biasa di tempat begini.  Pokoknya kau harus datang sekarang.  Ini penting.  Cepat, sebelum terlambat.”  Jefri memutus komunikasi sebelum Ammar sempat menjawab. Penasaran, Ammar mengikuti kemauan sahabatnya itu.  Setahu Ammar, Jefri juga bukan tipe orang yang suka membuang waktu di club, entah apa yang membuat Jefri berada di sana, dan bahkan memaksanya turut hadir di sana.  Nada bicara Jefri kedengaran parau saat di telepon, sepertinya memang ada hal penting. Ammar mempercepat kelajuan mobilnya.  Tak butuh waktu lama, mobil sudah sampai ke tempat tujuan.  Ammar bergegas turun dari mobil setelah memarkirkannya dengan manis dan melangkah lebar melewati pintu masuk.  Pandangannya mengedar pada keramaian di ruangan itu.  Aroma minuman dan rokok berbaur jadi satu. Tangan Ammar langsung ditarik oleh Jefri dan digelandang menuju ke ruangan lain.   “Ada apa, Jef?”  Ammar bingung, namun ia tidak memberontak dan mengikuti kemana Jefri membawanya.   Mereka berhenti di depan sebuah pintu. “Talita ada di dalam.”  Jefri menunjuk pintu itu sembari membuang muka. Ammar mengernyit, masih tidak mengerti. “Buka pintunya, dan kau akan tahu semuanya,” lanjut Jefri kemudian ia melenggang pergi. Tanpa banyak Tanya lagi, Ammar menekan handle dan membuka pintunya.   Seketika, ia membeku di tempat.  Pemandangan di depan matanya sungguh membuat jantungnya serasa hampir meledak.  Talita, gadis yang sejak kuliah dulu mendampinginya dalam setiap kegiatan dan organisasi di kampus, gadis yang dikenal oleh semua orang sebagai pasangan Ammar, gadis yang setiap malam mengucapkan selamat tidur padanya, kini sedang melakukan perbuatan terkutuk.  Tubuh indahnya yang polos berada dalam pelukan pria tak dikenal.  Lima tahun mereka kenal dekat, dan tiga tahun mereka menjadi sepasang kekasih sejak kuliah sampai saat sekarang Ammar menjabat sebagai direktur di sebuah perusahaan besar, namun inilah balasan Talita atas kesetiaan Ammar. “Keterlaluan!  Ini yang kau lakukan di belakangku?” geram Ammar dengan gigi menggemeletuk dan rahang mengeras. Talita buru-buru meraih bajunya yang berserak di lantai dan mengenakan sekenanya, sementara pria yang tidak dikenal itu meraih selimut dan menutup tubuh bawahnya yang polos dengan gerakan santai. “Kita putus!”  Ammar melenggang pergi dengan muka merah padam.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN